Oleh: Benedikta Suryani
Mahasiswi semester VII STIPAS Santo Sirilus Ruteng
Diskriminasi rasial memang telah menjadi salah satu permasalahan pokok di dunia. Sejarah umat manusia menunjukkan adanya berbagai tindakan yang merendahkan ras atau etnis tertentu.
Sejumlah contoh tindakan diskriminiasi rasial diantaranya sejarah perdagagan budak, politik segregasi sosial berdasarkan ras, perendahan kelompok-kelompok masyarakat adat, dan pemberlakuan kebijakan apartheid di Afrika Selatan.
Tindakan diskriminasi rasial bisa memiliki dampak yang sangat merusak baik secara individu maupun komunal.
Di tingkat individu diskriminasi rasial bisa menyebabkan stres, rasa takut, dan ketidakpercayaan terhadap orang lain.
Kini, berbagai tindakan diskriminasi berdasarkan ras juga masih berlangsung.
Pada konteks Indonesia, keberadaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28I ayat (2) telah memberikan jaminan perlindungan untuk bebas dari perlakuan yang diskrimintif.
Tentunya UU ini ada karena kondisi kemajemukan di Indonesia yang cukup tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menyatakan bahwa di Indonesia memiliki 1.340 suku bangsa.
Di sisi lain agama-agama yang diakui di Indonesia ada enam yaitu; Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, serta Kong Hu Chu.
Perbedaan ini berpotensi terjadinya konflik antara lain adalah diskriminasi rasial atau diskriminasi atas dasar etnis, serta diskriminasi yang berbasis pada agama dan kepercayaan.
Pengertian dari diskriminasi rasial, pada dasarnya adalah pelanggaran hak asasi mansusia.
Setiap individu, terlepas dari ras atau etnis, berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan adil.
Beberapa kasus yang berawal dari isu rasial yang menimbulkan konflik bahkan menjadi sebuah tragedi kemansusiaan.
Diskriminasi ras dan etnis yang timbul di tengah masayarakat Indonesia saat ini antara lain disebabkan karena stigma yang berkembang di tengah masyarakat terhadap suatu kelompok tertentu atau pun sebagai akibat adanya sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Diskriminasi rasial juga bisa dikatakan sebagai bentuk pengucilan atau pelecehan terhadap golongan-golongan yang ada dengan maksud dan tujuan tertentu.
Di Indonesia sendiri diskriminasi rasial masih sangat sering terjadi.
Bentuk-bentuk dari diskriminasi rasial yang sering kali terjadi dimasyarakat Indonesia seperti perlakuan yang tidak adil dalam dunia kerja: kadang-kadang orang-orang dari suku atau ras tertentu mungkin merasa mereka tidak diperlakukan sama dalam hal peluang kerja atau promosi; pelecehan atau kekerasan: dalam kasus ekstrem, diskriminasi rasial bisa berupa pelecehan verbal atau kekerasan fisik.
Sebagai contoh konkret dari diskriminasi rasial yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah memilih teman berdasarkan warna kulitnya, gender/jenis kelamin, hal ini terlihat jelas sebab sebagaian orang yang berkata bahwa derajat laki-laki lebih tinggi diandingkan dengan perempuan.
Salah satu contoh yang cukup dikenal adalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa mereka mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, pernikahan, hingga pekerjaan.
Kasus diskriminasi pada tahun 1988 terjadi kerusuhan yang ditunjukan khusus kepada etnis Tionghoa. Banyak toko dan rumah mereka dibakar.
Kejadian ini adalah salah satu contoh kejadian diskriminasi rasial paling tragis di Indonesia.
Setiap orang tanpa memandang ras atau etnis berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan adil.
Ras warna kulit atau asal usul etnis tidak seharusnya menjadi faktor bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Setiap indidvidu unik dan memiliki potensi yang luar biasa untuk berkontribusi dalam masyarakat.
