Ruteng, Vox NTT- Wilayah hukum Polres Manggarai meliputi Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur hingga kini darurat kasus bunuh diri.
Jefrin Haryanto Research Center (JHRC), Lembaga Riset dan Konsultan Psikologi yang berpusat di Ruteng mencatat, sedikitnya ada 9 orang yang sudah menjadi korban bunuh diri sejak Januari 2018 di Manggarai dan Manggarai Timur.
Itu artinya, setiap bulan ada satu orang atau lebih yang melakukan aksi bunuh diri.
Terakhir korbannya adalah Petrus Wadas (51). Ia ditemukan gantung diri di dahan pohon dekat rumahnya.
Saat ditemukan, warga Compang Congkar, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur itu sudah dalam keadaan tidak bernyawa.
Melihat kasus bunuh diri yang cukup marak ini, Manager Program Konseling dan Terapi pada Lembag JHRC, Timoteus Yuanario Jonta pun angkat bicara menyampaikan sejumlah gagasan dan pesan penting yang tentu saja harus diperhatikan publik.
Dalam rilisnya yang diterima VoxNtt.com, Minggu (10/06/2018), Timoteus menyampaikan sejumlah masukan cara memberitakan kasus bunuh diri kepada media mainstream dan media sosial.
Menurut dia, di zaman dengan perputaran informasi yang sangat cepat ini, media memiliki peran yang sangat besar dalam memengaruhi perilaku masyarakat.
Pengaruh besar tersebut tentu saja harus diiringi dengan tanggung jawab yang pesar pula.
Lantas bagaimana cara pemberitaan media mainstream untuk kasus bunuh diri versi Sarjana Psikologi tersebut?.
Pertama, kata dia, penyampaian berita sebaiknya bersifat obyektif dan berisi fakta-fakta tentang kejadian tanpa ada unsur judgemental.
Kedua, lanjut Timoteus, konten berita yang disampaikan harus selalu mempertimbangkan dampak psikologis terhadap keluarga, teman dan kerabat korban.
Dalam hal ini, isi berita sebaiknya menunjukan sebuah sikap empatik terhadap peristiwa bunuh diri.
Ketiga, dia mengingatkan agar hati-hati dengan detail berita. Sekalipun berisi fakta, sebaiknya media perlu hati-hati dalam menyampaikan detail berita.
Pemberitaan yang dilakukan sebaiknya bukan merupakan deskripsi terperinci tentang kejadian, melainkan lebih menekankan pada nilai penyuluhan tentang pencegahan dan penanganan dari peristiwa bunuh diri.
Tak hanya memberi masukan kepada media mainstream, Timoteus juga berpesan kepada pengguna media sosial.
Menurut dia, pengguna media sosial juga perlu berhati-hati dalam menyebarkan berita tentang kasus bunuh diri.
Ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan.
Pertama, yang perlu diperhatikan pengguna media sosial adalah cara melihat individu yang melakukan bunuh diri sebagai korban kondisi psikologis berat.
Kedua, secara bijak harus disadari bahwa ada tekanan batin yang sangat kuat, sehingga mendorong korban memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Ketiga, perlu juga disadari bahwa sangat sedikit orang yang pernah mencapai level tekanan psikologis tersebut.
Keempat, diperlukan juga kendali diri untuk tidak menanyakan detail penyebab kejadian tersebut.
Sebab, pertanyaan-perntanyaan itu dapat menambah tekanan orang terdekat korban yang sedang mengalami kedukaan.
Peran Tokoh Agama
Bagi Timoteus, tokoh agama memiliki peran yang sangat besar untuk menanamkan nilai-nilai religiusitas di dalam masyarakat.
Kehadiran mereka sangat besar pengaruhnya dalam membimbing penyintas sehingga timbul rasa terkuatkan secara rohani.
Selain itu, pencerahan tentang nilai-nilai spiritual kehidupan, citra diri, serta pemaknaan masalah duniawi dapat menjadi pedoman bagi keluarga dan individu yang terpapar berita bunuh diri tersebut.
“Sebagai Lembaga Riset dan Konsultan Psikologi, kami harus menyuarakan kegelisahan ini dan dengan kapasitas yang ada pada kami, secara moral kami terpanggil untuk menyerukan ke publik soal gentingnya situasi ini,” ujar Timoteus.
Penyebab Orang Bunuh Diri
Timoteus berpandangan bahwa peristiwa bunuh diri merupakan akibat tekanan mental berat.
Korban dari rentetan peristiwa bunuh diri merupakan buntut dari ketidakberdayaan akut.
Perasaan ini juga menghambat seseorang untuk mencari pertolongan.
Bunuh diri biasanya terjadi akibat keadaan depresi yang dialami oleh korban.
Timoteus mengingatkan bahwa kondisi depresi juga dapat diwariskan secara genetik.
