Ruteng, Vox NTT- Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat harus pecat Kepala Dinas Pendidikan Linus Lusi atas tindakannya yang diduga membangkang terhadap hukum dan melantik Ferdinandus Tahu sebagai Kepala SMK Negeri 1 Wae Ri’i, Manggarai.
“Tindakan Linus Lusi memecat Yus Maria D. Romas sebagai kepala sekolah SMK Negeri 1 Wae Ri’i telah dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara dan putusannya telah inkracht. Kenapa Linus Lusi tidak mengaktifkan Yus Maria Romas kembali sebagai kepala sekolah sebagaimana perintah majelis hakim? Tindakan Linus Lusi merupakan tindakan membangkang terhadap hukum,” kata pengamat dan praktisi hukum, Siprianus Edi Hardum, SH, MH, Senin (20/12/2021).
Edi menegaskan, Pemerintah Provinsi NTT melalui Kepala Dinas Pendidikan seharusnya segera mengeksekusi secara sukarela dengan mencabut SK pemecatan atas Yustin Maria D. Romas dan memulihkan harkat dan martabatnya.
“Kenapa malah melantik kepala sekolah yang baru? Saya menduga ada permainan kotor dari Linus Lusi sehingga tidak menghiraukan putusan hakim,” kata dia.
Pada tanggal 17 Desember 2021 Kepala Dinas Provinsi NTT Linus Lusi telah melantik Ferdinandus Tahu sebagai Kepala SMK Negeri 1 Wae Ri’i yang baru.
Edi menegaskan, Linus Lusi melantik orang baru sebagai kepala sekolah bisa dimaknai, pertama, ia membangkang terhadap hukum.
Kedua, ia menampar muka Gubernur NTT, Menteri Pendidikan Nasional dan Presiden Jokowi.
Ketiga, patut diduga Linus Lusi ada permainan dengan kepala sekolah yang baru dilantik.
“Saya menduga Yustin Maria Romas dipecat karena ada permainan kotor,” kata dia.
Keempat, tindakan Linus yang tidak menghargai hukum sebenarnya sedang membuat pendidikan di NTT khususnya dan Indonesia umumnya berjalan mundur.
“Karena itu saya minta Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT segera copot Linus Lusi dari jabatannya,” kata dia.
Yang membuat masyarakat sakit hati dengan tindakan Linus Lusi, kata Edi, yakni melantik Ferdinandus Tahu sebagai kepala sekolah yang baru. Padahal, Ferdinandus Tahu sedang dilaporkan ke Polres Manggarai atas dugaan tindakan pidana pemalsuan terkait membuat presensi palsu.
“Saya minta Polres Manggarai segera tetapkan Ferdinandus Tahu sebagai tersangka, dan usut tuntas semua yang terlibat,” tegas Edi.
“Saya juga meminta Gubernur NTT agar segera copot Ferdinandus Tahu dari kepala sekolah, agar ia konsentrasi hadapi laporan di Polres Manggarai, dan kembali mengangkat Yustin Maria Romas sebagai kepala sekolah,” imbuh dia.
Senada dengan Edi, Yustin Romas juga meminta Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat segera mengeksekusi putusan hukum Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
Sebagai pencari keadilan Yustin sendiri memilih jalur untuk menyurati Gubernur NTT. Sebab ia adalah seorang ASN yang tahu membaca dan bekerja di bawah aturan menghadapi tindakan pemberhentian dirinya dari kepala SMK Negeri 1 Wae Ri’i.
Namun selama 21 hari, Yustin justru tidak memperoleh tanggapan terhadap surat tersebut.
Karena itu, dia mengambil jalan dengan mengajukan gugatan ke PTUN Kupang. Perkara itu pun kemudian bergulir.
“Saat pertama saya hadir dalam perkara di PTUN di Kupang, saya kemudian didekati oleh kuasa hukum dari pihak tergugat. Dan jawaban saya, saya tidak punya tempat kerja karena sejak saya diberhentikan itu, ada perberhentian dari kepala sekolah tapi tidak ada surat tugas baru untuk saya sehingga saya tidak tahu ditempatkan di mana. Saya mau kembali ke SMK Wae Ri’i saya punya nama dicoret dalam daftar hadir di sana,” terangnya dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Sabtu (18/12/2021).
