Ruteng, Vox NTT-Memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2022, belasan wartawan yang tergabung dalam Persatuan Jurnalis Manggarai (PJM) melaksanakan beragam kegiatan. Kegiatan dilakukan dalam dua hari berturut-turut terhitung sejak 08 hingga 09 Februari 2022.
Pada Selasa (08/02), belasan wartawan mengikuti pelatihan jurnalistik di Aula Hotel Ranaka Ruteng, Kabupaten Manggarai. Kegiatan pelatihan dilakukan dalam tujuan untuk memperkuat kapasitas segenap anggota PJM dengan materi-materi jurnalistik.
Adapun materi yang menjadi fokus pelatihan yakni tentang teknik-teknik investigasi, penulisan indepth news dan penulisan feature.
Sedangkan pada Rabu (09/02), wartawan mengikuti kegiatan trail rice field di Persawahan Mendo, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai. Kegiatan wisata tracking dilakukan dalam rangka untuk mengeksplore potensi wisata yang ada.
Hal itu sejalan dengan komitmen segenap anggota PJM yakni mendukung potensi wisata yang ada di wilayah Kabupaten Manggarai.
Wujud komitmen itu yakni dengan mengunjungi potensi wisata untuk disajikan kepada khalayak pembaca.
Dengan demikian, pembaca akan tertarik dan bisa menjadikan lokasi tersebut sebagai salah satu tempat wisata tracking.
Dalam kegiatan tracking, PJM menggandeng komunitas Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Cabang Manggarai. Rombongan berkumpul di Hotel Ranaka Ruteng. Setelahnya, berangkat bersamaan dengan menggunakan dua mobil.
BACA JUGA:
Dapur Tara, Restoran dengan Konsep Alam Bertarung di Tengah Gemuruhnya Super Premium
Saat sampai di Wae Reno desa Ranaka, rombongan bergegas turun dari mobil. Semua peralatan berupa air minum dan kamera dibawa serta ke sana, menyusuri wilayah persawahan milik warga setempat.
Sepanjang perjalanan, rombongan menikmati pemandangan yang serba hijau. Hamparan sawah terbentang luas memanjakan mata. Sesekali, warga setempat menyapa rombongan yang datang berkunjung.
Tidak hanya itu, rombongan yang datang juga tampak asyik menikmati berbagai aktivitas para petani di sawah. Ada petani yang terlihat mengairi sawah dan ada pula yang membersihkan lahannya masing-masing. Di beberapa titik, terdapat juga para petani yang sibuk mengurusi ternak.
Aktivitas yang beragam itu menjadi tontonan menarik bagi setiap tamu yang datang tracking. Beberapa di antara rombongan yang datang nampak mengabadikan momen itu dalam sebuah foto. Mereka seperti tidak ingin kalau momen itu berlalu begitu saja tanpa diabadikan dalam sebuah dokumentasi.
Setelah beberapa menit berlalu, rombongan tiba di sebuah kali. Kali itu belum dibangun jembatan. Satu per satu rombongan menceburkan kaki ke dalam air sungai yang mengalir tenang.
Beberapa yang lain juga membersihkan kaki yang sudah dipenuhi lumpur. Sedangkan yang lain sedang asyik duduk di atas batu sambil melepas lelah.
BACA JUGA:
Sensasi Gilap Kristal di Sela Stalaktit Gua Liang Woja
Setelahnya, rombongan lalu melanjutkan perjalanan. Mereka kembali menikmati bentangan sawah nan hijau. Hingga akhirnya, rombongan tiba di sebuah pondok yang terbuat dari bambu milik seorang ibu bernama Katarina Dahul.
Pondok itu berukuran 5×5 meter. Di halamannya, terdapat dua kolam ikan nila. Percikan suara air yang mengalir ke dua kolam beserta hembusan angin di tengah persawahan Lingko Tesem itu membuat pengunjung betah beristirahat sejenak.
Di antara kedua kolam, terdapat dua buah pohon jambu. Di bawah pohon itu, terdapat beberapa buah kursi panjang yang terbuat dari kayu.
Kursi itu sengaja disiapkan untuk pengunjung yang hendak singgah minum kopi sembari menikmati makanan lokal ataupun tamu yang mancing ikan.
Di sebelah bawah disediakan tempat khusus bagi pengunjung yang ingin foto. Menariknya, tempat foto tersebut tidak dipungut biaya.
Yang dipungut biaya hanya minuman kopi dan makanan lokal yang disediakan. Makanan lokal tersebut antara lain ubi dan jagung serta pisang rebus.
Di hadapan sejumlah rombongan, Katarina mengisahkan kebahagiannya terhadap para pengunjung yang datang berwisata.
Kebahagiaan itu diperoleh setelah sekian lama tempat tersebut tidak dikunjungi sebagai akibat langsung dari pandemi Covid-19.
Ia pun mengharapkan agar badai pandemi Covid-19 segera berlalu. Sehingga, aktivitas pengunjung bisa seperti sebelum pandemi.
Mereka bisa berinteraksi langsung dan menikmati hidangan lokal yang disediakan.
“Orang bilang semua yang di atas bumi bisa dijadikan uang. Kami petani sangat mengharapkan peningkatan ekonomi. Kami baru tahu ternyata ubi, pisang, kopi dan makanan kampung kami bisa menjadi uang,” tutur Katarina.
Potret Keunikan
Berwisata ke tempat tersebut memang sangat unik. Pengunjung tidak hanya bisa menikmati suguhan pemandangan yang menarik dan udara yang segar, namun juga mencicipi makanan-makanan lokal yang disiapkan warga di pondok berupa ubi, pisang dan jagung rebus serta ikan nila, dengan ditemani nasi bambu serta cabe dan sayur lomak.
Pengunjung juga bisa menikmati ragam aktivitas para petani dan bisa bertegur sapa dengan para petani.
Wakil Ketua HPI Cabang Manggarai Yulianus Irwan Sagur menjelaskan, keunikan berwisata tracking di sana yakni terletak pada kehidupan yang ada di dalamnya.
“Di sini kita tidak perlu menghadirkan sesuatu yang baru. Seperti inilah adanya. Kita mau menunjukkan bahwa inilah Manggarai dan inilah potensi yang dimiliki. Inilah sumber daya alam maupun potensi lain yang ada di dalamnya. Jadi konsep yang kita tawarkan adalah pariwisata yang berkelanjutan dengan memberdayakan masyarakat lokal,” jelasnya.
“Tadi kita sudah menikmati suguhan makanan lokal berupa kopi dan ubi. Jadi, ini adalah konsep yang paling kongkrit dalam pemberdayaan masyarakat. Kita tidak membawa makanan dari luar,” tambahnya.
Senada dengan Yulianus, Yono Hande, seorang wartawan yang juga anggota PJM mengaku sangat beruntung bisa menikmati langsung pesona sawah di tempat wisata tersebut.
“Pemandangan di sini sangat bagus. Udaranya pun sejuk dan masyarakatnya sangat ramah. Tempat ini layak untuk dipromosikan kepada dunia luar sebagai salah satu destinasi prioritas,” jelasnya.
Ia pun mengharapkan agar masyarakat setempat tetap mempertahankan keaslian yang ada agar konsep wisata berkelanjutan berbasis masyarakat bisa terwujud.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba