Oleh: Sr. Florensia Imelda Seran, SCSC.
Aku Bukan Malaikat
Meniti sebuah jalan panggilan
Tenang dan syahdu membujuk hati ketika lonceng berdentang
Memanggil jiwa, membawa tubuh bersuah dalam diam
Menyembah dan mensyukuri setiap tetes pemberian
Detik-detik terasa makin berharga
Ketika jam kesunyian menjemput di antara hari karya
Hanya bersuah dengan-Nya dalam pujian tak henti
Menghantar jiwa pada pelukan kasih tak bersuara
Langkah menuju puncak sebuah janji, menjemput hati
Kepastian arah diantara ayunan langkah terasa ringan
Tujuan hidup terbentang indah di depan mata
Angan dan bayang makin menyatu dalam sebuah janji setia
Namun, aku bukan malaikat
Saat menemukan diri begitu rapuh, hati terasa dingin membeku,
Menatap sosok lain menari dalam bayang
Menawar rindu tak bersuara, bersandar pada dinding hati
Hadirnya diam mengukir kisah tak berbekas
Menoreh kata-kata manis dalam bayang
Menuntut balas rindu walau membeku dalam alunan nada bisu
Menanti harapan dalam lamunan kosong tak terjawab
Aku hanyalah manusia biasa, yang memilih jalan tak biasa
Nada syukur untuk rasa ini, saat kemurnian janji teruji
Aku bisa berdalih memurnikan jalan panggilanku semurni kristal impian
hanya dalam katupan tangan, dalam hadirat-Nya
Yakin kutempuh di jalan ini, meski liku luka tak akan pernah berakhir,
Pasti kusampai tujuan, meski lorong gelap kan silih berganti
Sedalam hati bertanya, sedalam itu KasihNya menuntunl angkahku
Sejauh mata memandang sejauh itu kasihNya melingkupi hidupku.
Untuk Ibu yang Terlalu Cepat Pergi
Datangnya senja menjemput malam
Sang raja siang telah pergi
Gelap merayapi bumi ku berajak ke kesunyian
Di bawah teduh sinar rembulan malam
Hilangnya sosok teduh penaung jiwa
Di antara nyanyian sayir malam
Menelan suara syadu peneduh jiwa
Terbang hilang dalam kesunyian abadi
Aku bangga milikimu, ibu
Harta yang tak tertandingi sejagat
Kelembutan dan kebijaksanaanmu bekal cintaku
Ketegaranmu dalam derita pendorong juang langkahku
Ketika kaki enggan melangkah
Hati gundah menepis kasih
Masa resah menyimpan beban
Jiwa sunyi merenung amanatmu
Ibu, darimu datangnya cinta
Di mana kugantung harapku?
Darimu datangnya hidup
Ke manakah ‘kan kukejar ketiadaanmu?
Adakah cinta abadi dalam waktu?
Adakah rindu penyegar ingatan?
Hadirmu abadi tempat ku mencari cinta
Jiwamu kekal dalam kablu terpaut rindu sahaja
Ku mengerti tiada yang abadi
Tapi tatap ini ‘kan selalu mengirim embun cinta untukmu
Ku pahami, kuberharap
Tapi rindu ini kan terpatri pada ruang hampa jiwaku
Yang tersisa hanyalah doa
Semoga bahagia bagianmu
Sukacita hidup akhiratmu
Ketenangan jiwa sucimu dalam pangkuan Sang Kasih Ilahi
Hari Persandingan di Altar-Mu
Tapak batas kulewati sudah
Getar langkahku ayun mempesona
Tatapan syadu menembus setiap derita
Tangan terkatup, tanda suci sahaja
Aku telah melewati pintu gerbang-Mu
Kau Menjemputkan dalam gempita
Ku telah memasuk ruang suci-Mu
Kau menyapaku lembut
Dalam selubung putih
Ku menanti uluran tanganMu
Membelai pundakku mesrah
Dalam tilam manis jubah terindah
Kutertunduk di depan altar kurbanMu
Tak sanggup menantap dasyat sinar kasih-Mu
Dalam desahan lirih, terdengar bisikan-Mu
Betapa Ku kaucintai dengan sejuta manis
Alangkah hebat cinta yang kau beri bagiku
Alangkah mempesona kasih yang kau lukiskan di jiwaku
Tak ada yang dapat mengalahkan kasih-Mu
Tak ada yang dapat menggantikan sayang-Mu
Inilah pengantin-Mu
Yang telah Kau tebus dengan darah suciMu
Inilah milik pusaka-Mu
Yang telah Kau tetapkan sejak kekal
Hari yang bahagia,
Hari yang terindah
Hari kau mengambilku dari dunia
Menguduskanku bagi karya-Mu
Hari yang bersejarah
Hari yang mengukir seribu kisah
Hari kau mempersunting jiwa suciku
Jadi milik-Mu abadi
Florensia Imelda Seran, SCSC, adalah mahasiswi Semester 4 pada STIPAS St. Sirilus Ruteng, Flores, NTT.