Oleh: Esniana Iman
Mahasiswa semester VII STIPAS St. Sirilus Ruteng
Masalah aborsi dan kemungkinan pembebasannya dari hukuman hampir di mana-mana menjadi bahan diskusi yang sedang dibicarakan dewasa ini.
Aborsi (abortion) berasal dari kata bahasa Latin ialah abortio yang berarti pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada umur di mana janin itu belum bisa hidup di luar kandungan. Secara medis, aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian.
Sedangkan dalam terminologi moral dan hukum, aborsi berati pengeluaran janin sejak adanya konsepsi sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian.
Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan dengan sengaja. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering membaca atau mendengar berita bahwa orang dengan gampang melakukan aborsi tanpa rasa takut atau rasa bersalah.
Ada banyak alasan untuk melakukan aborsi, misalnya hamil di luar nikah, adanya korban pergaulan bebas, pasangan suami-istri yang belum ingin mempunyai anak, hamil akibat hasil dari perselingkuhan, sampai pada alasan medis karena berbagai penyakit dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal-hal yang telah disebutkan diatas, aborsi tetaplah nilai tidak baik karena itu merupakan suatu tindakan kejahatan bahakan pembunuhan.
Dalam gereja katolik, tindakan aborsi dikategorikan dalam dosa berat, karena orang yang melakukan itu melenyapkan nyawa manusia.
Gereja katolik memandang bahwa aborsi bertentangan dengan rencana dan kehendak Allah, maka orang yang melakukannya pun, bisa dikatakan melawan Allah dalam tata keselamatan dunia.
Allah sendiri yang memberitahukan agar manusia beranak cucu seperti yang tertulis dalam (Kejadian 1:28) pria dan wanita bersatu dan menjadi satu daging yang merupakan hukum ilahi, yaitu anak yang ada dalam kandungan wanita. Allah menghendaki supaya kehidupan baru dan generasi baru sebagai penerus karya keselamatan.
Pandangan Kitab Suci tentang Kehidupan dalam Kandungan
Dalam kitab suci, Allah mengenal dan punya rencana yang indah bagi manusia sejak dalam kandungan.
Dalam hal ini Allah sendiri yang sudah mengakui adanya kehidupan dalam kandungan. Ada tiga kutipan kitab suci yang menjadikan rujukan sebagai berikut.
Dalam kisah panggilan nabi (Yeremia 1:4-5) Allah berkata kepadanya “sebelum aku mengenal engkau dari dalam rahim ibumu, aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, aku telah menguduskan engkau dan aku telah menetapkan engkau untuk menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
(lih. Lukas 1:11-17) mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis penuh dengan Roh Kudus sejak ia dalam kandungan ibunya.
Zakharia, ayahnya didatangi oleh untuk menyampaikan kabar bahwa Elisabet, istrinya akan melahirkan seorang anak laki-laki dan bahkan memberitahukan nama yang harus diberikan kepada bayi itu.
Malaikat memberitahukan kepada Zakharia bahwa banyak orang yang akan bersukacita atas kelahirannya. Sebab anak itu akan besar di hadapan Allah.
Hal yang serupa dengan Yohanes Pembaptis, Yesus Kristus pun sudah diberkati oleh Allah sejak dari dalam kandungan ibu-Nya. Malaikat Gabriel menyampaikan kabar kepada Maria, bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan harus menamai ‘Yesus’ dan ia akan menjadi besar dan akan disebut anak Allah Yang Maha Tinggi (Luk 1:31-33).
Dari kutipan kitab suci di atas, kita mengetahui bahwa Allah sungguh menghargai kehidupan sejak di dalam kandungan. Allah mengenal dan mengasihi mereka didalam rahim ibunya.
Pandangan Ensiklik Evangelium Vitae tentang Aborsi
Aborsi merupakan tindakan medis untuk mengakhiri kehamilan yang dilakukan dengan mengeluarkannya janin yang belum memiliki kemampuan untuk bertahan hidup diluar kandungan dalam rahim sehingga dapat menyebabkan janin mati.
Pada bab III Evangelium Vitae menyajikan refleksi tentang kehidupan: “jangan membunuh, hukum Allah yang kudus”. Pada No. 55 “itu tidak usah menimbulkan rasa heran: membunuh manusia yang mengemban citra Allah, ialah dosa yang amat serius. Hanya Allah-lah yang berdaulat atas hidup.
Walaupun begitu sejak semula, menghadapi sekian banyak kasus yang sering tragis dan terjadi dalam hidup perorangan maupun masyarkat, refleksi kristiani telah mengusahakan pengertian yang lebih penuh dan lebih mendalam tentang apa yang dilarang dan diperintahkan oleh perintah Allah.
Dalam Evangelium Vitae No. 58 membahas secara khusus perihal persoalan pengguguran (aborsi).
Ensiklik mengutip kata Mzm 139: 16 “matamu melihat selagi bakal anak” kejahatan paling ngeri adalah keguguran. “Di antara semua kejahatan yang dapat dijalankan melawan hidup, pengguguran yang disengaja memiliki ciri yang menjadikannya sangat serius dan menyedihkan. Konsili Vatikan II melukiskan pengguguran, seperti juga pembunuhan anak-anak sebagai “kejahatan yang durhaka”.
Pandangan Gereja Katolik Bertentangan dengan Aborsi
Gereja katolik dengan tegas menolak aborsi. Gereja selalu membela kehidupan anak di dalam kandungan, karena hidup manusia, sejak pembuahan mutlak harus dipelihara dan dilindungi.
Melalui Konsili Vatikan II, gereja menyebut tindakan aborsi sebagai tindakan kejahatan yang amat durhaka karena aborsi sama dengan pembunuhan anak.
Konsili Vatikan II mengatakan: “sebab Allah, Tuhan kehidupan telah mempercayakan kehidupan mulia untuk melestarikan hidup manusia, supaya dijalankan dengan cara yang layak. Maka kehidupan sejak pembuahan harus dilindungi dengan sangat cara cermat” (Gaudium et Spes, art. 51).
Oleh karena itu, gereja akan mengutuk dan menghukum setiap orang yang melakukan aborsi karena mereka mengugurkan kandungan dengan sadar dan sengaja, yang berarti juga membunuh janin yang tidak bersalah.
Gereja memberikan hukuman eks-komunikasi kepada pelaku aborsi, sebagaimana diuraikan dalam Kitab Hukum Kanonik; “barang siapa melakukan pengguguran kandungan dan berhasil terkena eks-komunikasi” hukum ekskomunikasi adalah hukum yang diberlakukan secara otomatis segera setelah pelanggaran dilakukan, dalam hal ini aborsi yang telah berhasil. (KHK, Kanon 1998).
Gereja menekankan pentingnya membela dan mempromosikan hak-hak hidup, termasuk hak hidup yang belum lahir.