Ruteng, Vox NTT- Kalah secara hukum melawan anak buah dan rakyat hingga dua kali, itulah yang dialami Pemerintah Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur sejak dipimpin Bupati Herybertus G.L Nabit dan Wakil Bupati Heribertus Ngabut (Hery-Heri).
Kekalahan yang dialami Pemda Manggarai ini sama-sama berstatus tergugat, yakni tergugat kasus perkara ASN yang di-nonjob Bupati Nabit diduga tanpa alasan hukum yang benar dan tergugat perkara hukum tanah Nanga Banda, Kelurahan Reo yang diklaim Wabup Ngabut juga diduga tanpa bukti hukum yang sah.
Dalam dua kasus yang berbeda itu semuanya gagal dimenangkan oleh Pemda Manggarai Cq Bupati Nabit selaku tergugat.
Kasus Nonjob ASN
Kasus pertama, 26 ASN nonjob menggugat Bupati Nabit ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang setelah Komisi Aparatur Sipil Negara membatalkan keputusannya me-nonjob-kan puluhan ASN tertanggal 31 Januari 2022 lalu.
Dari kajian KASN tidak ditemukan alasan yang menguatkan keputusan Bupati Nabit me-nonjob-kan ASN.
Setengah dari mereka yang di-nonjob-kan itu pun langsung melakukan perlawanan keras atas keputusan Nabit yang dianggap menabrak regulasi. Sementara yang lain tidak ikut menggugat karena dilantik kembali meski awalnya sempat menjadi staf biasa.
Mereka yang menggugat itu adalah Kristoforus Darmanto, Marius Mbaut, Agustinus Susanto, Petronela Lanut, Lorens Jelamat, Tiborteus Suhardi, Watu Hubertus, Geradus Tanggung, Aleksius Cagur, Belasius Barung, Gregorius Rachmat, Mikael Azedo Harwito dan Benyamin Harum.
Saat itu, Kuasa hukum para penggugat, Helio Moniz De Araujo menyampaikan bahwa ada beberapa poin pokok yang menjadi dasar gugatan puluhan pejabat ASN terhadap Bupati Manggarai Hery Nabit di PTUN Kupang, yakni keputusan mengandung perbuatan curang, pemberian tugas fiktif, menghambat jenjang karier ASN, serta tidak melaksanakan rekomendasi KASN.
Helio menjelaskan, gugatan itu dilakukan karena keputusan Bupati Manggarai, Herybertus G.L Nabit diduga kuat melanggar peraturan perundang-undangan dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Keputusan Bupati Nabit terhadap klien Helio diduga mengandung unsur perbuatan curang.
“Kalau dalam hukum pidana namanya perbuatan curang. Jadi keputusan curang itu karena surat keputusan pemberhentian orang dari jabatan administrator untuk diangkat kembali ke dalam jabatan pelaksana,” jelas Helio kepada VoxNtt.com, Selasa (28/6/2022) lalu.
Helio mengatakan, jabatan administrator setara dengan eselon 3A atau 3B. Sementara jabatan pelaksana ini setara dengan jabatan eselon 5 atau non eselon.
Seorang ASN diberhentikan dari jabatan administrator dan diangkat kembali ke jabatan pelaksana sama dengan melakukan demosi.
“Membebaskan orang dari jabatan atau menurunkan pangkat orang inilah sebuah tindakan curang dari seorang kepala daerah yang melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas kepastian hukumnya menjadi tidak ada,” kata Helio.
Selain itu, pemberian tugas fiktif.
Helio mengatakan, Bupati Nabit menugaskan orang untuk menjadi staf khusus untuk percepatan pembangunan.
Namun infrastruktur atau prasarana untuk staf khusus itu belum ada dan belum terbentuk, misalnya struktur, tempat atau kantor maupun uraian tugas dan tanggung jawab.
“Jadi beliau mengangkat orang kepada satu jabatan yang belum ada sarananya. Ini namanya pengangkatan fiktif. Sama dengan mengangkat seorang menjadi kepala sekolah, tapi sekolahnya belum ada,” kata Helio.
Kemudian yang berikut, menghambat jenjang karier ASN.
