Atambua, Vox NTT-Komisi III DPRD Belu “mengadili” Kepala SMP Rinbesihat Wilhelmus Nahak Bauk dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin (19/03/2018).
RDP yang dilakukan di ruang rapat Komisi III tersebut dalam rangka menyikapi pengaduan guru-guru dan masyarakat Rinbesihat.
Pengaduan itu terkait beberapa kebijakan Kepsek Wihelmus yang tidak berpihak pada guru-guru dan masyarakat Desa Rinbesihat. Guru-guru juga menilai sikap Kepsek Wihelmus sangat arogan.
Dalam RDP yang berlangsung sejak pukul 10.00 Wita itu, Komisi III yang diketuai Theodorus Seran Tefa meminta klarifikasi dari Kepsek Wihelmus dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Belu Marsianus Loe.
Di hadapan Komisi III, masyarakat dan guru-guru, Wilhelmus tidak berkelit atas apa yang dituding kepadanya.
Beberapa kali ditanyai terkait proses usulan tenaga kontrak, Wilhelmus tidak mampu menjelaskannya dengan baik.
Bahkan, jawabannya terkesan berputar-putar dan tidak menyentuh substansi pertayaan yang dilontarkan oleh sejumlah anggota dewan.
Terkait dengan polemik dua orang guru tenaga kontrak, Wilhelmus mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui proses hingga mereka ditempatkan di SMP Rinbesihat.
Dia mengaku di SMP Rinbesihat terjadi penumpukan guru. Namun demikian, dia tidak mengetahui proses penempatan guru kontrak yang diakui Wihelmus adalah sanak keluarganya.
“Jadi sebenarnya ada penumpukan guru juga. Sebelum dua orang guru ini datang, ada guru-guru yang beritahu saya, tapi saya bilang, saya belum tahu,” jelas Wilhelmus ketika dimintai penjelasannya oleh Ketua Komisi III Theodorus Seran Tefa.
Tidak hanya tidak tahu soal usulan, di hadapan dewan, Kepsek Wihelmus mengaku tidak tahu soal jumlah guru kontrak yang diusulkan.
Mendengar jawaban Wihelmus yang terkesan berbelit, Ketua Komisi I Marthin Nai Buti yang hadir dalam kegiatan RDP spontan geram.
Marthin naik pitam lantaran Wihelmus mengaku tidak tahu sama sekali soal keberadaan dua orang guru kontrak di sekolah yang ia pimpin.
“Siapa yang mengusulkan dan siapa yang menandatangani usulan? Bapak bicara jangan berputat-putar seolah tidak paham. Kita sudah tahu. Ini semua karena bapak mengutamakan kepentingan yang ada dalam kepala bapak,” tegas Marthin.
Senada dengan Marthin, Ketua Komisi III DPRD Belu Theodorus Seran Tefa juga sangat menyayangkan ulah Kepsek Wihelmus yang tidak menghargai apa yang sudah disepakati sejak sekolah tersebut didirikan.
“Saudara jangan jadi seperti raja kecil di kampung sana. Nanti malah menciptakan persoalan. Apa yang sudah disepakati harus dilakukan karena Negara ini tidak bisa kita atur sesuai keinginan kita, tapi ada aturan yang mesti kita taati,” ujar Theo.
Tidak hanya itu, politisi partai Hanura Paulus Samara nampak sangat geram dengan ulah Kepsek Wilhelmus.
Menurut Paulus, apa yang dilakukan Kepsek Wihelmus bisa berakibat fatal dan dapat menimbulkan konflik horizontal.
Paulus menilai, keputusan dan tindakan Wihelmus sangat amburadul.
“Keputusan ini sangat amburadul dan menimbulkan persoalan. Terkesan tidak ada koordinasi. RDP ini harus menjadi pintu masuk untuk membentuk Pansus, sehingga kita bisa menelusuri kebobrokan pemerintah karena saya lihat mind pemerintahan sudah sangat amburadul dan tata kelola pemerintahan sudah bobrok,” tegas Paulus dalam rapat RDP tersebut.
Rody Bouk dari Fraksi PAN juga menyoroti soal mekanisme perekrutan tenaga kontrak. Namun, saat dirinya bertanya, Kepsek Wihelmus malah mengaku tidak tahu.
“Bapak tidak mengusulkan dan bapak tidak tahu. Apakah SK ini turun dari langit,” ujar Rudy.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Belu Marsianus Loe ketika dimintai penjelesannya terkait persoalan penempatan tenaga kontrak, mengaku sudah menginformasikan kepada Kepsek Wihelmus bahwa di tahun 2018 tidak ada tenaga kontrak baru.
“Saat saya diberitahu soal dua orang guru kontrak, saya perintahkan untuk komunikasikan dengan bidang SMP dan bidang ketenagaan sebab saya tidak tahu. Sehingga kita bisa tahu persis, jangan sampai ada kelebihan guru,” katanya.
Disaksikan VoxNtt.com di ruang rapat Komisi III, terkesan, jawaban Kepsek Wihelmus dan Kadis Marsianus tidak sinkron dengan proses pengusulan tenaga kontrak.
Akibatnya, Komisi III merekomendasikan agar Kepsek Wihelmus dan Kadis Marsianus segera mengembalikan dua guru tenaga kontrak ke sekolah asal atau dititipkan di sekolah lain.
Diakhir RDP, Komisi III merekomendasikan Kadis Marsianus agar dalam waktu tertentu segera melakukan peninjauan agar kepsek Wilhelmus diganti.
Selain itu, Komisi III menduga berbagai persoalan yang muncul di SMP Rinbesihat akibat dari penempatan guru kontrak. Dewan menilai penempatan guru kontrak tersebut tidak sesuai dengan asas manfaat dan tidak melalui kajian yang baik.
Karena itu, Fraksi Hanura melalui Paul Samara mewacanakan akan mendorong untuk membentuk Pansus karena ada banyak persoalan yang timbul pasca ada SK kontrak 2018 dikeluarkan.
Dikabarkan sebelumnya, lantaran kesal dengan ulah Kepsek Wihelmus Senin pekan lalu, guru-guru dan orang tua menyegel SMP Rinbesihat.
Namun demikian, karena pertimbangan nasib anak-anak sekolah, maka atas bantuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Belu, sekolah kembali dibuka.
Segel dibuka setelah guru-guru, kepala sekolah, masyarakat, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Belu menyepakati lima point sebagai solusinya.
Baca: Dinilai Arogan, Guru-Guru Adukan Kepala SMP Rinbesihat ke DPRD Belu
Setelah dua hari sekolah kembali berjalan normal, Kepsek Wihelmus malah secara sepihak melanggar salah satu point penting yang menjadi alasan penyegelan.
Alasan itu yakni karena Kepsek Wihelmus kembali mendatangkan dua orang guru kontrak daerah yang sejak awal sudah menjadi persoalan.
Tidak terima dengan ulah Kepsek Wilhelmus, pada Jumat, 16 Maret, guru-guru mengadu keKomisi III DPRD Belu.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Adrianus Aba