Oleh: Yohana Antida Thauret
Mahasiswi semester VII STIPAS St.Sirilus Ruteng
Tidak bisa dipungkiri, sampah masih menjadi masalah serius di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Sampah masih menghiasi berbagai sudut kota itu, meski Pemerintah Kabupaten Manggarai terus menggalakkan kebersihan.
Bahkan salah satu kota yang dingin di Pulau Flores itu pernah dinobatkan sebagai kota terkotor di Indonesia. Hal tersebut berdasarkan predikat program Adipura periode 2017-2018 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Adipura sendiri adalah penghargaan Pemerintah Indonesia, terutama KLHK yang diberikan kepada kabupaten atau kota yang dinilai berhasil mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan.
Dulu, sekitar 2019, ada komunitas dengan nama Gerakan Masyarakat Peduli Sampah (GMPS) Kota Ruteng.
Kala itu mereka hadir sebagai reaksi spontan atas predikat Ruteng sebagai kota kotor di Indonesia.
Komunitas yang beranggota sekelompok anak muda kala itu mampu memobilisasi ribuan orang untuk melakukan pembersihan sampah di Kota Ruteng, termasuk para ASN di lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai.
Bagi GMPS, rilis yang dikeluarkan KLHK yang menyebut Ruteng sebagai kota terkotor merupakan titik awal membangun kesadaran bersama untuk memerangi sampah di Kota Ruteng.
Namun seiring waktu berjalan, komunitas ini sudah tak terdengar lagi, entah apa alasannya.
Meski begitu, saya acungkan jempol dengan GMPS, sebab kala itu mereka mampu menggerakkan para ASN Lingkup Pemkab Manggarai, TNI/Polri, unsur agama dan tokoh masyarakat, Ormas, LSM, BUMN/BUMND, Lembaga Pendidikan, Karang Taruna, DPRD, perwakilan dunia usaha, pedagang, dan lain-lain untuk membersihkan sampah di Kota Ruteng secara massal.
Masalah Sampah
Kota Ruteng, seperti banyak kota di seluruh dunia, menghadapi tantangan serius terkait pembuangan sampah yang tidak terkendali.
Meski begitu, dalam menghadapi masalah kita dapat merenungkan pandangan gereja, kitab suci, dan Ensiklik Laudato Si sebagai panduan moral yang dapat membantu menciptakan perubahan positif.
Sampah merupakan bagian dari hidup manusia yang akan selalu dijumpai kapanpun dan di manapun.
Sampah sampai saat ini menjadi momok yang meresahkan, baik di luar negri maupun dalam negri. Setiap hari kapasitas sampah terus meningkat.
Hal tersebut seharusnya berbanding lurus dengan pengelolaan sampah yang seharusnya ikut meningkat.
Sampah merupakan produk sampingan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Setiap orang akan menghasilkan sampah, baik itu sampah yang bisa didaur ulang, maupun yang tidak dapat didaur ulang.
Asal sampah tidak hanya dari sampah rumah tetapi dari perkantoran, rumah sakit atau pun pasar.
Sampah dibedakan sampah organik basah (sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran atau buah) yang bisa mengalami pembusukan alami, sampah anorganik kering (logam, besi, kaleng, plastik dan karet) yang tidak mampu mengalami pembusukan alami dan sampah berbahaya (baterai, botol racun nyamuk dan jarum suntik bekas).
Permasalahannya adalah sampah yang dihasilkan masyarakat lebih banyak dibandingkan tempat pembuangan sampah yang ada.
Akibatnya, pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik mengakibatkan masalah besar.
Membuang atau menumpuk sampah di sembarang tempat berakibat bau tidak sedap, serta pencemaran tanah berdampak ke saluran air tanah.
Pembakaran sampah berakibat pencemaran udara. Pembuangan sampah di sungai berakibat pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir.
Untuk mengurangi sampah yang ada, banyak negara besar mengatasinya dengan pembakaran.
Hanya saja alternatif ini memerlukan biaya mahal dibandingkan dengan sistem pembuangan akhir.
Sementara jika menggunakan lahan TPA tidak dapat menampung sampah karena sampah yang dihasilkan tidak seimbang dengan lahan yang ada. Jika perluasan lahan, masalah lingkungan di permukiman sekitar juga timbul.
Alternatif pengurangan sampah yang telah dilakukan pemerintah ialah dengan menggalakkan 4R ke masyarakat.
Prinsip 4R yaitu Reduce atau mengurangi sampah setiap hari. Ini untuk minimalisasi barang atau material yang dipergunakan.
Reuse atau memakai kembali yaitu memilih barang-barang yang tidak sekali pakai buang.
Recycle yaitu mendaur ulang barang-barang yang sudah tidak berguna dan yang terakhir.
Replace yaitu mengganti barang sekali pakai dengan barang tahan lama dan ramah lingkungan.
Hanya saja sampai saat ini tingkat kesadaran masyarakat menerapkan 4R masih minim.
Masyarakat lebih suka membuang sampah sembarangan daripada susah payah mencari tempat sampah.
