Mbay, Vox NTT- Warga Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo mengeluhkan kualitas beras sejahtera (Rastra) yang didistribusikan oleh Bulog Bajawa.
Ketidakpuasan kualitas Rastra tersebut membuat warga akhirnya mengembalikannya ke Bulog Bajawa.
Tak hanya Rastra dikembalikan, warga Boawae juga mengadukan persoalan itu ke DPRD Nagekeo.
Atas pengaduan tersebut, Wakil Ketua I DPRD Nagekeo Kristianus Du’a Wea meminta kepada warga untuk mengembalikan Rastra yang telah diterima ke Bulog Bajawa.
Kristianus kepada wartawan, Selasa (20/03/2018), mengaku, berdasarkan informasi yang ia peroleh dari warga, kualitas Rastra sangat tidak layak dikonsumsi. Kondisi fisik beras berdebu dan banyak patahan.
Setelah mendapatkan informasi tersebut, Kristianus langsung menuju gudang semi permanen (GSP) Bulog Mbay.
Kristianus mengatakan, dari hasil pengamatannya memang Rastra yang dibagikan sangat tidak layak untuk dikonsumsi.
Kondisi beras mengalami patahan lima puluh hingga enam puluh persen dalam satu karung. Selain itu, beras juga berdebu dan ditemukan ulat di dalam karung.
Sebab itu, Kristianus meminta kepada pemerintah untuk segera menggantikan beras tersebut karena Rastra sudah menjadi hak rakyat.
Dia juga meminta kepada Bulog Bajawa untuk merespon keluhan warga atas buruknya kualitas Rastra
Terpisah, Kepala gudang Bulog Mbay Muhajirin mengaku, seluruh Rastra kondisinya memang seperti itu. Jika masyarakat memang menolak beras, dia mempersilakan agar mengembalikan ke gudang bulog.
Terkait kondisi Rastra yang buruk tersebut, Muhajirin mengaku telah menyampaikannya ke Subdivre Bulog Bajawa.
Sementara itu, Kepala Bulog Subdivre Bajawa Asrul yang dihubungi VoxNtt.com, Rabu (21/03/2018), membantah ada isu beras yang rusak.
Menurut dia, beras yang disalurkan di Kecamatan Boawae itu sudah layak.
Kendati demikian, Asrul mengaku ada kendala pada saat menyalurkan Rastra di Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, misalnya, ada beberapa desa tidak menerima.
“Ya ketika kita antar kemarin ada yang tolak. Tolak bukan karena beras yang rusak tetapi mereka takut terima karena tanpa ada pengawalan dari dinas ekonomi dan belum melakukan sosialiasi kepada masyarakat. Ya tentunya mereka takut la. Dan yang rugi kami. Kerena bayar biaya transportasi,” ujarnya
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Adrianus Aba