Atambua, Vox NTT- Sepekan terakhir, rumor tentang kedudukan Belu TV sebagai Lembaga Publik Penyiaran Lokal (LPPL), terus diperdebatkan baik di kalangan eksekutif maupun legislatif.
Pasalnya, lembaga yang berdiri sejak tahun 2006 silam tersebut, selama ini berdiri sendiri alias tidak merupakan bagian dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Terkait hal itu, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Belu, Theo Seran angkat bicara.
Kepada VoxNtt.Com, Senin, (18/9/2017) Theo menyampaikan, sesungguhnya, rujukan yang dipakai adalah aturan yang lebih tinggi yakni UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran dan aturan yang di bawah tidak bisa menabrak aturan yang lebih tinggi.
“Pada prinsipnya kita berpegang pada aturan yang ada. Namun perlu diingat bahwa sesuai tata urutan perundang-undangan, maka aturan yang di bawah tidak bisa menabrak aturan yang lebih tinggi. Karena itu, agar ada jalan keluar yang baik, saya kira harus duduk bersama untuk menyamakan pemahaman tentang rujukan aturan yang digunakan,”. Jelas Theo yang diamini Ketua Komisi I Marthin Naibuti.
Solusi untuk duduk bersama dikarenakan selain merujuk pada UU No. 32 Tahun 2002, penganggaran Belu TV masih menggunakan dana yang bersumber dari APBD sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 15 Tahun 2010 tentang LPPL, Radio Siaran Pemerintah Daerah dan Belu TV. Karena itu, proses penggaran yang sudah jalan tidak boleh dihentikan.
Sekedar diketahui, Pasal 19 Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Swasta diperoleh dari: a. siaran iklan; dan/atau b. usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
Theo menambhakan, pemerintah daerah haru duduk bersama DPRD untuk menyamakan pemahaman tentang UU No. 32 Tahun 2002 dan Perda No. 15 tahun 2010 karena dalam UU 32, tidak membenarkan jika Belu TV harus menjadi bagian dari Dinas Infokom. Sementara, point ini bertentangan dengan Perda nomor 15 yang berkaitan sistem penganggaran yang selama ini berlaku.
Lanjut Teo, di dalam lembaran negara, lembaga penyiaran publik merupakan lembaga pemerintah non Kementerian yang independen. Karena itu, turunan aturan yang berkaitan dengan LPPL perlu melihat aturan tersebut.
Baca: Dirut TV Belu Minta Pemda Lihat Aturan
Lebih lanjut jelas dia, sesuai PP Nomor 11 tahun 2005, lembaga pemerintah nonkementerian bisa menggunakan anggaran secara langsung. Jadi, penggunaan anggaran tidak bisa dihibahkan karena akan bertentangan dengan beberapa pasal yang ada dalam PP tersebut.
Sebagai ketua Komisi, Theo mengharapkan, pemahaman yang berbeda soal aturan tidak menjadi penyebab yang membuat Belu TV berhenti beroperasi karena akan sangat merugikan masyarakat yang selama ini sudah menikmati siaran Belu TV.
“Jangan karena pemahaman tentang aturan belum sama, lalu anggaran untuk Belu TV juga dihentikan. Sebagai ketua komisi III yang merupakan mitra Belu TV saya berharap Belu TV tetap beroperasi,”. ujarnya.
Dia juga menegaskan, sepanjang Perda No. 15 Tahun 2010 belum dicabut, Belu TV tetap beroperasi dengan mengacu pada UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran.
Selain itu berkaitan dengan penyiaran, Theo menjelaskan, masyarakat perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan pemerintah melalui Belu TV.
Menyikapi himbauan Gubernur yang disampaikan melalui surat tertanggal 28 Agustus 2017, Theo mengatakan, surat tersebut tidak bisa mementahkan Undang-Undang.
Kata dia, apa yang disampaikan Gubernur melalui surat tersebut merupakan himbauan. Dengan demikian, pemerintah daerah bisa membenahi sistem yang ada agar sesuai dengan beberapa aturan yang berlaku.
Menutupi pernyataannya, Theo menegaskan, Belu TV tidak boleh bernaung di salah satu OPD karena hal itu tidak sesuai aturan. Selain itu, jika terjadi penggabungan maka akan berpengaruh pada Dewan Pengawas, dimana Dewan Pengawas diketuai oleh Sekertaris Daerah. Di sisi lain seorang Kepala Dinas tidak bisa mengawasi Sekretaris Daerah karena hal itu tidak sesuai dengan aturan dan etika dalam pemerintahan.(Marcel/VoN).