Oleh: Yohanes Mau
Warga NTT, kini tinggal di Zimbabwe-Afrika
Dalam orasinya menjelang pilgub beberapa tahun lalu Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat bersama pasangannya Yosef A. Nae Soi pernah menggaungkan perlu adanya literasi di seluruh wilayah NTT.
Ini adalah satu bagian kecil dari tawaran program kerjanya yang sempat menghipnotis para aktivis literasi.
Mendengar program kerja ini para aktivis literasi pun merasa bangga karena kedua figur ini kelak akan memperhatikan pentingnya literasi di wilayah NTT.
Wilayah NTT kelak akan maju dan bersaing dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Literasi adalah jalan menuju pintu sukses. Hanya lewat program literasi yang holistic NTT akan maju dan menjadi besar.
Tanpa literasi NTT pasti saja akan berjalan di tempat dari pelbagai bidang kehidupan menyangkut kehidupan orang banyak. Tanpa literasi NTT akan tetap menjadi kecil dan kecil. Entalah sampai kapan tiba waktunya untuk besar.
Bila ada kemajuan literasi di NTT maka ini adalah gebrakan luar biasa. Dikatakan demikian karena para aktivis mendapat angin sejuk di tengah panasnya musim kemarau panjang.
Namun sangatlah disayangkan. Kini gaung janji itu hanyalah tinggal janji. Belum ada sumbangan buku dari pemerintah untuk rumah-rumah literasi yang kini sudah dan sedang menyebar di seluruh pelosok NTT.
Para aktivis hanyalah swadaya pribadi untuk mendapatkan buku dan bahan-bahan bacaan lainnya untuk disimpan di rumah-rumah literasi. Mungkinkah gubernur lupa janji ini? Entahlah. Mungkin saja dia masih sibuk untuk mencap masyarakat kecil dengan label monyet.
Para aktivis dari akar rumput telah lebih dulu membaca tanda-tanda zaman secara hari ini. Atas tanda-tanda zaman yang mendesak itu maka mereka pun memulainya dengan kecil dan sederhana.
Yang ada pada mereka hanyalah kemauan yang tinggi untuk bekerja demi anak-anak negeri. Mereka sangat yakin bahwa untuk mengubah dunia ini harus ada gebrakan baru yang mesti dimulai dari dasar.
Gebarakan baru itu adalah mencanangkan dan membumikan literasi di seluruh wilayah NTT.
Tujuannya adalah agar dengan adanya literasi yang merata hingga ke seluruh pelosok anak-anak negeri akan tahu membaca dan menulis.
Membaca adalah aktivitas mengisi kekosongan menjadi ada dengan gagasan dan ide-ide yang baru berdasarkan teori-teori dan inspirasi-isnpirasi yang tersaji di dalam buku.
Sedangkan menulis adalah membahasakan realitas hari ini dengan pelbagai gaya bahasa yang bisa menukik hati para pembaca untuk hanyut di dalam sebuah kisah atau menghantar pembaca untuk optimistis dalam berjuang dan mempertahankan hidup ini kea rah yang lebih baik dari hari-hari kemarin yang telah pergi.
Setiap pembaca memilik keunikannya masing-masing dalam menimbah sesuatu yang baru di dalam buku. Begitu pula dengan penulis.
Masing-masing penulis memiliki gaya yang berbeda dalam menyajikan ide dan gagasan-gagasan. Semuanya ini bisa dapat berjalan dengan baik karena gerakan-gerakan kecil dari akar rumput yang berani mencoba dan memulainya demi hari hidup anak-anak negeri yang lebih baik untuk masa depan.
Dampak dari literasi adalah menghasil figur-figur manusia yang berkualitas. Manusia memiliki kualitas dalam menyampaikan pendapat, berargumen, menciptakan dunia baru dengan tawaran gagasan mantap yang menyentuh realitas hari ini.
Artinya realitas hari ini tak dibiarkan hanyut di dalam tawaran zaman yang semakin hari semakin menggiurkan. Literasi mampu memblokir mental instant generasi muda kepada generasi yang multi kreatif.
