Oleh: Mateus Karmilus
Mahasiswa Semester IV Stipas St. Sirilus Ruteng
Korupsi adalah suatu hal yang bukan lagi baru, tetapi merupakan sebuah tindakan yang telah ada sejak zaman nenek moyang dan terus berlanjut dari generasi ke generasi hingga sekarang.
Kita saat ini dikejutkan dengan berita banyak fakta soal korupsi. Prilaku korupsi yang ramai diperbincangkan media adalah kecurangan akademik, plagiarisme, dan penyuapan yang dilakukan oleh mahasiswa di beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia.
Dilansir dari kumparan.com terdapat mahasiswa di Surabaya yang ingin suap dosen karena dapat nilai E.
Ada juga kasus plagiarisme sebagaimana dilansir dari kompas.com, di mana hasil survei Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara pada Oktober 2020 mengungkapkan bahwa, dalam 75 berkas mahasiswa, diperoleh data sebanyak 27 berkas mendapat nilai Turnitin sebesar 30% sampai 83% .
Adapun data yang dimuat dalam buku Zane L. Berge dan Lina Muilenburg yang berjudul “Handbook of Mobile Learning” menyebutkan bahwa menrut surfei yang dilakukan Pew Research Center dan bekerja sama dengan laman The Chornicle of Higher Education terhadap 1055 mahasiswa baik di Universitas Negeri maupun Universitas Swasta, didapatkan data sebanyak 55% mahasiswa melakukan plagiarisme skripsi dan 89% mengatakan, mereka mengunakan internet dan teknologi informasi dalam melakukan plagiarisme.
Dari data yang diangkat dapat dikatakan bahwa perilaku korupsi kian masif terjadi di kalangan mahasiswa.
Korupsi bukan lagi milik politisi, kepala daerah, birokrasi dan pihak sewasta, tetapi korupsi juga bersemai dan tumbuh dalam Perguruan Tinggi.
Saking luasnya, korupsi terjadi dalam berbagai tingkatan hampir seluruh sendi kehidupan dan dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat dan korupsi sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari yang sudah dianggap biasa.
Dengan ini dapat dikata korupsi terjadi di semua lembaga dan profesi. Inilah yang sedang terjadi. Siswa yang sedang menempuh pendidikan juga menjadi bagian dari korupsi itu sendiri.
Idealnya bahwa lembaga pendikan sebagai wadah pembentukan karakter baik yang dimiliki peserta didik.
Namun fakta tidak sesuai ekspektasi bahwa pendidikan dinilai sebagai wadah mengasa korupsi.
Benih-benih Korupsi pada Mahasiswa
Dalam sejarah bangsa Indonesia, tercatat bahwa mahasiswa sebagai motor atau pengerak dalam kemajuan bangsa.
Dengan semangat muda, idealisme, dan kemampuan intelektual tinggi yang dimilikinya mahasiswa berperan sebagai agen perubahan (agent of change).
Peran mahasiswa tersebut tampak dalam peristiwa-peristiwa luar biasa yang dialami bangsa Indonesia, seperti Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998.
Peristiwa-peristiwa ini mejadi kebanggan tersendiri bagi mahasiswa. Mahasiswa adalah kelompok individu yang sedang menempuh pendidikan tinggi di perguruan tinggi.
Mereka memiliki potensi yang besar untuk berkontri busi pada pembangunan dan perubahan positif dalam masyarkat.
Namun, seperti halnya kelompok manusia lainnya, tidak ada jaminan bahwa mahasiswa bebas dari perilaku yang tidak etis, termasuk korupsi.
Korupsi itu sendiri adalah kejahatan atau penyimpangan berupa pelanggaran hukum yang dilakukan individu atau kelompok, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan pribadi atau kelompok, di mana tindakan tersebut menimbulkan kerugian yang besar bagi negara dan masyarakat.
Kita ketahui bahwa banyak pelaku melakukan tindkan pidana korupsi disebapkan karena ada berbagai kesempatan yang ada.