Tidak heran jika sekarang banyak dijumpai sampah–sampah liar di pinggir-pinggir jalan Kota Ruteng, dan juga di got-got pasar seperti pasar Inpres dan pasar puni.
Masyarakat lebih suka memasukkan berbagai jenis sampah dalam satu tempat (organik, anorganik bahkan sampah berbahaya dijadikan satu) tanpa memilah terlebih dahulu sesuai jenisnya karena beranggapan terlalu membuang waktu.
Pandangan Kitab Suci tentang Sampah
Pada dasarnya, Alkitab mengajarkan bahwa Yesus adalah pencipta alam semesta, tempat di mana kita dapat melakukan segala sesuatu yang dengan kehendaknya.
Kita diberikan kepercayaan untuk menjaga kelestarian alam semesta. Melestarikan dan menjaga apa yang Tuhan telah percayakan kepada kita sebagai manusia.
Ada dua kutipan kitab suci yang menjadikan rujukan sebagai berikut.
Yeremia 29:7 berkata, ”usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu”.
Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa masalah sampah ini adalah masalah bersama karena dampak yang akan ditimbulkan oleh sampah akan dialami oleh setiap orang.
Jika kita tidak peduli dengan kebersihan maka lingkungan sekitar ikut terdampak.
Dalam kitab Yakobus 2:26, ”sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian juga iman tanpa perbuatan adalah mati”.
Bagaimana dengan jati diri sebagai orang Kristen yang menjadikan kristus sebagai teladan.
Iman kepada Yesus Kristus harus diaplikasikan dengan tindakan nyata kita dalam kehidupan ini termasuk menjaga kebersihan lingkungan.
Kenyataan yang ditemui sampah berserakan di lingkungan sekitar atau tidak terlibatnya umat Kristen dalam kegiatan kebersihan lingkungan, bukan wujud iman kristiani yang sesungguhnya.
Mari kita tunjukkan iman kita dengan terlibat menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Dari kutipan kitab suci di atas, kita harus mengetahui bahwa Allah mengajarkan untuk selalu menghargai setiap ciptaan yang telah diberikanNya, mulai dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Pandangan Ensiklik Laudato Si tentang Sampah
Paus Fransiskus menggarisbawahi pandangan ini dalam Ensikliknya Laudato Si.
Ia mengingatkan pentingnya menjaga lingkungan dan perawatan rumah kita bersama, yaitu planet bumi.
Ensiklik ini menekankan bahwa perubahan dalam prilaku manusia diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan, termasuk pengelolaan sampah yang lebih baik.
Dengan pandangan ini, mencegah kebiasaan membuang sampah sembarangan. Ini adalah panggilan moral yang perlu diterapkan oleh seluruh masyarakat, sesuai dengan ajaran gereja dan nilai-nilai kitab suci.
Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan, mengurangi sampah, dan mendukung praktik yang lebih berkelanjutan.
Ensiklik Laudato Si memuat sebuah prinsip mengenai merawat bumi sebagai rumah bersama.
Prinsip tersebut sebagai prinsip Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang tidak terlepas dari landasan kerangka iman katolik.
Landasan iman katolik yang mendasari prinsip merawat bumi sebagai rumah bersama (prinsip ekologis) bertolak dari Kitab Kejadian 2:15.
Ayat tersebut menekankan bahwa kita memiliki tugas menjaga dan merawat bumi. Ini sebagai tanggung jawab moral terhadap bumi sebagai tempat untuk hidup.
Pandangan Gereja Katolik tentang Sampah
Gereja sebagai tanda kehadiran Allah yang berziarah dalam sejarah manusia hadir dan bergumul dalam persoalan-persoalan kemanusiaan di tengah dunia.
Gereja katolik memiliki peran penting dalam menginspirasi umatnya untuk menjaga alam dan menciptakan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.
Gereja katolik memiliki pandangan yang kuat tentang perlindungan lingkungan dan pengelolaan sampah.
Dalam pandangan gereja, menjaga lingkungan adalah bagian integral dari tanggung jawab moral umat manusia.
Berikut adalah beberapa poin utama dalam pandangan gereja katolik tentang sampah.
Tangung jawab lingkungan. Gereja katolik mengajarkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat lingkungan alam, termasuk pengelolaan sampah. Manusia diberi kuasa oleh Tuhan untuk mengelola bumi dengan bijak dan kearifan.
Solidaritas global. Gereja mengakui bahwa isu-isu lingkungan adalah masalah global yang memerlukan solidaritas diantara semua manusia.
Keputusan dan tindakan dalam pengelolaan sampah dapat mempengaruhi orang-orang di seluruh dinia, terutama mereka yang paling rentan terhadap dampak lingkungan.
Menentang pemborosan. Gereja menentang pemborosan dan pembuangan yang tidak bijak.
Ini mencakup penolakan terhadap tindakan seperti pembuangan sampah yang merusak lingkungan dan menciptakan limbah yang tidak dapat diuraikan.
Prinsip kepemilikan bersama. Gereja juga mengingat bahwa bumi dan sumber daya alam adalah kepemilikan bersama umat manusia.
Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang bijak dan berkelanjutan merupakan bagian dari pengakuan kepemilikan bersama ini.