Oleh: Lalik Kongkar
Penjara Sunyi
Kutatap potret wajahmu
Mengenang semua tentangmu
Tentang kisah yang berujung pilu
Di balik jeruji rindu
Merangkai serpihan kalbu
Yang retak karena perpisahan
Saat ajal terlanjur menghadang
Engkau yang di sana
Izinkan aku tetap mengenang senyummu
Dalam ragkaian hidup tanpamu
Dalam renungan perih jejak bayangan semu
Engkau adalah kepingan rasaku
Sejenak Bersua
Langit cerah menebar hangat
Rumput hijau tak cukup lebat
Di sisi sungai bebatuan
Bertatap, bergandeng, berjalan pelan
Mengucap syukur kepada Tuhan
Dua insan yang penuh angan
Tumpahkan segala keluh
Memaknai setiap langkah
Perjuangan akan berakhir indah
Kuatkan raga dan juga hati
Perjalanan belum usai di sini
Semangat
Kata penguat yang terucap
Dengan lantang kamu dan aku
Saling menatap cukup haru
Bersama Tuhan, kamu dan aku mampu
Pesan Tersampaikan
Kudengarkan dalam sepi
Lembut pesan yang tersampaikan dibalik gelombang
Dalam diam yang kau sebarkan di semesta rasa yang menyayat
Adakah rindu yang bersembunyi pada gemuruh ombak di batu karang yang menunggu
Rembulan yang merindui
Disekap mesra hati yang tak bicara
Sembari menunggu tetesan embun yang menyejukkan jiwa
Sepenggal kisah yang terus merombak bentara kenangan
Selamat malam sang rembulan yang menerangi kegelapan
Pesan ini tersampaikan
Melalui syair penghantar lelap yang lembut membelai semangat
Hanya waktulah yang menyapa
Karena Tuhan
Tinggalkan aku, biarkan aku meringis takut dan sempurnakan perih dengan menangis dalam jelaga penderitaan
Aku rindu air mata yang mampu membasuh luka
Ketimbang telinga-telinga yang hanya ingin tahu cerita duka
Dari aku yang setengah mati belajar melupa
Aku pun tak butuh mulut-mulut yang selalu berikan saran dan katakan aku kan baik-baik saja
Tanpa tahu rasanya berjuang sendirian pada hati yang hancur dan harapan yang berantakan
Hidupku tak mudah kawan
Aku tahu, aku akan selalu ada akhir dari segala gentar
Hanya saja Tuhan seperti tak ingin henti menampar
Untuk sekedar buatku sadar bahwa hidupku bukan guratan kisah novel ceria yang punya epilog bahagia
Tapi aku pun bukan mainan lama yang karena usang dilempar, dibanting lalu diabaikan begitu saja
Seolah lupa perihal aku yang pernah jadi jawara sewaktu masih baru dalam kotak yang belum pernah dibuka
Pernah suatu waktu aku berdoa
Doa yang berbeda dari malam-malam sebelumnya
Aku tak ikrarkan janji pada-Nya
Tapi setelah rencananya sudah sempurna
Satu pintaku; bahwa izinkan aku melihat dunia saat aku tak ada lagi
Akankah mereka tersedu di atas pusara atau malah menampik kehilangan lalu tertawa
Aku ingin ketenangan Tuhan