“Lalu kalau saya dianggap diturunkan jadi guru biasa, mestinya saya diberi tugas mengajar atau saya dipanggil untuk menjalankan tugas. Saat mereka berhentikan saya itu saat saya sedang dalam situasi berduka dan terpapar Covid-19,” sambungnya.
Yustin mengisahkan, saat ia pergi ke SMKN 1 Wae Ri’i melihat tidak ada namanya dalam daftar hadir (absensi) guru di sekolah itu.
Kemudian ia menuliskan namanya menggunakan bolpoin di bagian bawah absensi itu. Selanjutnya menjalankan tugasnya sebagai ASN dengan disiplin.
Kemudian pada bulan Mei 2021, muncul surat tugas. Ia dipindahkan ke SMAN 2 Langke Rembong. Padahal, proses hukum sedang berjalan.
Surat tugas itu ternyata dibuat oleh Kadis P dan K Provinsi NTT pada bulan Januari.
“Ternyata surat tugas yang dibuat oleh Kadis P dan K itu dari tanggal 12 Januari, tapi disembunyikan tidak diberikan kepada saya. Yang membuat saya terkatung-katung berbulan-bulan, Frebuari-Maret sampai pertengahan April,” ungkapnya.
Saat pindah ke SMAN 2 Langke Rembong, lanjut Yustin, kuasa hukumnya mengabarkan bahwa, ada bukti absensi yang dikirim ke sana, di mana ia dituduh tidak disiplin dalam menjalankan tugas. Karena itu, ia mempertanyakan terkait absensi tersebut.
Padahal pada tanggal 3 Mei 2021, kata dia, Ferdinandus Tahu bersama Plt. Kepala SMKN 1 Wae Ri’i Stefanus Enga diduga membuat absensi palsu untuk kepentingan persidangan.
Absensi palsu ini menurut dia, dibuat untuk membantu Kadis P dan K dalam menjerat dirinya pada persidangan itu. Saat itu juga Fransiskus Jehoda seorang guru dihadirkan sebagai saksi dari pihak tergugat.
“Ternyata mereka membuat ulang absensi dan memasukan lagi saya punya nama, lalu mereka membuat saya tidak hadir semua. Bahkan hari Minggu yang sebenarnya hari libur juga, mereka bikin tanda tangan dan mereka kerjakan itu dalam waktu satu hari,” ujarnya.
“Absensi palsu ini saya dapat sebelum dijadikan barang bukti di PTUN Kupang dan untungnya saya memegang absen asli dan saya juga punya saksi dari pihak guru di SMKN 1 Wae Ri’i yang bisa mematahkan tuduhan mereka saat itu,” tambahnya.
Karena itu, ia melaporkan hal ini ke Polres Manggarai sebagai tindakan pidana karena dianggap merugikan dirinya dengan membawa bukti absensi itu. Dan, absensi yang diduga palsu itu juga muncul dalam persidangan tanggal 24 Juni 2021 di PTUN Kupang.
Dikatakan Yustin, absensi itu dipakai pihak tergugat dalam memori banding mereka saat di PTUN Kupang untuk naik banding ke PTUN Surabaya. Memori banding pun lebih mengarah ke bukti dugaan absensi palsu itu yang mengatakan dirinya tidak disiplin.
Padahal kata dia, tidak disiplinnya dirinya karena tidak ada tempat tugas baru. Dan absensi itu juga digunakan sebagai ancaman untuk memberhentikan dirinya dari ASN tidak dengan hormat.
“Akhirnya sampai dengan hari ini ancaman itu mereka tidak lakukan karena mereka tahu bahwa itu sudah bergulir di Polres Manggarai,” ungkapnya.
Perakara itu pun, kata Yustin, dilaksanakan di PTUN Surabaya dan putusannya ia tetap menang, di mana sudah dilakukan putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Adapun Putusan PTUN Surabaya, dengan No. 207/B/2021/PT. SBY. tertanggal 02 November 2021, atas gugatan Yustin Maria D. Romas, S. Pd. Ek mantan Kepala SMKN Wae Rii, Kabupaten Manggarai.
