Oleh: Yohanes A. Loni
Pontius Pilatus adalah salah satu contoh pemimpin yang tidak mempunyai pendirian, berhati lemah, lebih mengutamakan kekuasaan daripada keadilan, dan hanya memikirkan keselamatan dirinya.
Pontius Pilatus memilih “cuci tangan” atas apa yang telah terjadi dan lebih takut pada masa depan politik kekuasaannya ketimbang membela kebenaran.
Pontius Pilatus merupakan seorang Gubernur Yudea (berkuasa selama kurang lebih sepuluh tahun) yang berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi.
Dia juga menjadi contoh pemimpin yang tidak mempunyai pendirian, berhati lemah, lebih mengutamakan kekuasaan ketimbang keadilan, dan memikirkan keselamatan dirinya sendiri, serta tidak bertanggung jawab.
Dia memilih “cuci tangan” atas apa yang sudah terjadi (baca: peristiwa hukuman atas Yesus). Dia lebih takut pada masa depan politiknya, masa depan kekuasaannya, dibandingkan dengan membela kebenaran.
Walaupun tidak menemukan kesalahan dalam diri Yesus, tetapi karena takut kepada orang-orang Yahudi yang berteriak-teriak dan akan melaporkan kepada Kaisar di Roma, dia akhirnya menjatuhkan hukuman salib kepada Yesus. Kekuasaan dan kedudukan telah menutup mata hatinya.
Integritas Pemimpin
Ketika kita berbicara tentang integritas politisi, itu berarti kita berbicara mengenai keutuhan dari pemimpin.
Artinya, pemimpin yang memiliki integritas diri dalam konteks ini bukan hanya soal kualitas kepribadian seseorang, melainkan relasi antara kualitas kepribadian dengan peran yang harus dimainkannya.
Integritas yang dimaksudkan di sini adalah kesepadanan antara kemauan diri dengan peran yang harus dimainkan seseorang. Seseorang pemimpin yang baik, belum tentu baik juga untuk melaksanakan peran dan tugas tertentu.
Peran itu memang bukan sesuatu yang muluk-muluk. Ia menuntut kemampuan mewakili rakyat dalam penyelenggaraan kekuasaan.
Dengan demikian, seorang pemimpin yang berintegritas adalah seseorang yang sungguh merakyat dan memahami pikiran dan perasaan rakyat. Kepekaan hati dan budi sangat penting dan menjadi syarat seorang pemimpin dapat dipercayai oleh masyarakat.
Secara sangat sederhana dapat dikatakan bahwa seseorang (pemimpin) yang berkualitas adalah seseorang yang memiliki kompetisi, berkomitmen, melaksanakan peranannya dan benar-benar hidup sebagai wakil rakyat.
Seseorang pemimpin haruslah bersih dari korupsi, jujur, tegas, dan memiliki semangat visioner untuk membawa masyarakatnya ke arah hidup yang lebih baik.
Hal ini sebagaimana mendapat tekanan khusus dalam surat gembala KWI 2014 tentang kriteria calon legislatif (Bdk. Surat Gembala KWI, Jadilah Pemimpin Yang Cerdas dengan Berpegang Pada Hati Nurani, 2014).
Militansi Pemimpin
Merujuk pada peluang kiprah pemimpin dalam dunia politik, maka saya hendak memberikan sedikit catatan bagi para (calon) pemimpin kita. Pada prinsipnya, dunia politik itu menjadi berkualitas karena para pemimpin memiliki kualitas diri.
Sehingga seperangkat hukum dan peratuan perundangan dalam dunia politik hanyalah sebuah instrumen lembaga politik. Ada lima poin untuk menjelaskan ini lebih jauh.
Pertama, seorang pemimpin mestilah pribadi yang memiliki kualitas intelektual yang baik agar dapat membaca permasalahan dan potensi yang ada untuk mengatasi masalah. Kualitas intelektual pemimpin bukan pertama-tama soal ijazah, melainkan kesanggupan untuk menggunakan pikiran untuk berpikir logis dan rasional.
Kedua, seorang pemimpin adalah pribadi yang matang secara emosional.
Artinya sanggup mempertanggungjawabkan kinerja dia dan menanggapi segala kritik sebagai masukan terhadap dirinya. Peran pemimpin sebagai figur publik menjadi penting di tataran ini.
Ketiga, seorang pemimpin yang baik perlu membina keimanan dan ketaqwaannya kepada Tuhan. Dia tahu bahwa tugas menjadi pemimpin adalah tugas yang dikehendaki Tuhan.
Namun, hidup spiritualnya bukan terletak pada sejumlah kehadiran dalam kegiatan ritual keagamaan, melainkan lebih pada penghayatan konkret imannya.
Ketidakseimbangan hidup iman dan tugasnya adalah bentuk penghinaan terhadap Tuhan.
Keempat, seorang pemimpin mestilah tahu bergaul dengan masyarakat dan ,sebagaimana sempat disinggung di atas, mampu membaca situasi masyarakatnya. Dia peka terhadap masyarakat dan mampu memberi solusi atas isu-isu kemanusiaan.
Kelima, seorang pemimpin yang baik harus mempunyai kehidupan moral yang baik dan ketahanan moral yang dapat diandalkan.
Moralitas adalah modal dasar seorang yang tidak pernah boleh berkurang. Skandal yang dibuatnya akan menjadi musuh dari sebuah kepercayaan masyarakat.
Kualitas-kualitas yang dipaparkan di atas barangkali sangatlah ideal. Akan tetapi, untuk membangun kualitas dari seorang pemimpin dibutuhkan sebuah proses perjuangan.
Berjalan dalam sebuah proses perjuangan ini tampak dalam beberapa hal, yakni perlu membangun kepercayaan diri ataupun menumbuhkan rasa percaya diri alih-alih terkurung oleh rasa rendah diri.
Ini juga berarti bahwa lobi dalam perjuangan politik bukan diukur oleh waktu dan momen pemilihan tetapi harus sudah ditanam dalam seluruh keseharian hidup dan karya.
Investasi kegigihan dan keberhasilan dalam berbagai kehidupan sangat menentukan.
Dengan kata lain, promosi diri jangan hanya dibuat ketika mau ada Pemilu. Perjuangan integritas pemimpin harus bermuara pada politik “martabat”.
Tujuan akhirnya berujung pada pengolahan imajinasi dan cita rasa kemanusiaan demi terwujudnya kebaikan bersama.
Yohanes A. Loni adalah Mahasiswa Awam STFK Ledalero, Semester VIII