Oleh: Yohanes Parjo
Mahasiswa semester VII STIPAS St. Sirilus Ruteng
Octogesima Adveniens adalah sebuah ensiklik yang dikeluarkan oleh gereja katolik pada tahun 1971 oleh Paus Paulus VI untuk memperingati ulang tahun ke-80 ensiklik Rerum Novarum, yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891.
Pesan yang terkandung dalam ensiklik ini mencakup berbagai isu sosial yang relevan dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan ekonomi.
Dalam opini ini, akan menjelaskan mengapa pesan “Penghormatan terhadap Warga yang Terpinggirkan” dalam Octogesima Adveniens relevan dan memiliki makna mendalam dalam situasi sosial dan ekonomi Indonesia.
Masalah ketidaksetaraan ekonomi di Indonesia masih merupakan isu serius. Meskipun negara ini telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir, kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin masih besar.
Banyak warga, terutama yang berada di daerah pedesaan atau di lapisan masyarakat terpinggirkan, masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Octogesima Adveniens menekankan pentingnya penghormatan terhadap mereka yang terpinggirkan. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran sosial gereja.
Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman budaya, etnis, dan agama.
Namun, di balik kekayaan ini, masih banyak warga yang hidup dalam kemiskinan dan terpinggirkan dari manfaat pembangunan ekonomi.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan.
Meskipun negara ini telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, kesenjangan antara kelompok berpenghasilan tinggi dan rendah masih sangat besar.
Namun, dalam menghadapi realitas ketidakadilan dan ketidaksetaraan ekonomi di Indonesia, masih ada banyak tantangan yang harus diatasi. Salah satu tantangan utama adalah korupsi.
Korupsi telah menjadi masalah yang mendasar di Indonesia dan telah mempengaruhi distribusi sumber daya negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Hal ini berdampak pada masyarakat biasa sehingga terjatuh dalam kondisi kemisikinan. Faktanya, banyak orang Indonesia masih hidup dalam kondisi kemiskinan.
Korupsi merupakan salah satu bentuk ketidakadilan ekonomi yang terjadi di negara Indonesia.
Ketidakadilan ekonomi merujuk pada kesenjangan dan ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya ekonomi, peluang, dan akses ke keuntungan ekonomi.
Korupsi, di sisi lain, melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan yang dimiliki oleh individu atau lembaga untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, seringkali dengan cara yang merugikan kepentingan umum.
Tindakan korupsi memiliki dampak yang merugikan terhadap Penghormatan Terhadap Warga yang Terpinggirkan di Indonesia.
Hal ini bertentangan dengan pesan dalam ensiklik Octogesima Adveniens yang menekankan pentingnya memerangi ketidakadilan sosial dan ekonomi.
Masalah korupsi dalam hubungannya dengan pesan “Penghormatan terhadap Warga yang Terpinggirkan” dalam Ensiklik Octogesima Adveniens adalah relevan dan memiliki implikasi yang signifikan.
Dalam ensiklik Octogesima Adveniens menekankan pentingnya memerangi kemiskinan dan ketidakadilan, serta menghormati martabat setiap individu, terutama mereka yang terpinggirkan.
Oleh karena itu, tindakan korupsi yang mengorbankan warga yang terpinggirkan bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan etika yang dianut dalam ensiklik tersebut.
Dalam hal ini, korupsi adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan dan memperdalam ketidakadilan ekonomi.
Pesan ensiklik Octogesima Adveniens sangat relevan dalam konteks ini karena menggarisbawahi pentingnya penghormatan terhadap warga yang terpinggirkan.
Ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar dan ajaran sosial gereja katolik.
Dalam ensiklik ini, Paus Paulus VI memanggil umat Katolik dan seluruh manusia untuk bertindak memerangi kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi.
Secara tidak langsung Paus Paulus VI juga menyoroti masalah-masalah yang terkait dengan korupsi, yang sering menjadi penyebab kemiskinan baru.
