Ruteng, Vox NTT- Daniel Nitbani, Direktur PT Menara Jaya Makmur mencium aroma mafia di Pengadilan Negeri (PN) Ruteng.
Dugaan itu muncul menyusul belum dieksekusikannya perkara perdata dalam proyek pembangunan Instalasi Bedah Sentral (ruang operasi) BLUD RSUD dr Ben Mboi Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2016.
Daniel Nitbani yang adalah penggugat mengatakan, perkara tersebut sudah diputuskan PN Ruteng bernomor 20/PDT.G/2017/PN.RTG tertanggal 6 Maret 2018. Keputusan ini sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).
Padahal, kata dia, terhitung sudah kali mengirim surat permohonan eksekusi dan melakukan pertemuan dengan pihak PN Ruteng. Sayangnya, hingga kini belum ada tanda-tanda putusan tersebut dieksekusi.
“Persoalan kepastian hukum merupakan salah satu problem besar dalam upaya menghadirkan hukum yang adil bagi semua golongan masyarakat di Indonesia. Sayangnya, kepastian hukum tersebut masih jauh dan belum dirasakan masyarakat kecil,” ujar Daniel dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Selasa malam (11/09/2018).
Daniel menjelaskan, dalam amar putusan PN Ruteng Nomor 20/PDT.G/2017/PN.RTG disebutkan, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
Putusan itu ditandatangani oleh Hakim Ketua Majelis Herbert Harefa dengan hakim anggota Cokorda Gde Suryalaksana dan Putu Gde NA Partha.
Dikatakan, dalam point keenam disebutkan bahwa para tergugat yakni Konradus Kumat (tergugat I), Elisabeth Frida Adur (tergugat II) dan Marselinus Jebatu (tergugat III) dinyatakan telah melakukan Wanprestasi yang merugikan penggugat.
“Majelis hakim dalam putusannya juga mengatakan bahwa penggugat adalah pihak yang beritikad baik dalam perjanjian (kontrak) dengan tergugat I,” kata Daniel.
Selain itu, lanjut Daniel, majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, para tergugat dihukum dengan membayar kepada penggugat secara tunai dan seketika nilai total kerugian terhadap sisa pembayaran sejumlah Rp 2.240.273.964,7 dan bunga atas keterlambatan pembayaran sejumlah Rp 100.812.328,2.
Sayangnya, menurut Daniel, setelah amar putusan dibacakan dan memiliki kekuatan hukum tetap, hingga saat ini pihak tergugat belum juga melaksanakan keputusan PN Ruteng.
Menurut Daniel, keterlambatan eksekusi terhadap perkara tersebut mengindikasikan ada permainan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap keputusan majelis hakim.
Anehnya, kata dia, para tergugat belum membayar kewajibannya kepada penggugat, Pemkab Manggarai malah melanjutkan pekerjaan. Nilai kontrak barunya sebesar Rp 6.194.205.124,00.
“Jangan-jangan pekerjaan lanjutan tersebut sarat KKN, karena yang lama belum terbayar, tapi yang lanjutan sudah ada pemenangnya,” tegas Daniel.
Sebab itu, Daniel berharap para pihak yang terlibat dan PN Ruteng segera mengeksekusi putusan tersebut.
Diharapkan pula agar tidak mempermainkan keputusan majelis hakim yang merupakan wakil Tuhan di dunia, demi berdiri tegaknya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Kalau bisa pihak yang berwenang, dalam hal ini Tipikor ataupun Kejaksaan segera mengusut juga,” tandas Daniel.
PN Ruteng Lamban
Terpisah, Kuasa Hukum Daniel Nitbani, Andreas Klomanghitis mengaku, pihaknya sudah mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan tersebut.
Sayangnya, setelah sekian lama berjalan hingga saat ini putusan majelis hakim belum juga dieksekusi.
Bahkan pihak Andreas sudah bersurat juga ke Pengadilan Tinggi (PT). Namun hasilnya nihil, sebab hingga kini belum juga mendapatkan jawaban.
Padahal menurut dia, kepastian hukum merupakan salah satu aspek penting dalam penegakan hukum yang selalu didegungkan para petinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Karena kepastian hukum merupakan langkah awal menuju hukum yang berkeadilan dan tidak berpihak kepada siapappun,” kata Andreas.
Gugatan hukum tersebut, jelas Andreas, terkait ingkar janji atau wanprestasi yang dilakukan para tergugat terhadap kliennya.
Lapor ke Komisi Yudisial
Pengamat hukum dan korupsi di NTT, Paul Sinlaloe mengusulkan agar prinsipal melaporkan hakim di PN Ruteng ke Komisi Yudisial (KY) Perwakilan NTT.
Menurut aktivis PIAR NTT tersebut, PN Ruteng memiliki kewajiban melayani hak-hak hukum para prinsipal yang berperkara.
Eksekusi setelah adanya putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap, kata Paul, merupakan hak prinsipal yang tidak boleh diabaikan oleh para penegak hukum di institusi pencari keadilan tersebut.
Atas kasus itu, Paul juga menduga ada mafia peradilan yang bermain di PN Ruteng yang mengakibatkan belum dieksekusi putusan tersebut.
Sementara itu hingga berita ini diturunkan, pihak PN Ruteng berhasil dikonfirmasi.
Penulis: Ardy Abba