Kesempatan ini tidak hanya dimiliki oleh orang yang memiliki jabatan tinggi, namun kesempatan dapat ditemukan sejak seseoang menjadi mahasiswa.
Dalam lingkungan kampus ada kesempatan tertentu yang dimanfaatkan mahasiswa untuk melahirkan benih-benih korupsi.
Benih-benih korupsi yang sering terjadi di kalangan mahasiswa, diantaranya adalah kecurangan kademik, plagiarisme, dan penyuapan.
Pertama, kecurangan akademik dan plagiarisme. Mahasiswa dapat terlibat dalam tindakan plagiat atau menjiplak karya tulisan orang lain tanpa memberikan antri busi yang sesuai, serta melakukan kecurangan saat ujian atau tugas akademik lainya.
Misalnya adalah menyontek saat ujian, salin tugas dari teman, dan mengambil tulisan orang lain tanpa disertai dengan sumber yang jelas.
Kedua, penyuapan terhadap dosen. Praktek korupsi yang sering terjadi di kalangan mahasiswa adalah penyuapan terhadap dosen atau pegawai administrasi untuk memperoleh keuntungan pribadi, seperti mendapatkan nilai yang tinggi atau mengurus administrasi dengan cepat.
Untuk mengetahui adanya benih-benih korupsi pada diri mahasiswa, ada beberapa langkah dapat dilakukan, di antaranya memberikan pendidikan dan kesadaran kepada mahasiswa tentang arti penting integritas, etika, dan akuntabilitas dalam kehidupan akademik dan sosial mereka, dan menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi yang terintegrasi pada kurikulum, dengan penekanan pada nilai-nilai etika dan integritas, serta memberikan pemahaman yang jelas tentang konsekuensi hukum dan sosial dari tindakan korupsi.
Benih-benih korupsi tersebut muncul membuktikan kurang kesadaran yang dimiliki mahasiswa akan tindakan korupsi.
Suatu yang menjadi harapannya, bahwa mahasiswa menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
Mahasiswa semestinya dapat meneladani nilai-nilai yang baik dari yang telah ada saat ini.
Terlebih, mahasiswa merupakn generasi muda yang akan berpengaruh di masa yang akan datang.
Untuk mengatasi korupsi dapat dilakukan dengan pembenahan terhadap diri. Dengan kata lain, mahasiswa harus mendemostrasikan bahwa diri harus bersih dan jauh dari perilaku koruptif.
Selain itu, mahasiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap rekan-rekannya untuk menghindari adanya praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses perkuliahan.
Dalam masa ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang.
Nilai-Nilai Antikorupsi pada Mahasiswa
Upaya preventif yang dapat dilakukan dilakukan oleh mahasiwa adalah: Pertama, pentingnya nilai kejujuran dalam kehidupan kampus yang diwarnai oleh budaya akademik.
Kejujuran memiliki nilai yang universal dan berlaku disemua aspek kehidupan, termasuk dalam lingkungan kampus.
Jika seorang mahasiswa terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur baik dalam hal akademik maupun sosial, maka reputasi dan kepercayaan terhadapnya akan diragukan oleh orang lain secara permanen.
Kedua, pentingnya nilai kepedulian. Seorang mahsiswa diharapkan peduli terhadap proses belajar-mengajar di kampus, pengelolahan sumber daya yang efektif dan efisien di kampus, serta berbagai perkembangan yang terjadi di dalam lingkungan kampus.
Salah satu upaya untuk menunjukkan kepedulian tersebut adalah dengan menciptakan suasana kampus yang nyaman seperti rumah kedua.
Dan ketiga, pentingnya kemandirian. Dalam karakter kemandirian ini, mahasiswa diharapkan mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan usaha sendiri tanpa bertanggung pada orang lain.
Pada intinya bahwa mahasiswa diharapkan dapat merujuk pada sikap dan prinsip moral yang menentang segala bentuk korupsi.
Mahasiswa menjadi agen perubahan yang nantinya akan membawa berkat bagi perkembangan bangsa.