Oleh: Balandina Yani Duhat
Mahasiswi semester VII STIPAS St. Sirilus Ruteng
Praktik aborsi terjadi di mana-mana. Banyak media mainstream memberitakan. Itu sebabnya, tak asing lagi di telinga masyarakat.
Bahkan selalu menjadi bahan diskusi panas, khususnya dalam gereja katolik.
Diskusi aborsi terus menerus karena menyangkut dengan kehidupam manusia.
Dengan berbagai perkembangan muncul dalam semua aspek kehidupan membuat manusia terjebak dalam hal-hal negatif, salah satunya melakukan tindakan aborsi.
Begitu banyak keluarga keluarga katolik yang dengan mudah melakukan hal yang sangat bertentangan dengan ajaran agama katolik itu.
Jika orangtua atau keluarga tidak ingin atau tidak senang dengan keberadaan bayi tersebut dalam kandungan, maka dengan mudahnya mereka melakukan aborsi.
Tanpa memikirkan risiko atau efek samping dari perbuatan tersebut. Hal ini mereka lakukan tanpa beban seolah-olah manusia tidak ada artinya.
Mungkin kehamilan berat untuk dijalankan. Apalagi kalau kehamilan itu tidak dikehendaki atau tidak atas dasar dari keinginan sendiri.
Entah kehamilan itu karena hasil dari pemerkosaan, karena faktor ekonomi, dan juga hamil di luar nikah.
Tindakan aborsi ini, juga bukan hanya dilakukan oleh orang yang berstatus istri untuk menghentikan keberlagsungan kandungannya, tetapi juga banyak dilakukan oleh orang yang menjadi penyandang pranikah.
Tanpa mereka sadari bahwa hidup manusia harus dipelihara supaya dapat berkembang sejak awal.
Aborsi berasal dari kata bahasa Latin Abortio, ialah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada umur di mana janin itu belum bisa hidup di luar kandungan.
Aborsi ini dilakukan bukan semata-mata karena untuk menyelamatkan jiwa atau hidup dari ibu si bayi, tetapi juga karena atas dasar kehamilan yang tidak dikendaki atau diinginkan.
Dalam perspektif gereja katolik tindakan aborsi merupakan tindakan interventif atas hasil kreasi Allah.
Aborsi sebagai bentuk pelanggaran atas hak asasi manusia yakni hak untuk hidup.
Aborsi dalam pandangan gereja katolik sebagai tindakan pembunuhan. Karena itu, sejak awal mula gereja katolik mengecam atau melarang adanya tindakan aborsi.
Kehidupan insani harus selalu dilindungi serta dihargai. Tidak boleh dimusnahkan, karena merupakan ciptaan Tuhan yang mulia.
Gereja dalam sejarahnya, terus membela hidup anak dalam kandungan dan menentang serta melarang adanya pengguguran.
Sebab hidup manusia dianggap ketika mulai konsepsi. Sejak saat itu manusia dianggap suci dan setiap orang harus berusaha memperjuangkan hidup dan melindungginya.
Dan juga bayi yang masih berada dalam kandungan memiliki martabat yang sama seperti manusia yang sudah lahir.
Kerena martabat itulah pada akhirnya manusia memiliki hak-hak, baik itu hak sipil dan juga gerejawi.
Sebab dengan kelahirannya hidup manusia tidak berubah, hanya saja lingkungan yang membuatnya berubah.
Sebelum lahir ia adalah pribadi atau individu yang unik, yang mewakili seluruh kemanusiannya. Kehidupan manusia harus dilihat sebagi anugerah Tuhan yang sangat istimewa dan berharga.
Sebab Tuhan memanggil kita untuk menjaga, menghormati, menghargai, dan memelihara hidup.
Hal ini sebagi rasa Syukur kita Kepada Tuhan atas anugerah yang istimewa yang kita terima dariNya.
Dan perlu disadari bahwa manusia adalah ciptaan tertinggi dari pada makhluk makhluk lain. Karena itu kita harus menghargai martabat manusia itu.
Gereja katolik memiliki prinsip penilain bahwa kehidupan itu ada kerena Allah. Dan kehidupan itu ada sejak mulai pembuahan dan ovarium.
Kerena itu gereja katolik tidak sependapat dengan pengguguran atau tindakan aborsi. Kecuali karena alasan kerana adanya berbagai sakit dan penyakit yang diderita ibu hamil.
Dalam situasi seperti ini aborsi dapat diterima, sebab ini disebut aborsi atau pengguguran tidak langsung karena demi keselamatan jiwa dari ibu hamil.
Oleh karena itu, gereja tetap berprinsip bahwa hidup itu tidak boleh dilecehkan. Sebab manusia dipnggil untuk menjalinkan hubungan dengan anak dan bapa sang pencipta.
Dan sejak awal mula dia memiliki martabat yang luhur. Karena itu, ia dituntut untuk menghormati dan menghargai hidupnya.
Dalam terang Ensiklik Evangelium Vitae, (1995), yang merupakan salah satu ensiklik tentang nilai kehidupan manusia.
Ensiklik ini ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II. Dia menyatakan bahwa aborsi adalah tindakan yang mengeluarkan janin dari kendungan seorang wanita secara terpaksa.
Janin tersebut belum mampu untuk bertahan hidup di luar kandungan. Akibat dikeluarkan paksa, janin atau bayi tersebut tentu saja mati.
Karena itu, gereja dengan tegas menolak adanya pelaku tindakan aborsi. Dan sejak awal gereja mengajak semua manusia untuk selalu menghormati hidup manusia itu sejak manusia itu berada dalam rahim atau kandungan.
Ensiklik Evangelium Viatae (1995) dengan tegas mengatakan bahwa manusia adalah hidup kemuliaan Allah.
Manusia dikarunia oleh martabat sebagai tanda memiliki ikatan yang erat dengan Allah.
Manusia diciptakan oleh Allah. Dengan demikian manusia berasal dari Alah.
Karena itu, manusia tidak bisa melakukan sesuka hati. Artinya, hidup dan mati manusia bukan berada di tangan manusia itu sendiri, melainkan ada di tangan Allah.
Dengan demikian tindakan aborsi dalam perspektif gereja katolik adalah sebagai pembunuhan yang tidak menghormati hidup manusia.
Gereja katolik tetap dengan tegas menolak adanya tindakan aborsi, dan terus membela hak hidup anak, sebagaimana dalam terang Ensiklik Evangelium Vitae (1995) bahwa manusia berasal dari Allah dan kerena itu hidup dan mati manusia ada di tangan Tuhan dan kuasaNya.