Helio menjelaskan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ASN meniti karir dari bawah.
ASN hanya bisa diturunkan pangkatnya atau diberhentikan dengan penjatuhan hukuman dan penjatuhan hukuman itu harus didasari perbuatan melanggar hukum.
Perbuatan melanggar hukum tersebut harus melalui pemeriksaa dari pejabat berwenang.
Ketika hasil pemeriksaan menyatakan terbukti bersalah baru diserahkan kepada Dewan Pertimbangan Kepegawaian (DAPEK) untuk memutuskan menjatuhkan hukuman, apakah hukuman berat, sedang atau ringan.
“Jika seperti itu, baru orang itu bisa kena demosi. Tapi ini orang mengalami demosi atau penurunan pangkat tanpa melakukan pelanggaran tanpa ada pemeriksaan tiba-tiba ada penjatuhan sanksi. Ini juga melanggar asas kepastian hukum. Hukum menjadi tidak pasti. Yang pasti adalah kekuasaan,” tegas Helio.
Dan yang terakhir, Bupati Nabit tidak melaksanakan rekomendasi KASN.
Helio menjelaskan, dalam persoalan ini, sebelumnya KASN sudah mengeluarkan surat hasil pemeriksaan.
KASN pada kewenangannya bertugas untuk mengawasi masalah-masalah ASN seperti yang dialami oleh 26 ASN di Manggarai.
Dalam Undang-undang tentang ASN, tegas mengatakan bahwa pejabat pembina kepegawaian dalam hal ini di kabupaten adalah Bupati wajib menindaklanjuti rekomendasi KASN.
“Nah, beliau tidak melaksanakan rekomendasi itu. Itu hal-hal yang kita ajukan dalam gugatan dan gugatan itu sudah diterima,” bebernya waktu itu.
Bupati Nabit kemudian merespons gugatan para ASN itu.
Menurutnya, keputusan nonjob atau pembebasan ASN dari jabatan administrator sebenarnya tidak dimaknai secara negatif dalam artian sarat kepentingan tertentu atau telah mendapatkan sanksi disiplin sesuai ketentuan yang tercantum dalam PP 94 tahun 2021.
Tetapi saat ini pemerintah sedang melakukan pembenahan birokrasi dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
“Terhadap para ASN yang dinonjobkan itu akan mendapatkan tugas khusus dalam rangka mendukung pencapaian target RPJMD tahun 2021-2026,” kata Bupati Nabit menanggapi pernyataan kuasa hukum penggugat dan pandangan umum Fraksi Demokrat DPRD Manggarai saat itu.
Ia juga mengatakan bahwa penempatan para pejabat nonjob di lingkup Pemkab Manggarai pasti diatur lebih lanjut dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Bupati Nabit, lantas membuat analogi bermain sepak bola yang mana pelatihlah yang mengatur para pemain di lapangan, siapa pemain yang turun bermain lebih dahulu dan yang kemudian.
“Tidak semua pemain langsung diturunkan semua. Apa jadinya kalau semua pemain yang jumlahnya banyak diturunkan sekaligus. Begitu analoginya. Kita pasti atur semuanya. Ada yang diatur penempatannya lebih dahulu dan ada yang kemudian,” umpama Nabit.
Dikatakannya, pengaturan untuk penempatan jabatan sedang dilakukan sekarang ini baik untuk jenjang eselon dua maupun yang di bawahnya. Pengaturan secara baik mutlak guna memperkuat barisan dalam mengurus daerah ini lebih baik dan maju lagi.
Demikian juga untuk mengisi posisi lowong akibat pejabatnya sudah pensiun atau pindah tugas akibat kepentingan organisasi. Karena itu, yang belum menempati jabatan sudah pasti akan diatur lebih lanjut.
Bupati Hery Nabit mengatakan, apa yang dipikirkan pimpinan kadang tidak sama dengan bawahan dan orang per orang. Pemimpin berpikirnya menempatkan orang harus sesuai dengan keahlian dan kompetensinya.
Mungkin pada giliran yang sudah lalu, orang itu belum pas pada posisi yang hendak diatur. Karena itu, orang-orang itu diatur untuk giliran berikutnya.
