(Catatan Fasilitator GSC bagian II)
Pengantar Redaksi:Beberapa waktu lalu Kantor VoxNtt.com di Jalan Bakti Karang, Oebobo, Kota Kupang sempat dikunjungi Beny Sandi salah satu fasilitator kecamatan program Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) di daerah Atadei, Kabupaten Lembata, NTT.
Dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam lamanya, kami pun bercerita tentang suka-duka masyarakat di tempat yang sekarang menjadi rumah kedua bagi fasilitator berdarah Manggarai ini.
“Ada banyak kisah bernilai kemanusiaan yang kita temukan di lapangan. Ini semua adalah gambaran kehidupan masyarakat kecil di Lembata dan potret kehidupan masyarakat NTT umumnya” tutur Beny.
Kisah mereka bertemu langsung dengan masyarakat Atadei kemudian ia tulis dalam beberapa kilas peristiwa yang layak dijadikan bahan refleksi dan panduan pemerintah dalam mengambil kebijakan khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
BACA: Berna Rela Tak Sekolah Demi Jaga Adik
Berikut kami sajikan beberapa potret realitas masyarakat Atadei, Lembata yang sempat ditulis Beny dan teman-temanya.
Anak Berkebutuhan Khusus yang Putus Sekolah
“Dia pernah mengalami sakit batuk pada saat umur tiga bulan dan saat itu dia mengalami panas dan demam. Selama sakit, dia menangis terus-menerus sehingga ketika pergi periksa, dokter mengatakan bahwa gendang telinganya telah pecah”.
Demikian penyampaian orang tuanya ketika kami (tim GSC) berkunjung dan menanyakan tentang kondisi Monika Gelung Lamak.
Ica nama panggilan Monika) adalah seorang anak Anak Buah Kapal (ABK) yang mengalami gangguan pendengaran.
Dia tidak memiliki pendengaran yang senormal orang sehat lainnya. Selain itu, kondisi fisik anak ini juga tidak sekuat anak seusianya.
Dia tidak bisa bekerja keras, berjalan jauh atau melakukan aktifitas yang melelahkan lainnya, bahkan hingga saat ini dia masih sering mengalami sakit. Kondisi ini jugalah yang merupakan alasan utama anak ini tidak kembali bersekolah.
Masalah ini terdeteksi oleh pelaku Program GSC di desa Katakeja, Lembata.
Kejadian ini kemudian dikoordinasikan kepada Fasilitator Kecamatan untuk dicarikan jalan keluarnya karena sebelumnya mereka sudah pernah berbicara dengan orang tuanya tetapi disampaikan Monika tidak mau lagi bersekolah.
Pelaku di desa Katakeja bersama para fasilitator melakukan pendekatan kepada orang tua dan juga Monika agar bisa kembali bersekolah.
Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil.
Upaya selanjutnya yang dilakukan adalah pendekatan dan koordinasi dengan pihak sekolah (SMPN 1 Atadei) agar Ica dapat diakomodir untuk kembali bersekolah.
Upaya inipun berhasil dan pihak sekolah dimana wakil kepala sekolah yang ditemui menyambut baik upaya tersebut dan menyatakan akan memperhatikan kondisi kebutuhan anak tersebut dalam mengimplementasikan proses belajar megajar dan atau aktifitas lainnya di sekolah.
Monika telah putus sekolah sejak tahun lalu (Juli 2015). Dia hanya sempat mengikuti Masa Orientasi di Sekolah selama 1 hari dan kemudian sakit sehingga tidak dapat lagi melanjutkan sekolah.
Temuan tim GSC Atadei, disimpulkan bahwa pengetahuan dan kesadaran orang tua atas kondisi anaknya masih sangat terbatas sehingga kondisi tersebut tidak diinformasikan sebelumnya ke sekolah saat pendaftaran murid baru tahun 2016 lalu.
Anak ini diberlakukan sama seperti anak normal lainnya pada saat masa orientasi tersebut. Perlakuan tersebut sempat mereduksi semangat Monika untuk kembali bersekolah.
Selama satu tahun pelajaran dia tidak kembali bersekolah.
Orang tuanya terlihat sudah pasrah dengan keadaan anak mereka sehingga tidak pernah lagi memotivasi anak tersebut untuk kembali bersekolah.
Namun jalan keluar itu akhirnya muncul. Dari diskusi bersama pelaku program GSC di Katakeja, ternyata terdapat sisa dana pokja pendidikan untuk medanai uran komite yang tidak terpakai karena ada sasaran yang tamat.
Pelaku dan perwakilan masyarakat menyepakati revisi dana sisa kegiatan tersebut untuk khusus membantu anak yang putus sekolah tersebut.
Untuk meningkatkan motivasi dan semangat anak tersebut, program memberikan paket bantuan untuk anak sekolah berupa pembayaran uang uran komite selama setahun, uran osis, uran pramuka, uang seragam olahraga, baju seragam batik, seragam nasional, sepatu, Peralatan Tulis menulis, dan kamus Bahasa Inggris.
Anak ini telah resmi kembali bersekolah pada Senin, 08 Agustus 2016.
Pelajaran yang dipetik dari realitas kehidupan Monika di atas, bahwa perlu ada kerja sama yang baik serta pemahaman bersama akan pentingnya pendidikan dasar bagi anak serta dukungan dari semua pihak dalam mendukung tumbuh kembang generasi kita di masa mendatang. (Kontributor: Benny/VoN)