Kota Kupang, VoxNtt.com-Kasus dugaan korupsi aset PT Sagared dengan terdakwa Paulus Watang sudah memasuki edisi ke-4 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Kupang.
Gelar sidang perkara korupsi ini dipimpin oleh Hakim Ketua Purwono Eko Santoso didampingi Hakim Anggota Fransiska Nino dan Yelmi.
Pada persidangan sebelumnya, kasus yang menjadi sorotan publik NTT ini tidak hanya dihadiri keluarga Terdakwa. Beberapa LSM/Ormas seperti LP3TRI, Getar Nusa, Garda NTT, BaraJP, Formadda dan Organisasi Kemahasiswaan seperti PMKRI turut memantau jalannya persidangan.
Dugaan keterlibatan oknum jaksa menjadi daya tarik tersendiri bagi elemen masyarakat untuk terus memantau. Publik terus menanti akhir keberpihakan penegak hukum yang disinyalir sarat kompromi itu.
Beberapa saksi yang hadir menyebut beberapa oknum jaksa di Kejati NTT, seperti DRL dan GK yang juga telah dihadirkan sebagai saksi pada persidangan tanggal 28 September 2016 lalu.
Suasana persidangan pada (05/10) menjadi catatan tersendiri. Beberapa kejadian sempat memantik reaksi penonton seperti ada oknum yang melakukan foto selfie di tengah proses persidangan.
Koordinator Gerakan Pemberantasan Korupsi Nusa Tenggara Timur (Getar Nusa), Florianus N. Sambi Dede menyampaikan perlunya ketegasan majelis hakim terkait sebuah persidangan yang bermartabat dan mulia.
“Sidang pengadilan adalah proses yang bermartabat dan terhormat. Sebutan Yang Mulia bagi Hakim menggambarkan marwah dari sebuah gelar perkara di ruang pengadilan” ujar Dede
Menurut Dede, aksi beberapa oknum yang berselfie di depan hakim adalah tamparan keras bagi yang memimpin persidangan.
Dede menduga oknum yang ia maksud adalah keluarga Jaksa Ridwan Angsar yang pada saat itu menjadi Jaksa Penuntut Umum. Kejadian itu pun sempat disampaikan oleh penasehat hukum Terdakwa Paulus Watang kepada Majelis Hakim untuk tegas menertibkan persidangan. Aksi ini juga sempat ditegur oleh Komisi Yudisial yang hadir dan memantau proses persidangan kasus ini.
Ketika dikonfirmasi oleh VoxNtt.com, Koordinator Komisi Yudisial NTT, Rudolfus Tallan, S.H., M.H membenarkan kejadian itu dan akan menyikapi persoalan ini sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Menjadi tugas komisi Yudisial untuk menjaga martabat sekaligus mengadvokasi sebuah peradilan” tegasnya.
Oleh karena itu, demikian Talla, kami (KY) akan menyikapi hal ini sesuai dengan amanat UU No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial jo UU No. 18 2011 tentang perubahan atas UU No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
“Kami berharap hakim harus tegas menertibkan sidang. Sebab, ruang sidang bukan tempat wisata dan dijadikan tempat selfie-selfian..” Tegas Tallan.
Hingga persidangan Rabu tanggal 5 Oktober 2016 lalu, Jaksa Penuntut Umum sudah menghadirkan 10 saksi untuk membuktikan adanya tindak pidana dalam kasus yang menjerat terdakwa Paulus Watang ini. (Andre/VoN)