Namaku Tak Lekang Waktu
Pada keriput wajahmu tertulis namaku
Engkaulah anak yang kukandung
Dalam rahim ini atas restu Tuhan
Berbaktilah agar cinta tetap bercahaya
Di tengah hembusan angin musim.
Hatiku berdebar bersama aliran sungai
Mengagumimu akan peluh setia
Yang kau wariskan di telapak tangan
Itulah goresan pusaka
terus berpusar
membuat langkahku pasti
Berjejak di atas pertiwi.
Bila ragaku tak berdaya
Aku terkenang akan tetes keringatmu
Yang terlebur dan terkristal
menjadi aku kini
Kecupanku pada wajahmu
Mengalirlah sejuk untuk setia
Hingga nanti
Tanpa galau oleh goncangan apa pun
Karena pada wajah keriput itu
Namaku tercatat tak lekang waktu.
Harare, Mei 2020.
Satu Teguk
Aku mencinta tanpa henti
Tiada hitungan matematis
Bahkan detak jantung pun
tak medeteksinya
Aku ada di dalam laju
bersama saat-saat yang lewat
Jangan kedip mata
karena sesal selalu datang
setelah satu teguk anggur tua.
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 28/04/2021
Tanpa Rembulan
Rintik senja tiada henti
hembusan dingin menjelajahi
tetes butiran rinai jatuh melepas hari
di sana kabut baluti jelita
hingga sandar lenyap pada pekat kelam
tiada lagi kisah
tiada lagi senyum
tiada lagi tawa ria
antara fajar dan senja
selesailah sudah di ujung hari ini
ditelan rintik berkawan dingin
mengawal laskar gelap bernama malam
tanpa rembulan.
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 30/04/2021.
Sampai di Manakah?
Senja menarasikan nostalgia kisah hari ini dengan senyum unik tak seperti kemarin
Sedikit lagi goresan basah itu hanyut
Ditelan sunyi gelap malam
Di sana tiada rangkulan hangat kasih
Senja di sini hanyalah berteman padang ilalang berselimutkan belantara
Tiada samudra nan indah
Di sana ada senyum sejuk
Titip rindu pada hati yang tak terjamah hari
Semesta nikmat hangat senja
tanpa bayar
karena sejati cinta itu tidak dijual
Ia mengalir tanpa henti
dan tak pernah bermuara
Entalah sampai di manakah?
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 29/04/2021.
Nama Itu
Aku tak tahu mengapa terbayang
pada nama itu
padahal telah lama sirna
ditelan debu pada semesta
hati telah pindah alamat
pada lukisan indah
hanyut dalam rangkulan kalem
Sebelum matahari pergi
kau tawarkan cinta untuk matahari
di lorong gelap hidupku
namun rasa itu kandas
namamu tak mungkin torehkan lagi
lihatlah perjalanan ini abadi
ziarah memiluhkan
dalam waktu segalanya tergores
bersama hangat cinta mengalir
masih ada matahari yang setia
Hatimu boleh berubah
tapi jangan biarkan cintaku
terengut oleh ganasnya badai
musim yang tak menentu
karena pintu sesal setia menanti
bila saat itu tiba
kau akan teringat pada nama itu
menyesal dan tetes air mata
peluklah waktu dan syukurilah
Harare, Juni 2020.
Yohanes Mau adalah salah satu penulis buku Antologi Puisi, “Seruling Sunyi untuk Mama Bumi.” Kini ia sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika