Betun, Vox NTT-Revolusi Pertanian Malaka yang dicetuskan Bupati Stefanus Bria Seran, tampaknya belum merata menyasar para petani khususnya di pesisir pantai selatan Malaka.
Buktinya, ada petani tradisional kacang hijau yang tidak pernah disentuh oleh RPM (Revolusi Pertanian Malaka), namun hasilnya bertani justru sangat memuaskan.
Di kecamatan Malaka Barat, desa Umatoos, tepatnya di dusun Belout, Agustinus Klau nyaman bertani kacang hijau di atas lahannya seluas 1 hektar.
Tampak di atas lahan milik pribadinya itu, tanaman kacang hijau tumbuh subur dan padat. Daunnya lebar dan hijau, tanpa cacat oleh serangga.
Ditemui VoxNtt.com, Agus Klau bersama istrinya Filomina Abuk sedang membersihkan rumput di dalam kebun kacang hijau mereka.
“Ini lahan milik sendiri. Saya bersama istri yang kelola sendiri, tanpa bantuan pemerintah, apalagi RPM itu. Luasnya sekitar 1 hektar dan saya tanami kacang hijau semua,” tutur Agus Klau kepada VoxNtt.com, Selasa (04/08/2020).
Agus Klau memprediksi akan panen sekitar bulan September nanti. Jika sudah panen, dia akan menjual dan sisanya akan dijadikan bibit untuk musim berikutnya.
“Per kilo kalau musim panen itu sekitar Rp. 10.000. Biasanya saya bisa hasilkan 3 ton saat panen, itu tanpa diberi pupuk. Lumayan untuk bertahan hidup,” tambahnya.
Ketika ditanya soal program unggulan RPM yakni Bawang Merah, dirinya mengaku pernah sekali bersama kelompok tani mencoba tanam, namun gagal.
Menurutnya, program unggulan RPM itu bagus, namun petani kurang pendampingan khususnya terkait bagaimana cara merawat bawang merah tersebut. Akibatnya, bibit yang dibagikan oleh pemerintah tersebut gagal tumbuh dengan baik sehingga mereka gagal panen.
“Kami masih sangat awam untuk Bawang Merah itu. Pernah sekali bersama kelompok tani, tapi gagal. Ya mungkin karena kurang pendampingan dari pemerintah. Maklum, kita biasanya bertani kacang hijau saja,” kata Agus Klau.
Agus menuturkan, dirinya lebih memilih bertani kacang hijau dibandingkan bawang merah. Hal ini karena sejak zaman remaja hingga saat ini, dirinya sudah biasa bertani kacang hijau dan hasilnya memuaskan. Alasan lain menurut Agus adalah harga jual.
“Bawang merah perawatannya rumit dan harga jualnya anjlok. Kalau kacang hijau, perawatannya tidak susah dan harga jualnya sangat bagus. Bawang merah tidak bisa bertahan lama kalau habis dipanen. Kelamaan bisa busuk, tapi kalau kacang hijau makin lama disimpan, harga jualnya bagus dan tidak rusak kacangnya,” kata Agus membandingkan Bawang Merah dan kacang hijau.
Terkait kesejahteraan petani tradisional di Malaka, Agus Klau berharap agar pemerintah dapat menyediakan Koperasi Tani agar dapat menampung hasil dari petani.
Hal ini menurut Agus agar harga hasil bertani mereka, terutama kacang hijau mendapatkan harga yang bagus.
” Koperasi Tani itu maksudnya supaya hasil kami ini jangan jatuh di tangan tengkulak. Ini untuk kesejahteraan para petani kacang hijau di Malaka,” usul Agus, tertuju untuk pemerintahan setempat.
Penulis : Frido Umrisu Raebesi
Editor: Irvan K