“Makanya saya tidak sering gunakan kata nonjob. Kita sebenarnya sedang mengatur tim kerja,” ujar Nabit.
Meski penjelasannya demikian tetap saja Nabit kalah melawan gugatan ASN nonjob di PTUN Kupang karena keputusannya dinilai tidak berdasarkan aturan.
Karena itu putusan PTUN Kupang Nomor tanggal 2 November 2022 dan putusan No 31/G/2022/PTUN.KPG mewajibkan Nabit untuk mencabut SK pemberhentian dari jabatan administrator dan pengangkatan dalam jabatan pelaksana lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai terhadap puluhan ASN yang mengajukan gugatan.
Ia juga diwajibkan untuk merehabilitasi kedudukan dan jabatan para penggugat dalam kedudukan dan jabatan semula atau dalam jabatan lain yang setara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tak menyerah di situ, Nabit pun mengajukan banding ke PTUN Mataram.
Namun, upayanya untuk menundukan anak buahnya kandas setelah permohonan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Kupang yang mengabulkan seluruh gugatan ASN tersebut ditolak oleh majelis hakim PTUN Mataram pada Senin, 27 Maret 2023 lalu.
Putusan majelis hakim PTUN Mataram Nomor 8/B/2023/PT.TUN.MTR yang salinannya diperoleh Voxntt.com menyatakan permohonan banding itu “tidak dapat diterima.”
PTUN Mataram menghukum Nabit “untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat Pengadilan.
Hakim PTUN Mataram menyatakan bahwa pertimbangan hukum yang mendasari putusannya adalah permohonan upaya hukum banding Nabit “telah melampaui tenggang waktu 14 hari kalender.”
Oleh karena itu, harus dinyatakan secara formal tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Masih belum menyerah Nabit akhirnya mengajukan kasasi ke Makhamah Agung.
Bahkan ia sempat bilang perkara melawan ASN nonjob ini merupakan proses yang tak berujung.
“Di PTUN memang kita kalah. Nanti kasasi. Jadi proses yang tidak berujung” kata Nabit saat menghadiri Paripurna DPRD beberapa bulan lalu.
Namun, upayanya juga lagi-lagi gagal. Makhamah Agung melalui amar putusannya menolak kasasi Nabit sebagai pemohon dalam perkara nomor 334 K/TUN/2023 dan nomor perkara Pengadilan: 31/G/2022/PTUN.KPG.
Dengan demikian, gugatan ASN nonjob itu dinyatakan seluruhnya menang dan berhak dikembalikan ke jabatan semula oleh Bupati yang telah me-nonjob-kan mereka.
Kasus Tanah Nanga Banda
Pada kasus kedua Pemda Manggarai berhadapan dengan rakyatnya sendiri selaku pemilik tanah Nanga Banda yang berlokasi di Kelurahan Reo, Kecamatan Reok.
Kali ini Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut mengambil peran dalam proses pengklaiman status tanah milik Arifin Manasa.
Bahkan ia sempat memimpin pasukan Pol PP untuk menggusur tanah ayahanda Iwan Manasa itu.
Ceritanya pagi itu Rabu, 29 Juni 2022 sekitar pukul 11.30 Wita, sebuah alat berat ekskavator milik Pemerintah Kabupaten Manggarai masuk di area tanah milik Arifin Manasa yang terletak di Nanga Banda, Kelurahan Reo, Kecamatan Reok.
Ekskavator itu ternyata dipakai oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk menggusur beberapa pilar di atas area tanah milik Arifin.
Meski sempat dihadang, proses penggusuran pilar yang dipimpin langsung oleh Wakil Bupati (Wabup) Manggarai itu tetap berjalan.
Sekitar pukul 12.00 Wita anggota Sat Pol PP bergerak cepat mengarahkan ekskavator menggusur pilar di tanah Arifin.
Proses penggusuran dimulai dari area bagian timur dan terus ke arah bagian barat. Tak satu pun pilar dan kawat duri yang luput dari penggusuran hingga Arifin dan keluarganya nekat menghadang pergerakan ekskavator.