Saya berpikir kita semua memiliki peran dalam memerangi diskriminasi rasial, medidik diri kita sendiri dan orang lain, tentang pentingnya kesetaraan dan keadilan serta mendukung organisasi dan intensif yang berjuang melawan rasisme.
Dalam hal mencari solusi jangka panjang yang praktis dan layak untuk memerangi diskriminasi rasial di antaranya melalui pendidikan.
Pendidikan dapat menjadi fasilitas kita dalam mengedukasi diri tentang menghargai perbedaan dengan tidak melakukan diskriminasi terhadap ras dan budaya yang berbeda.
Tindakan konkret lainnya yaitu: berpartisipasi dalam aksi sosial; ikut serta dalam demonstrasi, kampanye, atau aksi sosial lainya yang bertujuan untuk melawan diskriminasi rasial.
Pacem In Terris sebagai Senjata Perangi Diskriminasi Rasial
Sepertinya dengan menerapkan Ajaran Sosial Gereja bisa menjadi cara yang efektif untuk mengatasi diskriminasi rasial melalui Ensiklik “Pacem In Terris”.
Ensiklik “Pacem In Terris” adalah sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII pada tahun 1963.
Ini adalah Ensiklik pertama yang ditunjukan tidak hanya kepada umat Katolik, tetapi kepada semua orang.
Ensiklik “Pacem In Terris” tidak secara eksplisit membahas diskriminasi rasial, prinsip-prinsip yang diangkat dalam ensiklik ini sangat relevan dan berlaku untuk isu ini.
Paus Yohanes XXIII menekankan pentingnya untuk menghormati hak asai manusia, keadilan dan martabat setiap individu, tanpa memandang ras, agama, atau latar belakang sosial.
Dalam konteks diskriminasi rasial, pesan-pesan ini berarti bahwa setiap individu terlepas dari ras, atau etnsi, mereka berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan sama.
Mereka berhak atas kehormatan dan penghargaan yang sama, memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisispasi dalam masyarakat, dan berhak mendapatkan perlindugan hukum yang sama.
Paus Yohanes XXIII juga menekankan pentingnya perdamaian dan kerjasama antara negara, yang bisa diterapakan sebagai panggilan untuk melawan rasisme dan diskriminasi di seluruh dunia.
Dengan kata lain kita semua memiliki tanggung jawab untuk memstikan bahwa setiap individu diperlakukan dengan adil dan hormat.
Ada prinsip utama yang ditekankan dalam dokumen Ensiklik “Pacem In Terris” ini: Pertama, hak asasi manusia. Ensiklik ini menekankan bahwa setiap individu memiliki hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi, termasuk hak untuk hidup, kebebasan, dan mencari kebahagiaan.
Kedua, keadilan sosial. Paus Yohanes XXIII menyerukan keadilan sosial dan ekonomi termasuk hak pekerja, hak individu, hak Wanita untuk berpartisispasi dalam kehidupan politik.
Ketiga, perdamaian. “Pacem In Terris” berarti “Perdamaian di Bumi” dalam Bahasa Latin.
Paus Yohanes XXIII menyerukan perdamaian dunia dan menekankan bahwa perdamaian bukan hanya absennya perang, tetapi juga kehadiran keadilan, kasih sayang dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Keempat, solidaritas dan kerja sama internasional. Ensiklik ini menyerukan kerja sama antarnegara dan individu untuk mencapai perdamaian dan keadilan soaial.
Paus Yohanes XXIII menyerukan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan martabat setiap individu, tanpa memandang ras, warna kulit, status dan agama.
Dia menyatakan bahwa setiap manusia adalah pribadi yang bebas dan harus diperlakukan sebagai seorang yang mampu berpikir, memilih, dan bertindak secara bebas.
Dengan kata lain “Pacem In Terris” menyerukan segala bentuk penghapusan diskriminasi rasial.
Ini adalah seruan untuk menciptakan perdamaian di dunia melalui penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan martabat setiap individu, serta melalui penegakan keadilan sosial.