Kota Kupang, VoxNtt.com-Proses penyelesaian perkara kasus penjualan Aset PT. Sagared di Desa Benu, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang untuk tahap pertama, sudah diputuskan pada selasa (10/1/2017) lalu di Pengadilan negeri tindak pidana korupsi (Tipikor) Kota Kupang.
Walau demikian saat ini kasus tersebut menyisahkan banyak tanda tanya.
Petinggi Kejaksaan tinggi (Kejati) NTT Jhon W. Purba (JP) yang saat itu menjabat sebagai kepala kejati NTT dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Gasper Kase (GK), disebut-sebut setiap kali persidangan.
JP dan GK dianggap sebagai otak dan yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. Namun hingga kini, keduanya sama sekali tak tersentuh oleh hukum.
BACA: Getar Nusa Ungkap Misteri Dibalik Mutasinya Kajati NTT
Keputusan hakim malah menyasar ke Pengusaha, Paulus Watang (PW) selaku pembeli barang yang dijual kejati kepadanya dan Jaksa Djami Rotu Lede (DRL) yang medapatkan perintah dari atas (JP dan GK) untuk menjual aset tersebut.
PW divonis penjara 9 (Sembilan) tahun, ganti rugi keuangan negara 2,7 milyard dan subsidair 6 (enam) tahun penjara, sementara DRL 10 tahun penjara.
Kordinator Gerakan Brantas Korupsi Nusantara (GETAR NUSA) Florianus Sambi Dede, kepada VoxNtt.com mengatakan, ada mata rantai yang terputus dalam kasus penjualan Aset Sitaan Negara dari PT Sagared yang dijual Kejati NTT kepada PW pada Juli 2015 silam.
Menurut Dede, demikian ia disapa, berdasarkan kronologis yang dipelajari maupun fakta persidangan yang diikutinya sejak awal hingga putusan hukum, secara telanjang telah menampilkan peran (turut melakukan secara bersama) JP, GK dan DRL.
Dalam rangkuman fakta persidangan yang kini dipegangnya, DRL secara gamblang menjelaskan peranan GK di Pengadilan.
Menurut DRL, GK terlibat penuh dalam proses penjualan aset tersebut kepada PW.
Hal ini dikatakan DRL karena GK ikut dalam pertemuan sejak awal sampai proses transaksi dilakukan, baik saat pertemuan di Kejati maupun di luar seperti, di hotel Aston dan restoran Nelayan Kupang.
BACA: PMKRI Sebut Petinggi Kejati NTT Terlibat Kasus Jual Aset Negara
Kata dia, GK kerap menjadi penghubung antara PW dengan JP dan beberapa kali memfasilitasi PW bertemu dengan JP, di Kejati NTT untuk membicarakan jual beli aset ini.
Dari pertemuan itu, JP menyuruh PW, membuatkan proposal penawaran pembelian barang tersebut.
Menindaklanjuti permintaan JP, GK kemudian memerintahkan DRL untuk membuatkan Proposal dan ditanda tangani PW.
Beberapa saat setelah pembuatan Proposal tersebut, dikeluarkanlah surat perintah (SPRINT) dari Kajati JP kepada DRL untuk mengamankan barang tersebut.
Dan berdasarkan SPRINT ini barulah gedung PT. Sagared itu dibongkar guna diambil barangnya.
Keterangan lain dari DRL adalah GK turut menerima uang senilai Rp. 20.000.000,00 dalam bentuk barang untuk disumbangkan ke Gerejanya dari hasil jualan barang sitaan itu, dan diantar sendiri oleh DRL ke Gereja yang diminta GK.
Selain dari DRL, GK juga menerima uang senilai Rp. 10.000.000,00 dari PW.
Kepada media ini Dede mengatakan bahwa dalam pertemuan di beberapa tempat yang disebutkan, GK kerap memberikan jaminan kepada PW bahwa dia akan berada di belakang PW dan membantu untuk melancarkan seluruh proses transaksi jual beli aset yang dimaksud karena dia mempunyai akses untuk itu.
Karena itu kata dia, GK dan JP harus diperiksa.
“Ya keduanya harus diperiksa untuk dimintai tanggung jawab atas perannya masing-masing, terlebih JP selaku Kajati harus bertanggung jawab akan SPRINT yang dikeluarkannya itu” tegas Dede.
Selain JP dan GK, Dede juga meminta agar Mas Tulus yang membeli barang yang sama pada 2011 lalu juga diperiksa, karena posisi Mas Tulus sama dengan PW dalam hal ini, sebagai pembeli barang.
Ada pun pengusaha lain yang membeli barang dari PW yakni Samy dan Fredy Ongkosaputra juga harus dimintai pertanggung jawaban.
Sagared adalah perusahaan pabrik batu marmer yang terletak di kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan (TTS).
Asetnya dirampas negara dalam perkara korupsi terpidana Adrian Herling Waworuntu, MBA Cs dan Paulina Lumowa melalui putusan Mahkamah Agung (MA) No. 138K/PID/2005. Tanggal 25 September 2005.
Namun kuasa untuk mengamankan aset ini diberikan kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, bukan kepada kejati NTT sehingga menurut DRL, perintah yang dikeluarkan JP juga salah.
Tak berbeda dengan DRL, PW yang semula didatangi DRL untuk menawarkan Aset itu. Yang kemudian dipertemukan dengan GK dan GK mempertemukan PW dengan JP hingga sampai pada proses jual beli Aset tersebut.
Namun sampai saat ini, JP dan GK tidak diproses tetapi PW yang membeli barang dari mereka dijatuhi hukuman.
Hal ini menurut PW ini semua sudah dijelaskan secara gamblang saat persidangan tetapi tidak dipertimbangkan hakim. PW juga menyayangkan proses hukum yang tebang pilih.
BACA: Hakim Dinilai Tidak Profesional dalam Putusan Paulus Watang
“Saya sangat menyesal, saya ditipu oleh DRL, GK dan JP, mereka yang jual barang di saya masa saya dihukum sementara mereka yang jual ke saya tidak dihukum, kalau saya tahu sebelumnya bahwa barang ini barang bermasalah tidak mungkin saya jual” Kesal PW.
Sebelumnya pada Selasa (10/1/2017) usai putusan atas perkaran ini, saat diwawancara wartawan media ini di depan Pengadilan tipikor Kupang, Pengacara Palus watang, Fransisco Bernando Bessi mengatakan tuntutan JPU banyak yang di luar Fakta Persidangan dan itu yang dipakai oleh hakim dalam memutuskan Perkara yang menjerat kliennya itu.***(BJ/Von)
Foto Feature: Gaspar Kase, Djami Rotu Lede dan Paul Watang saat membahas jual beli aset eks PT.Sagared di Hotel Aston, Kota Kupang, tanggal 18 April 2015 lalu.