Kupang, Vox NTT- Kondisi guru SMA dan SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menyimpan banyak persoalan.
Pasalnya, hingga saat ini masih banyak guru honor yang mengeluh belum menerima upah. Sementara di saat yang sama, mereka (guru honor) dituntut untuk meningkatkan kompetensinya.
Anggota DPRD NTT dari Komisi V yang membidangi Pendidikan, Winston Rondo menyampaikan hal itu saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas Pendidikan NTT, di ruang rapat Komisi V DPRD NTT, Rabu (1/11/2017).
Menurut Winston, mereka kerap menerima laporan soal upah guru honor yang kerap dibayar terlambat.
Dia juga mengaku, dalam rapat Fraksi Partai Demokrat selalu membicarakan masalah tersebut, termasuk pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) daerah, honor komite daerah, guru kontrak daerah, Kesra, lauk pauk yang berasal dari pusat.
Mengantisipasi hal ini, dia menyarankan, persoalan ini harus segera dimediasi dan dicarikan solusi terbaik agar Masalah yang sedang menimpa guru honor ini, segera teratasi.
”Isu ini harus didorong karena dalam forum-forum guru sudah terkonsolidasi, di mana-mana ingin ada mediasi, melalui dialog, audiensi hingga ada guru yang melakukan demo. Ini kegelisahan yang sangat luas, pimpinan komisi harus segera cari jalan untuk satukan persepsi untuk memberikan informasi yang benar kepada publik,” ungkapnya.
Anwar Hajral, anggota Komisi V lainnya menjelaskan, keluhan masyarakat terhadap masalah pendidikan tak kunjung usai. Peroalannyapun masih sama, yakni masalah kesejahteraan guru honor/kontrak maupun guru ASN di SMA/SMK di NTT.
“Kami berharap persoalan ini tidak lagi muncul, agar tidak mengganggu proses belajar mengajar di sekolah,” ungkapnya.
Persoalan-persoalan ini, lanjut Anwar, sudah pernah diangkat, namun, apa yang disampaikan oleh pemerintah ternyata bertolak belakang dengan keluhan para guru. Termasuk hak-hak guru non sertifikasi.
“Jadi memang banyak sekali persoalan, kita harus selesaikan agar tidak jadi bumerang bagi para guru,” katanya.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, dia mengusulkan, segera melakukan rapat kordinasi (Rakor) antara para guru dengan UPT Pendidikan yang tersebar di masing-masing wilayah di NTT.
Kendati demikian, Anwar mengeritisi keberadaan UPT yang sering menjadi keluhan para guru. Diceritakannya, pernah mendengar laporan dari guru tentang ASN di UPT yang tidak memahami masalah Pendidikan.
“Khusus UPT-UPT banyak yang tidak berkompeten soal pendidikan. Banyak keluhan bahwa bagaimana kami ke UPT tapi ternyata kita ke UPT, tapi UPT sendiri tidak paham soal Pendidikan,” kata Anwar menirukan pernyataan guru-guru.
Dia berharap, Pemerintah, khususnya dinas Pendidikan harus mampu mengoptimalkan UPT di setiap level agar lebih berkompeten.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan, Johanna E. Lisapaly,S.H, M.Si menyampaikan, persoalan ini terjadi sejak pengalihan gaji guru dari kabupaten ke Propinsi tidak sesuai dengan kuota tenaga kontrak yang ditetapkan dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan menetapkan kuota 2.310.
Persoalannya adalah banyak di luar itu yang diangkat oleh Bupati dan Kepala Dinas di tingkat Kabupaten. Sementara yang di Yayasan tentunya menjadi komitmen Guru komite dan Yayasan.
”Iya, yang menjadi beban kami adalah guru yang diangkat oleh bupati dan kepala Dinas,” ujar Lisapaly.
Dia melanjutkan, sekarang ada ASN yang dapat sertifikasi, ada yang tidak dapat sertifikasi, ada perubahan regulasi. Hal ini kata dia, guru harus mengetahui.
“Oleh karena itu setiap data kami sepakat untuk melakukan sosialisasi. Kami lebih banyak mensosialisasikan, khususnya yang menyangkut soal peran serta masyarakat, masyarakat tentang sekolah, memberikan informasi, sosialisasi, sehingga mereka lebih mengetahui,” tambahnya.
Sekadar diketahui, rapat ini dipimpin Ketua Komisi V, Jimmi Sianto dan dihadiri sejumlah anggota Komisi. Hadir, Sekretaris DinasPendidikan NTT, Aloysius Min dan para Kepala Bidang.
Penulis: Tarsisius Salmon
Editor: Boni Jehadin