Weetebula, Vox NTT – Universitas Katolik Weetebula (Unika Weetebula) Kabupaten Sumba Barat Daya mulai menerapkan Program Praktisi Mengajar pada Selasa (28/02/2023).
Pada tahap awal, Unika Weetebula melibatkan dua Fasilitator Daerah (Fasda) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumba Barat Daya, dua Fasda dari Kabupaten Sumba Barat, dan lima staf teknis Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI).
Para praktisi akan mengajar kurang lebih 200 mahasiswa semester dua dan empat dari program Pendidikan Guru SD (PGSD).
Rektor Unika Weetebula, Wilhelmus Yape Kii, mengatakan, INOVASI adalah salah satu pemangku kepentingan yang tepat untuk dilibatkan dalam program Praktisi Mengajar karena memiliki pengalaman ekstensif melatih guru-guru di Pulau Sumba, khususnya terkait kemampuan mengajarkan literasi dan numerasi.
Pelibatan INOVASI, menurut Wilhelmus, merupakan hasil diskusi panjang dan juga memerhatikan kolaborasi yang sudah terjalin dengan Unika Weetebula selama ini.
“Kami dari Perguruan Tinggi ingin pengetahuan dan pengalaman yang sudah diperoleh (INOVASI) selama 6-7 tahun ini bisa tetap bertahan di Sumba dan terus dikembangkan nantinya sehingga […] dapat diajarkan, diteliti, dan diterapkan di masyarakat,” kata Wilhelmus.
Menurutnya, pelibatan Fasda dari dua kabupaten mitra INOVASI dalam program Praktisi Mengajar ini merupakan langkah yang diambil untuk mewujudkan hal tersebut.
Keempat Fasda bersama lima staf INOVASI akan mengajar selama tiga kali pertemuan dengan materi seputar membaca dan menulis permulaan.
Materi kuliah diambil dari unit-unit dalam modul Program Literasi INOVASI yang telah diterapkan di sekolah-sekolah dasar di empat kabupaten di Sumba dan Kabupaten Nagekeo di Flores.
Unit-unit tersebut mencakup pengenalan/dasar literasi, kesadaran fonologis, dan pengembangan media pembelajaran seperti Big Book (buku besar).
Memperkecil Gap
Dikutip dari laman https://praktisimengajar.kampusmerdeka.kemdikbud.go.id/, Program Praktisi Mengajar memiliki tiga tujuan.
Pertama, menutup kesenjangan kompetensi lulusan baru dengan kebutuhan dunia kerja.
Kedua, mendorong kolaborasi perguruan tinggi dan dunia kerja dalam menyelenggarakan pembelajaran praktis dan aplikatif.
Ketiga, meningkatkan relevansi kecakapan lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja.
Wilhelmus mengaku memang masih terdapat gap antara kecakapan lulusan yang dihasilkan dengan kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja.
Hasil survei kepuasan pengguna alumni yang dilakukan Unika Weetebula pada 2018-2019 dengan jumlah responden sekitar 50 kepala sekolah se-Sumba mengungkap, lulusan Unika Weetebula memiliki kualitas personal yang baik seperti disiplin, rajin, dan inovatif serta kemampuan interpersonal yang tinggi.
Meski demikian, masih ada beberapa aspek yang perlu ditingkatkan termasuk kemampuan mengembangan dan memanfaatkan strategi dan media pembelajaran.
“Oleh karena itu, dengan mengundang para praktisi ahli dalam program Praktisi Mengajar ini sangat tepat dilakukan. Para mahasiswa bisa mendapatkan informasi riil dari para Fasda termasuk tantangan dan langkah-langkah untuk mengatasinya. Hasil dari survei inilah yang menjadi landasan penyusunan materi dalam Praktisi Mengajar bersama INOVASI,” jelas Wilhelmus.
Unika Weetebula, demikian Wilhelmus, telah memiliki lebih dari 1.850 alumni. Jumlah ini sudah termasuk sekitar 850 alumni yang dialihkan ke Universitas Nusa Cendana, Kupang. Dari jumlah alumni tersebut, sekitar 70% di antaranya menjadi guru.
“Ada juga yang jadi kepala desa, (pegawai) LSM, macam-macam. Tapi bahwa ada yang bisa bekerja di luar (profesi sebagai guru), menurut saya adalah salah satu hal positif. Berarti kita mendidik mahasiswa tidak hanya sebagai guru tetapi juga bisa bekerja di tempat lain,” ungkap pemegang dua gelar master berbeda dari The University of Queensland, Australia dan Luwigsburg University of Education, Jerman ini.
Respons Mahasiswa
Sementara itu, Ananda Tamo Ina, salah satu mahasiswa PGSD semester dua menuturkan, terdapat perbedaan yang jelas antara kelas Praktisi Mengajar dengan kelas-kelas yang biasanya ia ikuti.
Ia mengaku kelas menjadi lebih semangat karena dibuat lebih aktif partisipatif.
“Kalau (kelas) yang tadi itu, saya lebih mengerti materi yang disampaikan. Lebih paham karena lebih terbuka. Tidak (membuat) mengantuk. Dari awal sudah bagus. Kami diperkenalkan berbagai macam permainan untuk mengajar siswa-siswa kelas rendah di SD,” kata mahasiswa asal Sumba Barat Daya ini.
“Saya juga jadi tahu seperti apa itu mengajar anak-anak SD ketika sudah menjadi guru karena sebelum masuk ke Unika (Weetebula), jujur saya belum ada gambaran seperti apa itu menjadi guru SD,” imbuhnya.
Ester Pandaka, salah satu Fasda yang mengajar di Program Praktisi Mengajar mengatakan, respons mahasiswa sangat bagus.
“Mungkin karena materinya memang sangat kontekstual sesuai profesi guru yang mereka akan jalani nantinya,” ujar Kepala SD Masehi Puu Uppo, Sumba Barat Daya ini. [*]