Generasi multi kreatif adalah generasi yang hadir dalam situasi dan kondisi apa pun demi perubahan bangsa hari ini ke arah yang lebih baik dan bersaing ketat dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di dunia sekitar.
Para aktivis literasi telah bergerak dan memulai proyek literasi sedari dulu dan ada yang baru saja memulai. Sebagai warga NTT yang memiliki gubernur, mereka juga butuh uluran tangan dan sentuhan sejuk dari pemimpinnya.
Apalagi pemimpin sudah berjanji dengan teriakan suara yang menggaung hingga langit ke tujuh kala itu.
Mengapa hingga kini suara itu belum membumi? Apakah gaung suara itu lupa pulang kepada sang pemilik suara itu? Kalau begitu sudah sampai di manakah gubernur yang teriak kuat-kuat kala itu?
Apakah dia masih tidur di atas kursi tahta pemberian rakyat. Sedih juga kalau terjadi demikian. Diberi amanat mulia malah salah dimanfaatkan. Bahkan tahta itu digunakan untuk tidur dan hanyut di dalam lelap panjang.
Supaya gubernur tahu bahwa literasi itu memiliki kelebihan. Jangan hanya memanfaatkan kata literasi untuk menghipnotis orang-orang kecil, setelahnya say good bye.
Gubernur mesti meyakini masyarakat kecil bahwa kelebihan dari literasi adalah mengisi kehampaan menjadi ada. Dari yang kosong menjadi terisi dan ada.
Literasi sebagai jembatan yang menghantar manusia untuk berdaya kreatip dalam menciptakan sesuatu yang baru. Manusia boleh bermimpi setinggi langit untuk menjadi tenar tapi tanpa literasi maka hampalah semuanya.
Meleburkan diri di dalam dunia literasi adalah membiarkan cawan kekosongan kita terisi walaupun tak penuh tapi ada sedikit untuk mencipta dan melestari. Pahlawan yang paling potensial adalah pahlawan literasi.
Mengapa saya berani mengatakan demikian, karena ketika anak negeri, mileneal membiarkan diri hanyut di dalam dunia literasi saat itu pula ia sedang menabur ide dan gagasan untuk mencipta sesuatu yang baru bagi publik.
Di sini kalau ia memiliki ide dan gagasan yang brilliant dan menciptakan sesuatu yang baru itu sangat luar biasa. Dia dijuluki sebagai pahlawan literasi.
Pahlawan literasi adalah dia yang terjun di dalam dunia baca dan tulis serta membuka wawasan dirinya sendiri dan juga mampu membuka hati, pikiran dan wawasan yang lain untuk mencipta sesuatu yang baru yang bersumber dari gagasan pribadinya berdasarkan apa yang telah dibaca dan dituangkan di dalam pelbagai macam gaya kepenulisan yang dikaloborasikan dengan realitas di lapangan hari ini.
Membaca itu mengubah dunia menjadi lebih baik dan lebih bermartabat. Artinya lewat membaca seseorang bisa menolong dirinya sendiri.
Karena ketidaktahuan itu sesekali tidak akan menolongmu. Maka tolonglah dirimu sendiri. Jadilah pahlawan untuk dirimu sendiri lewat membaca dan menulis. Ketika seseorang sudah mampu menolong dirinya sendiri secara perlahan ia akan menolong yang lain lewat ide-ide dan gagasan brilliantnya.
Tak ada orang hebat tanpa membaca dan menulis. Maka sekarang mari gandeng tangan untuk menjadi pahlawan literasi demi Indonesia yang lebih baik.
Gubernur NTT adalah orang nomor satu yang mengabarkan angin sejuk di awal pesta demokrasi beberapa tahun lalu sebelum terpilih menduduki tahkta kekuasaan di NTT.
Namun sayangnya kabar itu tertiup angin hingga ke negeri seberang. Entah kandas di negeri mana, kita tak tahu. Semoga gubernur masih ingat dan tak lupa akan janji manisnya itu. Karena janji adalah utang.
Sebagai ayah mestilah menjadi ayah yang penuh belas kasih dan memberi kesejukan kepada anak-anaknya tanpa ada dusta diantara kita. Bapak gubernur, jangan biarkan ada dusta di antara kita.