Yustin pun masih menunggu eksekusi terhadap putusan tersebut. Namun, malah Kadis P dan K Provinsi NTT memberikan SK terhadap kepala sekolah baru dan mengabaikan putusan PTUN Surabaya.
“Jadi saya coba konsultasi dengan LBH dan LBH menyampaikan bahwa kita menunggu niat baik mereka untuk mengeksekusi keputusan ini secara sukarela. Sebab jika 90 hari nanti mereka tidak mengeksekusi nanti, maka kita menggunakan lagi surat ke PTUN untuk PTUN yang mengeksekusi sendiri atas putusan itu,” ungkapnya.
Namun, kata dia, pihaknya sedang menantikan eksekusi putusan itu dan pada tahun 2020 tidak ada lelang jabatan untuk posisi Kepala SMKN 1 Wae Ri’i. Karena saat itu ia masih aktif menjadi kepala sekolah dan masa jabatannya belum berakhir.
Sayangnya, lanjut dia, tanggal 17 Desember 2021 ada pelantikan kepala sekolah baru, yakni Ferdinandus Tahu. Padahal, Yustin menyebut Ferdinandus sedang dilaporkan ke polisi atas dugaan pembuatan absensi palsu.
Menurutnya, pelatikan kepala sekolah yang baru ini adalah cacat hukum dan dianggap mengabaikan keputusan PTUN Surabaya. Apalagi SMKN 1 Wae Ri’i ini sedang dalam perseteruan.
“Dengan dilantiknya kepala sekolah yang baru itu berarti pengangkatan kepala sekolah tersebut tidak sesuai dengan prosedur, sehingga diduga ada konspirasi antara Kadis P dan K dan kepala sekolah yang baru. Diduga ia punya ambisi untuk posisi menjadi kepala sekolah di SMKN 1 Wae Ri’i,” kata Yustin.
Apalagi kata dia, kepala SMKN Wae Ri’i yang baru ini tidak pernah diuji untuk mengisi lowongan jabatan kepsek. Hal itu diketahui dari sekolah tersebut tidak pernah membuka lowongan.
“Dan, kepala sekolah yang dilantik kemarin mengikuti seleksi di SMKN 1 Borong bukan di SMKN 1 Wae Ri’i,” katanya.
Yustin juga menuntut kepala dinas segera memperhatikan haknya selama 1 tahun sebagai kepala sekolah selama 2 periode (8 tahun).
“Saat di tahun yang ketujuh saya diberhentikan dari kepala sekolah,” terang Yustin.
“Saya minta mereka kembalikan dulu hak saya, kan saya tidak terbukti bersalah. Ini demi harga diri saya dan harga diri lembaga,” ungkapnya.
Ia mengaku sangat menaruh kepercayaan terhadap Gubernur NTT yang tentunya sangat objektif dalam memutuskan persoalan itu.
“Saya juga tahu tidak sedang berperkara dengan pak Gubernur karena pak Gubernur sudah melimpahkan urusan teknis tekait urusan teknis pendidikan itu di kepala dinas, sehingga persoalan ini ditangani oleh kepala dinas,” ungkapnya.
Karena itu, ia berharap Gubernur NTT segera menyikapi kepala dinas yang mempermalukan pemerintah provinsi karena kalah di PTUN.
“Saya hanya seorang pencari keadilan, Harapan saya kepada pak Gubernur NTT sebagai pimpinan tertinggi di Provinsi NTT mengeksekusi putusan hukum itu, karena negara ini negara hukum. Tuntutan saya di persidangan PTUN kupang juga adalah cabut SK pemberhetian kepala sekolah dan diaktifkan kembali di SMKN 1 Wae Ri’i,” kata Yustin.
Ia menambahkan, kasus dugaan tindak pidana pemalsuan yang dilaporkannya di Polres Manggarai saat ini sedang bergulir.
Pihak kepolisian, lanjut dia, sudah melakukan olah TKP dan juga sedang mengumpulkan barang bukti yang digunakan saat persidangan kemarin.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan Kepala Dinas Pendidikan NTT Linus Lusi belum berhasil dikonfirmasi. VoxNtt.com terus berusaha mengkonfirmasi Kadis Linus seputar kasus tersebut.
Penulis: Ardy Abba