Merasa terhalang dengan aksi Arifin dan keluarganya para anggota Sat Pol PP pun berusaha mencegat hingga aksi saling dorong pun tak terhindarkan.
Intensitas keribukan naik hingga terjadi aksi saling kejar dan lemparan batu ke arah Sat Pol PP. Tak sedikit anggota Sat Pol PP yang terkena lemparan.
Para anggota Sat Pol PP pun berhasil memukul mundur sekelompok warga itu dengan pentungan.
Setelah berhasil memukul mundur ekskavator leluasa masuk menggusur seluruh pilar-pilar yang tertancap di tanah itu.
Sebelumnya, Haji Arifin bersama keluarga mengamuk dan menanyakan apa urgensi Pemda menggusur pilar tanpa ada ketetapan Pengadilan. Padahal dari segi kewajiban warga negara mereka mengaku sudah membayar pajak bertahun-tahun.
Mereka juga kesal dengan ketidakhadiran Wabup Manggarai yang dengan cepat meninggalkan lokasi saat penggusuran.
“Kami minta Pa Wakil ke sini. Mana Pa Wakil jangan menghindar lah. Tolong jangan jadi pengecut, kami butuh penjelasan bapak. Kami sudah menjalankan kewajiban kok kenapa negara menindas kami,” kata seorang warga yang terlibat dalam aksi saling dorong dengan Pol PP itu.
Menjawab itu, Kabag Pertanahan Karolus Mance menjelaskan bahwa kewajiban membayar pajak bukan merupakan tuntutan hak kepemilikan melainkan hak pakai berdasarkan aturan PBB. Siapa yang tinggal di atas tanah itu maka ia wajib hukum membayar pajak dan masalah pajak bukan menjadi hal utama dalam kegiatan penggusuran ini.
Sedangkan terkait surat keputusan Pengadilan yang dituntut warga, Karolus Mance menjelaskan bahwa Pemda sedang mengamankan aset negara yang sudah diklaim sepihak oleh warga. Hal tersebut berdasarkan dokumen negara yang dipegang.
“Pemda punya dokumen jelas. Di dalam dokumen sudah tertera aset negara beserta luas dan batas-batasnya sebesar 16 hektare, sedangkan pihak sebelah hanya memakai sejarah, kalau pakai sejarah maka semua pihak juga bisa klaim. Nah atas dasar itu maka Pemda ambil sikap agar aset negara ini segera diamankan,” begitu jelas Karolus.
Tak terima dengan aksi “tangan besi” Pemda Manggarai, pihak Arifin Manasa langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Ruteng melalui Kuasa Hukum Paulus Durman.
Alhasil, perkara hukum yang berlangsung kurang lebih 6 bulan itu akhirnya dimenangkan Arifin Manasa selaku penggugat.
Pengadilan Negeri Manggarai Nusa Tenggara Timur memenangkan gugatan H Zainal Arifin Manasa dalam perkara perdata klaim kepemilikan tanah Nanga Banda di Reok oleh Pemda Manggarai.
Seperti tertuang dalam amar putusan yang salinannya diterima VoxNtt.com, Rabu (6/9/2023) lalu, majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan menolak eksepsi Pemda Manggarai.
Dalam pokok perkara dinyatakan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
“Menyatakan menurut hukum Penggugat Asal / Tergugat Intervensi I adalah pemilik yang sah atas tanah objek sengketa yang terletak di lokasi Persawahan Due, sekarang disebut Nanga Banda, wilayah Kelurahan Reo, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur,” demikian bunyi amar putusan itu.
Hakim juga menyatakan tergugat asal sekaligus tergugat intervensi II terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan penggugat.
Terhadap amar putusan tersebut, majelis memerintahkan tergugat asal maupun tergugat intervensi II atau pihak-pihak lain yang mendapatkan hak dari tergugat asal maupun tergugat intervensi II atas penggunaan, pengelolaan dan pembangunan di atas tanah obyek sengketa untuk keluar atau melakukan pengosongan atas tanah obyek sengketa dan menyerahkan tanah obyek sengketa kepada penggugat asal dengan tanpa syarat apapun apabila diperlukan dengan bantuan aparat keamanan yaitu Kepolisian.
