Lagu Gadis Halmahera
Pernah rimbun di hutanmu
Kini kulihat di rambutmu
Sebagai hidup yang lepas terurai
Kakimu memperlihatkan kepadaku bagaimana pergi melintas
Kenangan ditulis
Saat kutatap matamu
Di sana burung-burung terbang
Dengan bahasa tenang
Pala, cengkeh
Menjalin cinta di elok tubuhmu
Kulihat mereka bermesra
Di pinggang dan pinggulmu
Rumput-rumput menata
Di alis matamu
Di sana kusaksikan warna lestari
(Tobelo-Halmahera 2017)
Burung-Burung Terbang
Burung-burung terbang
Melintas langit
Sayap seperti menulis dengan pensil seadanya tak payah diguyur jarak
Di dahan ranting kering
Hinggap sejenak
Sebagaimana titik bagi akhir kalimat
Semakin lama pergi
Serasa kembali
Ke titik detik awal keberangkatan
(Halmahera/Tobelo 2017)
Gadis Halmahera
Gadis halmahera
Berambut hitam
Berbaju hitam
Kita sama duduk sebagai penumpang di kapal yang beranjak pergi
Di matamu pulau-pulau mengapung
Gunung gamalama dan tidore semua ada di dadamu
Aku berlayar di lat darahmu
Aku bukan penjajah yang datang menjarah pala dan cengkeh
Aku hanya petualang mesin kenangan
Gadis Halmahera
Mendekatlah
Aku lancar mengucapkan doa di keningmu
Memandang pala di pipimu
(Halmahera 2017)
Gody Kobra, alumnus STFK Ledalero. Saat ini jadi pegiat literasi di pedalaman Papua.
Yang Meruap dari Perjalanan Penyair
Catatan atas puisi-puisi Gody Kobra
Oleh:Hengky Ola Sura-Redaksi Seni Budaya Voxntt.com
Saya menyebut Gody Kobra sebagai penyair yang pejalan, pengelana yang melawat sekaligus penemu yang mencipta. Demikianlah hidup Gody.
Rimba belantara Papua pedalaman telah membawa Gody yang ceking itu lincah mengembara. Dan buah dari perjalanan-perjalanannya adalah puisi.
Tiga puisi dari Gody pekan ini adalah luahan atas peristiwa pertemuan dirinya dengan gadis Halmahera.
Ia serupa keniscayaan yang meruap hati dan pikiran untuk membahasakan realitas dan relasi selama perjumpaan untuk diabadikan.
Jika fotografer mengabadikan kenangan dalam gambar maka Gody mengajak kita menikmati pengalaman perjumpaannya dalam puisi.
Pada puisi Lagu Gadis Halmahera Gody, kita dibuat terpukau dengan cermatnya Gody menyusun diksi yang detail tentang pekik nikmat kebebasan dari nyanyi sang gadis.
Pernah rimbun di hutanmu Kini kulihat di rambutmu Sebagai hidup yang lepas terurai Deret kata dari puisi Gody di atas menyiratkan satu ruang sosial yang dinarasikan dengan keluar dari kungkungan untuk mencapai kebebasan.
Lagu Gadis Halmahera sejatinya adalah perenungan ihwal makna kehidupan yang sekalipun bebas dari kungkungan tetap membawa sang pengelana juga gadis tadi untuk untuk pulang pada kesadaran yang hakiki bahwa kebebasan tetap harus melahirkan semacam tanggung jawab.
Deret kata paling telak nyata dalam baris terakhir dari puisi ini. Rumput-rumput menata Di alis matamu Di sana kusaksikan warna lestari Kata-kata sang penyair akhirnya tak sebatas alat tapi serupa seruan yang ikut merekam jejak perjalanan.
Bisa jadi semacam spirit untuk mengetengahkan bahwa ruang sosial harus senantiasa tetap terjaga.
Ia harus lestari. Pada puisi Burung-burung terbang, Gody menampilkan jejak pengembaraannya sebagai isyarat rindu yang senantiasa ingin pulang.
Pada deret kata di dahan ranting kering Gody seperti dirundung rasa asing.
Pengembara adalah orang asing yang dalam perjalanan-perjalanannya tetap harus pulang pada kesadaran bahwa senantiasa ada jeda untuk kembali mereguk makna dari setiap lakonan peristiwa hidup yang melingkupinya.
Selanjutnya pada puisi Gadis Halmahera lagi-lagi Gody menunjukan kelasnya dengan apik dalam menyusun deret kata.
Gadis Halmahera rupanya menyihir pandang mata Gody untuk terpesona-untuk takjub bahwa senantiasa ada semacam rasa sesak dari pertemuan yang akhirnya berlalu.
Pertemuan pada akhirnya melahirkan semacam keberanian untuk menyatakan bahwa rindu selalu meruap dari dada para penyair yang berkelana.