Kupang, Vox NTT- Tarwis Lifani Haning atau dikenal dengan nama panggungnya, SHAGAH, akan segera meluncurkan mini album terbarunya.
Mini album terbaru SHAGAH yang masih dalam proses produksi ini mempertemukan genre musik tradisional dari lima kota/kabupaten di Nusa Tenggara Timur dengan genre musik post rock yang merupakan ciri khas SHAGAH.
Mini album ini akan menjadi produk akhir dari proyek Jelajah Nada Timor yang dikerjakan SHAGAH bersama tim produksi.
BACA JUGA: Rangkaian Panjang Jelajah Nada Timor, Lestarikan Musik Tradisional
Ide awal untuk menciptakan sebuah karya musik yang mengawinkan musik tradisional dan post rock atau ambience bukan baru tahun ini muncul dalam kepala SHAGAH.
Menurut penuturannya, dia sudah pernah melakukan eksperimen ini dalam beberapa track di album keduanya yang berjudul Deru Nelangsa yaitu Tanah dan Gelombang dan Futun Bikase Mese.
Dalam proses produksi album keduanya, ia berkesempatan beberapa kali mengunjungi Desa Oeteta di Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang.
Dalam kunjungan-kunjungannya tersebut, ia mendengar beberapa anak di sana menyanyikan lagu-lagu daerah, ia juga berkenalan dengan seorang ba’i yang bisa menyampaikan tuturan adat. Nyanyian dan tutur adat ini kemudian ia rekam dan kawinkan dengan musik ambient untuk menghasilkan dua track di album kedua.
Baginya tutur adat, syair, atau musik tradisional menarik untuk dieksplorasi lebih jauh karena masing-masing daerah memiliki alat musik dan gaya bernyanyi yang berbeda.
Dalam riset Jelajah Nada Timor, misalnya, ia menemukan bahwa orang Helong memiliki tradisi kamusang atau tradisi bertutur, dengan sedikit bentuk nyanyian dengan bahasa Helong yang dituturkan saat menyambut bayi yang baru lahir.
Ide awal yang dikembangkan dalam produksi album kedua kini memiliki kesempatan untuk dieksplorasi secara lebih serius melalui proyek Jelajah Nada Timor. Dalam pengerjaan mini album kali ini, SHAGAH secara teknis lebih mumpuni dibanding ketika ia mengerjakan album keduanya.
Dengan alat rekaman dan produksi yang lebih berkualitas, jika di album kedua SHAGAH lebih banyak bermain dengan ambience, mini album kali ini akan lebih banyak mengeksplorasi post rock untuk dikawinkan dengan musik tradisional.
Dalam melakukan riset, SHAGAH menceritakan bahwa ia menemukan berbagai hal menarik mengenai musik tradisional.
Menurutnya, dalam musik terkandung kekayaan intelektual dari nenek moyang kita yang berharga. Ia menemukan bahwa di Helong ada sebuah alat musik bernama klingu pola (dibaca: kliung pola), semacam terompet yang terbuat dari daun lontar.
Dalam kepercayaan orang Helong, diyakini bahwa pada waktu malam roh tanaman pergi dan menjelajah ke berbagai tempat. Pada subuh jam 4, roh tanaman harus dipanggil pulang dengan menggunakan klingu pola.
Kepercayaan ini menunjukkan bahwa bagi orang Helong musik bukan sekadar hiburan (seperti yang menjadi fungsi utama musik di era budaya populer), tapi merupakan sarana untuk terhubung dengan ciptaan lain dan menjadi bagian dari spiritualitas mereka.
Di samping berbagai hal menarik yang ditemukan dalam riset Jelajah Nada Timor, ternyata proses produksi musik untuk mengawinkan genre musik tradisional dan post rock bukan tanpa tantangan.
Instrumen musik seperti gitar yang digunakan oleh SHAGAH merupakan instrumen yang tercipta dan berkembang dalam kebudayaan yang jauh dari Timor.
Perbedaan seperti standar dalam tuning dan tempo tentu menjadi hal mendasar yang membedakan alat musik tradisional dengan alat musik lainnya. Hal-hal seperti inilah yang menjadi tantangan ketika melakukan produksi musik. Apakah akan tetap mempertahankan tuning dari alat musik tradisional yang kemungkinan besar akan terdengar “fals” di telinga yang telah terbiasa dengan standar tuning pada umumnya ataukah mempertahankan ciri khas musik tradisional?
Post rock sebagai genre musik yang minimalis, tidak menggunakan banyak melodi progresif, memberikan kesempatan kepada musik tradisional dan juga syair atau tutur adat untuk menampakkan dirinya. Inilah yang kemudian membuat SHAGAH tertarik untuk mengawinkan kedua jenis genre musik ini.
Proyek Jelajah Nada Timor yang akan menghasilkan satu mini album ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi anak muda untuk menikmati musik tradisional atau kekayaan adat di Nusa Tenggara Timur dengan cara yang berbeda.
Lewat musik, diharapkan timbul rasa ingin tahu yang semakin tinggi mengenai kekayaan budaya tradisional dan ada usaha-usaha yang lebih besar untuk mengarsipkan pengetahuan lokal menjadi kekayaan yang berharga untuk generasi masa sekarang. (VoN)