“Memerintahkan Tergugat Asal / Tergugat Intervensi II dan Para Turut Tergugat / Para Turut Tergugat Intervensi dan atau siapa saja yang mendapat hak dari padanya untuk patuh pada isi putusan dalam perkara ini,” bunyi petikan putusan perkara ini.
“Menolak Gugatan Penggugat Asal / Tergugat Intervensi I selain dan selebihnya,” isi lanjutan putusan tersebut.
Sementara dalam eksepsi gugatan intervensi di mana hakim menyatakan menolak eksepsi penggugat asal sekaligus tergugat intervensi I untuk seluruhnya juga menolak eksepsi penggugat asal sekaligus tergugat intervensi II untuk seluruhnya.
Lalu dalam pokok perkara hakim menolak gugatan untuk gugatan para penggugat intervensi untuk seluruhnya.
Sedangkan dalam gugatan asal dan gugatan intervensi dinyatakan “Menghukum Tergugat Asal/Tergugat Intervensi II dan Para Penggugat Intervensi untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp6.504.000,00 (Enam juta lima ratus empat ribu Rupiah) secara tanggung renteng”
Menanggapi itu Kuasa hukum penggugat, Durman Paulus, ketika dihubungi terpisah menjelaskan, tindakan tergugat (Pemda Manggarai) yang mengklaim tanah objek sengketa milik kliennya (H Zainal Arifin Manasa) menjadi aset Pemda Manggarai terbukti tidak didasari fakta-fakta ataupun legalitas yang sah.
“Terima kasih kami sampaikan kepada majelis hakim untuk putusan yang adil ini. Tergugat dalam hal ini Pemda Manggarai secara sah dan meyakinkan merupakan suatu perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheids daad) yang merugikan klien kami,” ujar Durman Paulus.
Sementara itu, Wakil Bupati Manggarai, Heribertus Ngabut mengatakan, pihaknya sangat menerima putusan Pengadilan Negeri Ruteng dengan hati terbuka jika memang begitu putusannya.
Terkait sikap selanjutnya, mantan Kasat Pol PP Kabupaten Manggarai itu bilang pihaknya akan mengambil langkah untuk banding ke tingkat Pengadilan lebih tinggi terhadap perkara perdata itu, karena menurutnya pihak yang kalah masih punya hak dan kesempatan hukum yang sama untuk mengejar kebenaran sesungguhnya.
“Kita sangat menghormati putusan Pengadilan Negeri Ruteng selaku lembaga terhormat. Tetapi untuk banding yah tentulah, besar kemungkinan kita pasti banding. Itu cara kita untuk mempertahankan hak hukum demi mencari keadilan,” tekan dia.
Ia menambahkan, dalam persoalan ini pihaknya tentu akan menyiapkan bukti dan fakta baru untuk menghadapi proses banding. Sehingga dengan demikian cara untuk menempuh proses tersebut harus betul-betul siap.
Menanggapi komentar pihak Arifin Manasa yang menyebut Pemda tak punya bukti kuat, mantan Camat Ruteng itu menyebut bahwa semua hanyalah dalil dari pihak yang menang, karena bagi dia belum tentu bukti yang diajukan Pemda Manggarai dalam proses perkara di Pengadilan Ruteng semuanya lemah.
“Itu kan dalil. Biasalah dalam perkara perdata semua pihak punya dalil. Tapi kita akan terus mencari ruang keadilan,” katanya.
Lebih lanjut mantan Kepala Kesbangpol Kabupaten Manggarai itu menanggapi soal aksi pembongkaran pilar di atas tanah milik Haji Zaenal Arifin Manasa 2022 lalu.
Dikatakan dia, pembongkaran pilar itu atas dasar pemberian tugas karena Pemerintah punya kewajiban untuk mengamankan aset.
“Namanya saling klaim to. Saya pikir wajar saja kalau pemerintah ambil sikap amankan aset. Bahwa kemudian itu tidak terbukti yah kita hormati proses hukum,” tuturnya.
Kontributor: Berto Davids