Labuan Bajo, Vox NTT- Sekjen Aliansi Mahasiswa Mangarai (AMANG) Jakarta, Ovan Wangkut menduga Bupati Manggarai Barat (Mabar), Agustinus Ch Dula sedang mengidap penyakit megalomania.
Untuk diketahui megalomania adalah gangguan psikopatologis di mana penderita mengalami fantasi delusional tentang kebesaran, kekayaan, keagungan, kemaha-kuasaan dan superioritas.
Ovan Wangkut, menilai Dula diduga mengidap penyakit megalomania dimana korbannya selalu merindukan puji-pujian dari orang lain.
“Gusti Dula terlihat demikian. Sangat merindukan pujian, sehingga begitu gampangnya beliau menemui demonstran yang mendukung pembangunan hotel di Pede,” ujar Ovan sebagai tertera dalam press release yang salinannya diterima VoxNtt.com, Rabu (24/5/2017) malam.
Sikap Dula, lanjut Ovan bisa dimaklumi mengingat selama ini, yang diterima bupati dua periode tersebut hanya kritikan. Maka, wajar jika ia menemui demonstran pendukung pembangunan hotel pantai Pede.
“Mungkin Dula merindukan puji-pujian dan dukungan. Namun, keinginan yang demikian hanya lahir dari orang-orang sakit,” lanjutnya.
Kritikan pedas Ovan disampaikan lantaran menyesali sikap bupati Gusti Dula yang menerima peserta aksi pro pembangunan hotel di pantai Pede di Kantor bupati Mabar pada, Rabu, 24 Mei 2017. Mereka tergabung dalam Sekretariat Bersama Pemuda dan Masyarakat Manggarai Barat (Setber PM-MB).
Saat massa aksi berorasi di kantor bupati Mabar, Dula datang menemui mereka.
Dalam tuntutannya, massa aksi mendukung bupati dan wakil bupati Mabar dalam visi dan misinya membangun Mabar. Demonstran juga menyerukan agar membersihkan birokrat yang berkinerja rendah.
Sementara itu, tuntutan lainnya, yang terlihat di spanduk aksi yang terpampang di depan mobil masa, tertulis, “Kecamatan Boleng Mendukung Pengelolaan Pantai Pede yang Berwawasan Lingkutanga Serta Terbukannya akses Publik”.
Senada dengan Ovan, Koordinator AMANG Ario Jempau menduga Gusti Dula berada dibalik aksi damai pro pembangunan pemerintah Mabar tersebut.
“Sangat beralasan untuk mengatakan Dula adalah aktor di balik akasi tersebut,” ujar Ario Jempau.
Dugaan tersebut, menurut Ario, cukup beralasan. Pasalnya, telah berulang kali demonstrasi terkait polemik pantai Pede digelar.
“Namun, pada saat yang sama, Dula juga konsisten menghindari masa aksi dengan berbagai macam alasan,” lanjut Ario.
Seperti diketahui, polemik pantai Pede telah berlangsung lama. Terhitung sejak tahun 2012. Arus penolakan masyarakat tidak pernah berhenti.
Diskusi, audiensi, termasuk demontrasi berkali-kali digelar, menolak pembanggunan hotel di pantai Pede. Kegitan-kegiatan tersebut tidak hanya digelar di Labuan Bajo, tetapi juga di daerah lain di Indonesia, termasuk di Jakarta.
Selama pergelaran aksi, tidak sekali pun Dula menemui peserta aksi. Selalu saja ada alasan yang membenarkan dirinya tidak hadir untuk mendengar dan menerima tuntutan demonstran. (Gerasimos Satria/VoN)