Oleh: Erick Adu
Siswa XI Sosial, SMA Seminari Pius XII Kisol
Dunia pendidikan tidak luput dari berbagai tantangan dan hambatan yang diakibatkan merebaknya COVID 19.
Pada tataran praktis, proses pembelajaran konvensional yaitu tatap muka antara para siswa dan guru selama pandemi ini tidak dapat dijalankan karena adanya aturan dan protokol pemerintah untuk selalu menjaga jarak dengan orang lain (physical distancing).
Menanggapi situasi ini, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud menetapkan kebijakan BDR (Belajar dari Rumah) bagi para peserta didik.
Namun dalam pelaksanannya kebijakan ini banyak menuai kritikan dari sebagian masyarakat, khususnya dari para peserta didik dan orang tua.
Ditengarai bahwa proses pembelajaran dari rumah ini tidak efektif terutama karena adanya perbedaaan atmosfer belajar yang begitu mendasar antara proses belajar di sekolah dan proses belajar di rumah.
Di samping itu, ketiadaan infrastruktur pendukung semisal jaringan internet menjadi problem tersendiri yang ditemui para siswa selama menjalani proses belajar dari rumah.
Semua kritik yang disuarakan itu tentu saja terarah pada pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Namun dalam situasi kritis seperti ini pemerintah pun tak dapat berbuat banyak.
Di satu sisi pendidikan mesti tetap berjalan, mengingat para peserta didik harus mengejar materi pelajaran serta mencukupi asupan ilmu pengetahuan dalam kapasitasnya sebagai pelajar. Namun, di sisi lain pemerintah dan sekolah sebagai stakeholder utama tak mampu berbuat banyak dalam situasi darurat seperti sekarang ini.
Hal ini tentu menimbulkan kecemasan. Hemat saya, revolusi berpikir dan spirit membangun metode belajar yang efektif-konstruktif bisa menjadi langkah strategis untuk menjawabi persoalan yang ada.
Spirit konstruktivistik
Kita selama ini barangkali terlalu nyaman terbenam dalam kerangkeng berpikir klise tentang dunia pendidikan. Para peserta didik kerapkali dianggap seperti “ botol kosong” yang siap diisi aneka pengetahuan.
Tanpa disadari hal ini justru menumbuhkan watak parasitisme (baca : ketergantungan) dalam diri para siswa. Akibatnya, ketika menjalani masa darurat yang mereduksi bahkan menghilangkan aktivitas tatap muka dengan para guru seperti yang tengah terjadi saat ini, siswa cenderung kebingungan dan kehilangan gairah belajar.
Padahal, sejatinya siswa mesti menjadi yang subjek aktif dalam mengolah dan mengembangkan informasi dan pengetahuan. Dengan kata lain, proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh para siswa perlu bernafaskan spirit kemandirian dan kebebasan berpikir.
Salah satu metode belajar yang sejalan dengan konsep ini adalah metode belajar konstruktivistik. Metode belajar konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan berpikir, yaitu kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya mengkonstruksi pengalaman berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif dan refleksi serta interpretasi (http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-konstruktivistik.html , diakses 06 mei 2020).
Metode belajar ini beraksentuasi pada upaya siswa dalam menggali pengetahuan dengan menjembatani pengalaman konkret, interaksi lingkungan serta refleksi berikut interpretasi atas realitas hidupnya.
Dengan kata lain, siswa menjadi subyek yang aktif dalam mengolah dan mengembangkan pengetahuan. Maka dalam praksisnya pun, keberadaan guru bukan lagi menjadi poros utama pengembangan pengetahuan melainkan menjadi fasilitator dalam proses pengembaraan intelektual para siswa.
Hal itulah yang menjadi alasan mendasar mengapa metode ini sangat relevan untuk diimplementasikan selama proses belajar dari rumah. Mengingat intensitas tatap muka dengan guru yang terbatas serta fasilitas yang kurang memadai, maka peserta didik pun mesti membangun proses pembelajaran secara mandiri.
Dengan metode ini keberhasilan belajar siswa tidak lagi dideterminasi oleh pihak ketiga (Guru dan media pembelajaran) tetapi ditentukan sendiri oleh para peserta didik.
Salah satu hal yang dilakukan oleh para guru selama masa belajar dari rumah adalah pemberian tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa. Dalam kerangka metode belajar konstruktivistik, tugas-tugas itu tidak boleh menjadi “beban” yang mesti dipikul oleh para siswa tetapi sebagai titik tolak untuk mengarungi proses pengembaraan intelektual.
Maka, pertanyaan-pertanyaan dalam tugas itu mesti benar-benar mendorong siswa untuk memahami materi ajar serta secara kreatif mengolah dan mengembangkan pengetahuan yang diperolehnya dari tugas tersebut.
Aneka pengalaman hidup harian di sekitar siswa juga menjadi referensi yang bisa memperkaya pemahaman dan proses konstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri.
Dengan itu, proses pembelajaran yang dijalankan secara mandiri itu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Hal itu sesuai dengan proses pendidikan dan pembelajaran yang ideal yaitu pendidikan yang menjunjung tinggi kebebasan berpikir dan kreativitas. Pendidikan tidak lagi menjadi sesuatu yang membelenggu tetapi sesuatu yang memerdekakan siswa.
Selain itu, elemen penting lain dalam spirit belajar konstruktivistik adalah membangun kesadaran kritis dalam diri setiap peserta didik.
Kebebasan dan kreativitas siswa dalam mencari dan mengolah aneka pengetahuan dari berbagai sumber (buku-buku, internet, dan pengalaman hidup harian) pada gilirannya membentuk cara berpikir dan kesadaran kritis dalam diri siswa.
Hal itu dimungkinkan karena tidak seperti proses pembelajaran konvensional yang hanya menekankan peran guru sebagai sumber informasi, metode konstruktivistik memberikan kesempatan yang besar kepada siswa untuk mencari dan mengolah berbagai informasi dan pengetahuan.
Di sini, semangat eksplorasi siswa untuk mencari, mengolah, dan membuat komparasi antar berbagai informasi yang diperolah sangat ditekankan.
Siswa tidak lagi bergantung pada orang lain (baca: guru) dalam proses pencarian pengetahuan tetapi secara mandiri menemukan dan mengolah informasi/pengetahuan yang didapatkannya.
Dengan berbekalkan informasi atau pengetahuan yang diperolehnya itu, siswa dapat saja mengkritisi atau mempertanyakan lagi berbagai pengetahuan yang telah diperolehnya pada kesempatan belajar di kelas.
Lebih jauh, kesadaran dan cara berpikir kritis itu bisa menjadi senjata ampuh dalam menghalau informasi bohong atau hoaks yang cukup banyak berkelindan di tengah pandemi COVID 19 ini. Membaca redaksi berita secara jeli, mengedepankan watak verifikasi dan falsifikasi, atau dengan kata lain selalu meninjau kredibilitas dari suatu informasi, membantu siswa agar tidak terjebak dalam kubangan fake news atau informasi hoaks merupakan buah-buah proses pembelajaran yang menekankan kesadaran dan cara berpikir kritis.
Akhirnya, dukungan dari pemerintah dan keluarga tetap dibutuhkan untuk menunjang seluruh proses pembelajaran selama menjalani proses belajar dari rumah.
Penyediaan tontonan edukatif, mendorong media massa untuk menberitakan informasi edukatif-konstruktif, serta penyedian protokol yang jelas terkait pembelajaran selama proses belajar dari rumah merupakan beberapa langkah ideal dan strategis yang dapat diambil pemerintah.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah penyediaan atmosfer belajar yang nyaman di rumah oleh pihak orang tua.