Oleh: Mikhael W*
Sisi Lain
Aku melihat langit menjadi pijakan
dan bumi adalah atapnya. Jurang menjadi bukit
laut bertamu menuju daratan. Di sana hampir tak ada hembusan
angin. Bahkan segala bunyi tak
akrab lagi di telinga.
Pada sisi yang lain itu
gelap adalah cahaya yang pergi
dan dunia kita seperti tulisan pasir
yang duduk terpekur
di ujung lidah-lidah ombak
-Ende, 2018
Tentang Rindu
-Luciana
Jika tak ada cinta
ijinkan aku berhenti menulis tentang rindu
dan rindu adalah kata paling miskin
untuk mewakili hati yang kaya.
-Maumere, 2018
Selamat Tidur Puisi
-Alm. Yafis
Selamat tidur puisiku
mari kita bermalam di seberang pulau nun jauh
dengan bayang langit malam dan raut bulan yang pucat
Sebatang lilin tak cukup menceritakan kembali wajahmu yang hilang dari ingatan
sejak awal penciptaan hingga terbangun dari ranjang
mencarimu di balik bantal dan kolong tempat tidur
kutemukan kau lelap diselimuti sarung
berbaring betah menghitung mimpi-mimpi surga
dan impian yang telah siang.
Selamat tidur puisiku
malam ini kan kusetubuhi kau di ranjang doa
dengan ujud-ujud yang paling empuk.
-Maumere, 2018
*Mikhael W. Lelaki pecinta kopi, puisi, sunyi dan hati. Penulis buku antologi puisi “Surat Cinta untuk Adonai”.
Puisi yang Hidup dalam Diri Penyair
Catatan Redaksi Oleh Engky Ola Sura
Redaksi Seni Budaya Voxntt.com
Tiga puisi dari Mikhael Wora menampilkan impresi poetic dengan pemanfaatan sejumlah instrumen kebahasaan yang salah satunya adalah diksi. Pengalaman membuat kurasi puisi-puisi Mikhael dalam buku Surat Cinta untuk Adonai memang nampak sekali bahwa ia kaya akan kedalaman memilah diksi. Mendalami sungguh-sungguh maka pada puisi kedua yang secara khusus ia tulis untuk Alm. Yafis adalah bukti kedekatan interelasi antar penyair. Yafis bisa jadi adalah manusia puisi, mendedikasikan hidup kepenyairannya untuk pewartaan keadaban lewat puisi. Hidupnya adalah puisi, maka persembahan dari Mikhael adalah doa untuk hidup keabadian manusia puisi.
Pada puisi pertama berjudul Sisi Lain, Mikhael menampilkan semacam suasana yang sayu dari kegelisahannya merapal kenyataan hidup. Bisa susah, senang-bisa suka duka. Puisi macam ini bisa jadi katarsis untuk mencari jawab atas segala yang kita sebut dengan kehidupan.
Pada puisi tentang Rindu yang ditulis untuk Luciana nampak bahwa kecendrungan personal memang selalu jadi bahasan empuk para penyair-juga para penyuka puisi yang memulai menulis puisinya untuk selalu ada dalam aras macam ini. Suasana batin jadi usaha membongkar semua yang berkecamuk di dalamnya.