Oleh: Alfred Tuname
Selamat datang Raja Salman!
Salman bin Abdulaziz al-Saud, Raja Arab Saudi, telah tiba di Jakarta (1//2017). Tidak tangung-tanggung ia membawa serta rombongan yang terdiri dari 1.500 orang.
Kedatangan Raja Salman tersebut disambut gembira oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar, kedatangan raja Arab Saudi menjadi simbol kedekatan antara negara Arab Saudi dan Indonesia.
Sebagai perayaan atas relasi erat itu, pemerinah Joko Widodo alias Jokowi tidak tanggung-tanggung dalam menyambut penguasa Arab Saudi itu.
Pengamanan berlapis, rescheduling penerbangan di Bandara Halim Perdana Kusama, sambutan dan jamuan yang mewah dan lain sebagainya disiapkan secara sungguh-sungguh. Jokowi ingin memberikan kesan baik kepada Arab Saudi.
Selain kesan, tentu saja pemerintah Indonesia ingin tetap mempertahankan negara Arab Saudi sebagai mitra yang baik dalam kerja sama ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Begitu pun sebaliknya, Raja Salman ingin mempertahankan dan bahkan meningkatkan kerja sama yang baik antara Arab Saudi dan Indonesia. Dasarnya adalah meningkatkan kesejahteraan di dua negara tersebut.
Hegemoni Ekonomi
Indonesia merupakan satu dari beberapa negara di Asia (Malaysia, Jepang, Brunei dan China) yang akan dikunjungi oleh Raja Salman.
Kunjungan kenegaraaan Raja Salman tentu bukan sekadar vakansi turisme. Kunjungan tersebut harus dimengerti sebagai bagian dari strategi diplomasi politik untuk menguatkan sektor ekonomi negara.
Kita ingat pemikir ekonomi-politik Italia, Antonio Gramsci, “di belakang politik ada ekonomi”.
Kondisi ekonomi negara Arab Saudi dengan mengalami penurunan. Ketergantungan pada sektor minyak menyulut penurunan ekonomi negara Arab Saudi. Penerimaan negara terus menurun seiring harga minyak yang tidak stabil dan cenderung buruk.
Untuk itu, diversifikasi ekonomi adalah jalan keluar untuk mengatasi kebuntuan ekonomi tersebut. Prinsipnya, never put all eggs into one basket.
Sektor perdagangan dan investasi menjadi poin penting dalam pembicaraan dua kepala negara. Kerja sama perdangan dan investasi akan membantu menguatkan masing-masing negara.
Di sini, keunggulan komparatif dan kompetitif masing-masing negara menjadi dasar pertimbangan kerja sama, khusus Arab Saudi dan negara-negara di Asia.
Bahwa kemesraan relasi Arab Saudi dan Amerika mendapat dikoreksi. Dominasi intervensi Amerika terhadap sektor perdangan (minyak) di Arab Saudi ternyata memberi andil pada penurunan kondisi ekonomi Arab Saudi.
Apalagi kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump yang anti-perdagangan akan menyulitkan Arab Saudi.
Oleh karena itu, Arab Saudi akan mengatur ulang perdagangan minyak untuk Asia. Dikatakan, Arab Saudi akan meyakinkan China (pengimpor minyak terbesar) untuk melakukan investasi kilang minyak di Arab Saudi.
Selain itu, Arab Saudi terus mendorong investor-investor Asia untuk membeli minimal 5% saham perusahaan minyak Saudi Aramco (go public pada tahun 2018).
Sementara itu, “jalan lain” atau diversifikasi ekonomi menjadi sangat penting bagi negara Arab Saudi.
Para analis mengatakan, diplomasi Raja Salman di Asia akan diikuti dengan investasi (foreign direct investment) Arab Saudi di bidang logistik, infrastruktur dan teknologi.
Kebijakan diversifikasi ekonomi tersebut secara tidak langsung akan menguatkan hegemoni ekonomi Arab Saudi di Asia.
Di Indonesia
Kedatangan Raja Arab Saudi, Salman bi Abdulaziz al-Saud, disambut secara positif oleh pemerintah Indonesia. Design ekonomi politik dikuatkan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dalam negeri.
Maka kuda-kuda diplomasi dilakukan untuk mendapat kepercayaan keRajaan Arab Saudi.
Hasilnya, pemerintah Indonesia-Arab Saudi menjalin 4 kesepakatan kerja sama ekonomi. Pertama, kerja sama pengembangan ekonomi usaha kecil dan menegah.
Kedua, kerja sama bidang kelautan dan perikanan. Ketiga, kerja sama perdagangan.
Keempat, pendanaan Arab Saudi untuk pembiayaan proyek pembangunan. Kerja sama ekonomi akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurut data BKPM, realisasi investasi Arab Saudi di Indonesia (2012-2016) mencapai 34, 5 juta dolar AS. Sektor investasi yang digarap Arab Saudi adalah industri kimia dasar, farmasi, hotel dan restoran, perdangangan, pertambangan, perumahan dan kawasan industri serta perkantoran, dan jasa lainnya.
Investasi Arab Saudi diharapkan mencapai 25 miliar dolar pasca kunjungan Raja Salman. Investasi tersebut akan menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional. “Money is always eager and ready to work for anyone who is ready to employ it”, tulis Idowu Koyenikan.
Pada tahun 2014, ekonomi tumbuh 5,02 %. Tahun 2015, ekonomi Indonesia terpangkas menjadi 4,88%.
Tetapi pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami rebound menjadi 5,02%.
Tahun 2017, target pertumbuhan ekonomi Indonesia masih realistis yakni sebesar 5,1%. Target pertumbuhan ini akan bisa tercapai apabila investasi asing (foreign direct investment) terus meningkat, salah satunya kerja sama investasi langsung Arab Saudi.
Akan tetapi, tugas berat pemerintah Indonesia adalah harus terus menjaga iklim investasi yang aman.
Hal itu ditandai dengan situasi politik yang kondusif, tata pemerintahan yang efektif dan bersih (clear and clean governance), pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan sistem hukum yang bersih dan adil.
Kata Jokowi pada Asia African Conference Commemoration Indonesia 2015, “our challenges is your opportunities”. Kebutuhan akan investasi asing masih menjadi kendala dalam proyek pembangunan dalam negeri.
Bagi Arab Saudi, investasi dan diversifikasi ekonomi mungkin dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bagi kerajaan; bagi Indonesia, investasi Arab Suadi penting untuk mempercepat proses pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.***
Alfred Tuname adalah Direktur Lembaga Neralino (Network On Reform Action For The Well-being Of Indonesia)