Kota Kupang, VoxNtt.com-Maraknya berita hoax yang berseliwuran di media sosial menjadi ancaman tersendiri dalam interaksi sosial masyarakat khususnya mahasiswa.
Menanggapi fenomena ini, redaksi VoxNtt.com memberikan pendidikan literasi media kepada sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Kecamatan Ruteng, Lelak dan Rahong Utara (Permaperu) Kupang, Sabtu (28/01) di Aula Sanlima, Kota Kupang.
Literasi media adalah istilah yang makin populer untuk menyebut berbagai aktivitas terkait dengan sikap kritis terhadap media.
Acara ini dihadiri oleh 30-an mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Kota Kupang, ibu kota provinsi NTT.
Pada pemaparan materi, Irvan Kurniawan, pemimpin redaksi VoxNtt.com menyampaikan bahwa materi ini sangat penting mengingat pemahaman kaum muda lebih khusus mahasiswa masih rendah dalam mengeritisi isu hoax di media sosial.
“Banyak dari antara kita yang tertipu dengan berita hoax lalu tanpa pikir panjang membagikan berita-berita di akun facebook kita” kata Irvan.
Masalahnya, lanjut Irvan, memeriksa kebenaran kabar hoax tersebut membutuhkan jerih payah yang besar ketimbang sekadar membagikan kabar.
“Kegiatan ‘sentuh layar’ untuk menyalin dan meneruskan pesan tidak perlu banyak energi. Dengan begitu orang berlomba-lomba menjadi penerus pesan. Setidaknya dia masuk dalam golongan orang yang up to date” jelasnya yang disambut tawa para peserta.
Karena itu, ia menyampaikan pentingnya bagi seorang mahasiswa untuk memiliki sikap kritis, logis, dan berdasarkan fakta.
Ketiga perangkat ini menurutnya adalah senjata ampuh dalam melawan berita hoax yang makin memicu disharmonis dalam masyarakat.
Budaya Komentar
Teknologi dunia maya adalah teknologi yang luar biasa. Namun teknologi itu juga dengan cepat melahirkan budaya komentar.
“Siapa saja bisa dan boleh bekomentar, tak peduli komentar itu melukai dan menyinggung orang lain” jelas Ancik Habur, salah satu journalist VoxNtt.com.
Teknologi dunia maya ini jelas Ancik bukan suatu bencana, melainkan mempermudah manusia jika setiap netizen memiliki sikap kritis.
Sepaham denga Irvan, Ancik juga mengajak peserta untuk memiliki sikap kritis dalam menyikapi informasi hoax di dunia maya.
“Ingat jari tangan kita menentukan siapa diri kita di media sosial” pesan Ancik yang juga mantan ketua Permaperu Kupang periode 2010/2011.
Ciri Berita Hoax
Cara paling mudah untuk mengetahui apakah berita yang kita baca hoax atau tidak dengan melihat sumber berita tersebut.
Media-media yang terpercaya dan kredibilitas keabsahan beritanya sudah diakui dan terbukti.
Misalnya, dengan mencari berita di situs-situs yang sudah jelas siapa saja susunan redaksinya, alamat kantor beritanya, dan bukan situs berita anonim yang tidak jelas alamat dan identitas redaksinya.
“Situs berita yang menampilkan alamat kantor dan susunan redaksinya merupakan situs berita yang bertanggung jawab” ungkap Ancik.
Selain itu Irvan menambahkan ciri berita hoax seperti:
Pertama, berita pertama kali didistribusikan melalui email, mailing list, forum, blog, facebook, yang kemudian disebarluaskan via twitter.
Kedua, isinya bertentangan dengan logika umum dan ilmu pengetahuan atau terdapat kontradiksi dengan fakta yang sudah umum diketahui.
Ketiga, menggunakan istilah yang terkesan ilmiah, yang memanfaatkan ketidaktahuan/keawaman pembaca.
Keempat, bangunan kalimat yang mendorong pembaca untuk menyebarluaskan pesan tersebut.
Kelima, sumber berita tidak jelas identitasnya.
Setelah pemaparan materi berlangsung, peserta kemudian diberi kesempatan untuk bertanya.
Salah satu peserta menanyakan tentang sikap pemerintah dalam mengatasi berita hoax tersebut.
“Ketika ada berita hoax yang membuat kita resah, apa sikap pemerintah kak? tanya Filmona Matrila Ujut, salah satu peserta.
Atas pertanyaan itu, Ancik Habur menjelaskan soal undang-undang Informasi dan Teknologi (ITE) yang merupakan salah satu sikap pemerintah.
Namun uu tersebut kata dia, belum mampu mengatasi pengaruh berita hoax di kalangan masyarakat.
Karena itu alumni FKIP Undana ini, menyarankan pemerintah untuk mencanangkan pendidikan literasi media agar menjadi mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.
“Jika dimasukan dalam kurikulum maka sejak dini siswa dilatih untuk kritis terhadap pemberitaan media” jelasnya.
Sementara itu, Rofinus Madi, ketua umum Permaperu yang ditemui VoxNtt.com usai kegiatan mengaku senang.
Pasalnya, Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) kali ini disuguhkan dengan berbagai materi praktis yang menjadi masalah mahasiswa.
Salah satu materi yang menurutnya berkesan selain Pendidikan Literasi Media adalah materi yang diberikan Pius Rengka tentang dinamika kelompok dan manajemen konflik.
Menurut Madi, materi ini sangat relevan dengan dinamika organisasi mahasiswa yang sekarang ia pimpin.
“Semoga MPAB kali bisa menghasilkan kader Permaperu yang kreatif, kritis dan tangguh” harap Madi. (AJ/BJ/VoN)