Oleh: Gerasimos Satria
Salah satu elemen yang paling penting dan strategis dalam mewujudkan Pemilihan Umum (pemilu) Tahun 2024 yang bebas dan adil adalah keberadaan penyelenggara pemilu yang independen, kompeten dan berintegritas.
Integritas merupakan hal utama bagi penyelenggara pemilu dan dalam penyelenggaraan pemilu. Reputasi yang baik bagi penyelenggara pemilu menjadi sangat penting dalam pemilu serentak karena tingkat kerumitannya.
Di Provinsi NTT, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota merupakan ujung tombak penyelenggara pemilu. Berkualitas atau tidaknya pemilu tergantung pada independensi dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
Independensi penyelenggara pemilu merupakan masalah yang sangat menarik. Hal ini disebabkan oleh adanya jaminan oleh UUD 1945 bahwa KPU dan Bawaslu adalah lembaga nasional tetap dan mandiri.
Pengalaman bangsa Indonesia pada masa sebelum reformasi yang lembaga penyelenggara pemilu memihak peserta pemilu tertentu. Di samping itu, KPU dan Bawaslu adalah lembaga yang independen dan non partisan.
Dengan menyandang status independen, KPU dan Bawaslu tidak boleh dan tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu bertujuan untuk menjawab masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan posisi dan fungsi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota selaku penyelenggara pemilu 2004.
Masalah-masalah tersebut antara lain berupa rentannya KPU, atas intervensi pihak luar, kecenderungannya untuk menjadi superbody, kontrol internal tidak efektif, serta pembagian tugas staf sekretariat yang tidak jelas.
Pengawas pemilu juga dinilai tidak efektif menjalankan fungsinya, sehingga gagal menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran pemilu.
Adapun tujuan pokok penyusunan Undang- Undang Penyelenggara Pemilu Nomor 22 Tahun 2007 adalah membangun lembaga penyelenggara pemilu yang independen, kredibel, profesional dan akuntabel, sehingga pemilu dapat dilaksanakan secara fair.
Independensi KPU dan Bawaslu sangatlah penting dalam rangka pelaksanaan tugas dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu 2024 yang dapat menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat dibutuhkan penyelenggara pemilu yang profesional serta mempunyai integritas, kapabilitas, dan akuntabilitas.
Pemilu bertujuan untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan baik eskekutif maupun legislatif. Serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sesuai UUD 1945.
Untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, maka penyelenggara pemilu harus independen, tidak memihak dan menguntungkan peserta pemilu.
Penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalisme, akuntabilitas dan independensi.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengutip dari IDEA mengatakan, independensi Lembaga Penyelenggara Pemilu (LPP) merupakan salah satu persoalan yang paling sengit diperdebatkan di dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Pasalnya hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai arti sebenarnya dari independensi LPP.
Independensi kelembagaan atau struktural hanya dapat ditemukan di dalam konstitusi atau aturan perundang-undangan.
Komisioner Bawaslu dan KPU itu harus independen dan berintegritas. Artinya, KPU dan Bawaslu harus jurdil. Karena pemilu yang baik itu, pemilih diberi haknya. Pelaksana melaksanakan sesuai dengan tugasnya, artinya penyelenggara pemilu akan menjadi wasit yang baik.
Tugas Bawaslu Kabupaten sesuai dengan Pasal 101 UU Nomor 7 tahun 2017 antara lain, melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/kota terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu.
Sedangkan tugas KPU Kabupaten adalah menjabarkan program dan anggaran serta menetapkan jadwal. Serta melaksanakan semua tahapan Penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota.
Anggota KPU dan Bawaslu dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota harus memiliki niat menjadi penyelenggara pemilu yang baik, profesional dan berintegritas untuk mengabdi kepada bangsa dan mewujudkan Pemilu 2024 yang berintegritas.
Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan Pemilu, KPU dan Bawaslu harus independen dan tidak berpihak terhadap peserta pemilu atau partai politik. Akan tetapi dalam prakteknya tugas ini tidak mudah dan dapat dijalankan dengan mulus.
Penyelenggara pemilu yang berpihak kepada partai politik dengan cara menutup-nutupi pelanggaran pemilu dapat berakibat adanya pelanggaran kode etik terhadap peserta pemilu.
Sepanjang tahun 2022, DKPP menerima 124 aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. DKPP tidak main-main menjatuhkan sanksi bagi penyelenggara pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Kecenderungan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu umumnya bersikap tidak netral dan berpihak terhadap peserta Pemilu terutama dalam pemilukada.
Pelanggaran kode etik mulanya bermuara dari tahapan penanganan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Serta penyalahgunaan jabatan atau kewenangan, dugaan penyuapan, netralitas, dan imparsialitas.
Pengelolaan tahapan pemilu yang bertindak tidak netral dalam pengambilan keputusan adalah salah satu bagian yang dinilai DKPP sebagai pelanggaran berat dalam pelanggaran pemilu.
Untuk mewujudkan pemilu 2024 yang berkualitas dan berintegritas, maka penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu harus memahami tugas pokok dan fungsi sebagai penyelenggara. Anggota KPU dan Bawaslu wajib menjadi penyelenggara yang lebih profesional, cerdas, berintegritas dan profesional dibandingkan dengan peserta pemilu.
Serta penyelenggara pemilu harus memahami Undang-undang, Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu.
Sifat independen penyelenggara pemilu berarti bebas dari segala bentuk pengaruh atau intervensi pihak lain. Untuk memastikan penyelenggara pemilu jujur dan adil adalah penyelenggara pemilu harus berintegritas yang ditunjukan dari kualitas diri yang bersifat positif.
Khusus berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sejak era reformasi sekarang ini menunjukkan banyak persoalan. Salah satu masalah yang mengemuka dalam pelaksanaan Pilkada adalah keterlibatan penyelenggara pemilu yang berpihak pada salah satu calon.
Putusan DKPP menunjukkan keterlibatan penyelenggara pemilu pada Pilkada sehingga melahirkan putusan pemecatan penyelenggara pemilu baik itu KPU daerah maupun Bawaslu di kabupaten.
Kurang profesionalnya penyelenggara pemilu disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya keterlibatan komisioner KPU dan Bawaslu yang ikut bermain memenangkan salah satu calon kepala daerah. Serta sistem rekrutmen KPU dan Bawaslu kurang memperhitungkan rekam jejak terutama berkaitan dengan sikap moral calon komisioner Bawaslu Kabupaten/Kota maupun KPU Kabupaten/Kota.
Untuk menjamin agar pemilu 2024 dilaksanakan secara berkualitas, maka perlu sistem rekrutmen KPU Kabupaten/Kota maupun Bawaslu Kabupaten/Kota menjadikan standar moral sebagai salah satu kreteria utama bagi calon Bawaslu Kabupaten/Kota dan KPU Kabupaten/Kota.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memastikan akan menjatuhkan sanksi tegas kepada penyelenggara pemilu yang melakukan pelanggaran etika.
Indonesia saat ini, membutuhkan Komisioner KPU dan Bawaslu berkualitas secara moral dan profesional sebagai penyelenggara pemilu. Hal itu adalah kunci untuk terwujudnya penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, bersih, terbuka dan akuntabel.***
Penulis adalah Editor Victorynews.id