Oleh: Addy Farant*
Berbicara tentang kekayaan alam di Indonesia nampaknya tidak akan pernah ada habisnya. Potensi kekayaan alam ini membentang luas dari Sabang hingga Merauke. Seperti di pulau Flores misalnya. Berbagai macam potensi dimiliki oleh Pulau yang berjuluk pulau bunga ini. Namun potensi ini tidak sepenuhnya dimaksimalkan oleh pemerintah dan masyarakat setempat.
Flores merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki begitu banyak potensi dan sumber daya alam. Tidak terkecuali di wilayah pesisirnya.
Potensi wilayah pesisir pulau Flores tidak semata-mata hanya dihasilkan dari produksi akan ikan dan hewan laut lainnya, melainkan masih banyak potensi lain yang belum dimaksimalkan oleh masyarakat setempat.
Di Reo, Kabupaten Manggarai Tengah misalnya sebuah kota kecil di utara Flores yang masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Manggarai.
Berada di pesisir, Reo memegang peran sentral bagi Manggarai, bahkan Flores pada umumnya.
Di kota inilah terdapat pelabuhan Niaga Kedindi, sebagai pintu gerbang perdagangan dan distribusi barang dari dan keluar wilayah Flores.
Di kota kecil ini pula terdapat pelabuhan kapal tanker Pertamina yang ingin memasok kebutuhan bahan bakar minyak ke seluruh wilayah Flores.
Tulisan ini memang tidak sedang membahas tentang hiruk pikuk industri dan perdagangan di Reo. Namun dibalik hiruk pikuk lalulintas ekonomi tersebut, ada jeritandari para petani garam yang berjuang dibalik ramainya kesibukan industri dan perdagangan di kota Reo.
Di pesisir kota inilah terdapat beberapa lahan usaha milik petani garam yang memiliki potensi begitu besar, namun sayang terabaikan.
Diketahui luas lahan pertanian garam dari masyarakat pesisir Reo mencapai sepertiga dari luas wilayah pantai yang dimilikinya.
Hal ini menggambarkan pada kita betapa luas dan besarnya lahan usaha milik masyarakat ini. Bayangkan berapa hasil yang dapat diraih dan berapa keuntungan yang dapat diperoleh oleh para petani garam ini.
Apabila lahan usaha pertanian garam milik masyarakat Reo ini dioptimalkan, bukan tidak mungkin produksi garam Reo akan mampu mencukupi kebutuhan garam di Manggarai, bahkan di Flores.
Akan tetapi fakta berbicara lain. Segala keuntungan dan perhitungan hanya menjadi angan-angan dan mimpi panjang bagi para petani garam di Reo.
Hal ini dikarenakan sikap pemerintah daerah setempat yang cenderung menutup mata dan telinganya. Bagi pemerintah usaha garam hanya sekedar usaha sampingan yang tak tentu penghasilannya dan sangat tidak menjanjikan.
Ini sedikit tidak adil bagi para petani garam. Pemerintah seharusnya mendukung usaha para petani garam ini dengan cara memfasilitasi dan mengorganisir para petani, atau bahkan pemerintah harus menyiapkan sebuah lembaga atau unit usaha yang dapat menampung hasil produksi garam dari para petani ini.
Apabila pemerintah bisa membantu dan mulai memfasilitasi petani garam ini, maka tidak akan pernah terdengar lagi tangisan dan jeritan mereka.
Petani garam akan semakin sejahtera, Flores tidak perlu mendatangkan garam dari luar lagi, dan tentunya daerah akan mendapat pemasukan dari hasil usaha garam ini.
Oleh karena itu, demi memaksimalkan setiap potensi yang ada pada masyarakat dan alam, kiranya pemerintah bisa diajak bekerja sama dan saling bahu membahu dengan masyarakat untuk membangun NTT yang lebih sejahtera ke depannya.
Penulis adalah warga NTT tinggal di Pulau Dewata, Bali