Artinya, ada individu-individu yang lebih mudah terserang depresi.
Tetapi, tidak menutup kemungkinan kondisi ini juga terjadi pada individu yang memiliki ketahanan psikologis yang tinggi.
Bagaimana Cara Mencegahnya?
Timoteus menjelaskan, biasanya seorang individu yang mengalami tekanan mental berat juga mengalami kesulitan untuk mencari pertolongan.
Hambatan ini biasanya bersifat psikologis, jadi bukan karena orang lain yang enggan untuk memberikan bantuan.
Oleh karena itu, ketika sebuah tekanan batin muncul (rasa frustasi, kecewa, sedih, putus asa) maka keterbukaan komunikasi sangat diperlukan agar mendapatkan timbal balik berupa input positif yang baru.
Di sisi lain, kepekaan orang sekitar sangatlah penting dalam mencegah peristiwa ini terjadi.
Seringkali pernyataan tentang tekanan mental yang berat dilontarkan oleh individu berpotensi.
Namun, lontaran itu kurang begitu tegas sehingga seringkali informasi itu terlewatkan begitu saja.
Kepekaan orang terdekat untuk bertanya sangatlah penting.
Selain itu, sikap komunikasi yang lemah lembut dan mendengarkan penuh empati menjadi kunci kesuksesan dalam merangkai sebuah solusi dari permasalahan berat tersebut.
Apabila terjadi kesulitan dalam mencari jalan keluar, maka menghubungi para profesional merupakan langkah berikut yang penting untuk diambil.
Apakah Peristiwa Ini Menular?
Menurut Timoteus, hingga kini belum dapat dipastikan bahwa bunuh diri merupakan sebuah peristiwa menular.
Namun, melihat pola kejadian yang ada maka bisa dikatakan bahwa peristiwa ini seolah-olah menjadi tren.
Hal ini bisa terjadi sebagai akibat dari penyampaian berita yang tidak aman, sehingga memengaruhi pemaknaan khalayak tentang peristiwa itu.
Oleh karena itu, kata dia, dalam menyampaikannya perlu diperhatikan cara membungkus nilai pencegahan terhadap perilaku ini.
Perhatian penting juga perlu dilakukan terhadap para penyintas (anggota keluarga atau kerabat dari individu yang meninggal karena bunuh diri).
Perhatian ini harus dilakukan oleh masyarakat sekitar, elemen masyarakat dan tokoh agama. Hal itu bisa berupa dukungan positif dalam bentuk penguatan psikologis dan kampanye pencegahan terhadap aksi bunuh diri.
“Perlu kembali diingatkan bahwa pola komunikasi penuh empati merupakan kunci dari penyampaian dukungan ini,” kata Timoteus.
Suicide Postvention
Suicide postvention adalah tindakan pencegahan perilaku bunuh diri tiruan (copycat) pada individu yang terpapar kejadian bunuh diri.
Timoteus mengatakan, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah dengan menciptakan pola pemberitaan yang aman, memfasilitasi pemulihan keluarga dan kerabat korban, menyediakan dukungan dan petunjuk bagi orang-orang dekat korban.
Menurut dia, orang-orang yang membutuhkan pencegahan ini adalah: keluarga korban, kerabat, saksi atau orang pertama yang menemukan korban, tenaga penolong seperti konselor/ teman curhat korban serta individu yang terpapar berita bunuh diri.
Timoteus menambahkan, peristiwa bunuh diri terjadi ketika seseorang mengalami tekanan batin yang sangat kuat disertai dengan kesulitan dalam mendapatkan bantuan.
Karena itu, dia mengajak apabila Anda mengalami perasaan yang sama, jangan pernah menyerah atau mengakhiri hidup Anda.
Anda tidak sendiri, layanan konseling bisa membantu Anda untuk meringankan beban dan keresahan yang ada.
“Berikut layanan konseling yang bisa anda kontak untuk membantu mencegah dan mencari informasi tentang pencegahan bunuh diri. Email: jhrcenter@gmail.com Facebook : @LembagaJHRC”
Penulis: Adrianus Aba
Baca Juga:
- Permintaan Tinggi, JHRC Buka Kelas Training Speed Reading di Ruteng
- Kelas MIP Besutan JHRC di Ruteng “Banjir” Peminat
- Bunuh Diri di Ruteng, JHRC: Jangan Sampai Jadi Gaya Hidup
- Di Puncak Vila Alam Flores JHRC Jalani Latihan ke-73
- Potret Suara Pemilih, JHRC Lakukan Survei Jelang Pilkada Matim
- Ini Bocoran Survei JHRC Jelang Pilkada Matim
- Lembaga JHRC Siap Bantu Korban Pelecehan Seksual di Matim
- Diperkosa Ayah Kandung, “Dera” Pilu Bagi Anak
- Soal Kasus Bunuh Diri di Ruteng, Psikolog: Kita Semua Kalah