Ensiklik ini juga, mempromosikan peran aktif dalam masalah politik dan mendesak untuk memperjuangkan nilai-nilai dan semangat injili dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini konsisten dengan pesan-pesan yang mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembuatan kebijakan dan memastikan bahwa kepentingan warga yang terpinggirkan harus diperhatikan.
Meskipun ensiklik ini tidak secara eksplisit membahas korupsi, tetapi dokumen ini secara tidak langsung mengandung implikasi terkait dengan isu korupsi.
Dalam Octogesima Adveniens, Paus Paulus VI menyoroti beberapa aspek yang relevan dalam konteks ketidakadilan ekonomi dan sosial yang terkait dengan korupsi.
Pertama, Keadilan Sosial: Ensiklik ini menekankan pentingnya keadilan sosial dalam masyarakat.
Korupsi seringkali merusak keadilan sosial dengan memengaruhi distribusi sumber daya, hak, dan peluang.
Korupsi dapat menguntungkan kelompok tertentu sementara merugikan warga yang terpinggirkan.
Kedua, Partisipasi Aktif: Octogesima Adveniens memanggil umat Katolik untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik dan sosial.
Dalam konteks korupsi, partisipasi aktif masyarakat dapat membantu memerangi praktik-praktik korup.
Ketiga, Penghormatan Terhadap Martabat Manusia: Ensiklik ini menekankan penghormatan terhadap martabat manusia, terutama mereka yang terpinggirkan.
Ini mencerminkan keyakinan bahwa setiap individu memiliki hak fundamental yang harus dihormati. Korupsi dapat melukai martabat manusia dengan merampas hak-hak dan kebutuhan dasar mereka.
Keempat, Solidaritas: Octogesima Adveniens mempromosikan nilai solidaritas, yang mengacu pada kepedulian terhadap kesejahteraan sesama.
Korupsi menciptakan ketidaksetaraan dan merusak solidaritas sosial.
Pesan ini mencerminkan semangat dan tujuan berbagai organisasi sosial dan masyarakat sipil yang berjuang untuk mengatasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan ekonomi.
Banyak organisasi nirlaba dan aktivis sosial di Indonesia telah berdedikasi untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, memperjuangkan hak-hak warga yang terpinggirkan, dan mengadvokasi perubahan kebijakan yang lebih adil.
Octogesima Adveniens dapat memberikan kerangka kerja nilai-nilai dan etika yang relevan dalam mengatasi korupsi dan ketidakadilan ekonomi seperti yang tertera diatas.
Dalam konteks ini, pesan “Penghormatan terhadap Warga yang Terpinggirkan” dalam Octogesima Adveniens mengingatkan kita untuk fokus pada nilai-nilai solidaritas dan keadilan sosial.
Penting bagi pemerintah, organisasi masyarakat, dan individu untuk bekerja bersama dalam memerangi ketidakadilan dan ketidaksetaraan ekonomi.
Hal ini juga mengajak kita untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat dan politik, membela hak-hak warga yang terpinggirkan, dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.
Penanganan korupsi memerlukan upaya konkret melalui hukum, kebijakan, dan tindakan pencegahan yang lebih spesifik, serta kerja sama dari berbagai pihak termasuk pemerintah, lembaga hukum, dan masyarakat sipil.
Dengan demikian, meskipun Octogesima Adveniens memberikan panduan moral dan etika yang relevan, jawaban pasti terkait dengan penanganan korupsi harus dicari melalui upaya konkret dan aplikasi prinsip-prinsip yang terkandung dalam ensiklik tersebut dalam konteks sosial dan politik yang lebih luas.
Dalam kesimpulan, pesan “Penghormatan terhadap Warga yang Terpinggirkan” dalam Octogesima Adveniens sangat relevan dalam konteks Indonesia yang masih menghadapi ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan ekonomi.
Ensiklik ini mengingatkan akan tanggung jawab kita untuk menghormati martabat setiap individu, memerangi diskriminasi, dan berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil.
Meskipun tantangan masih besar, Ajaran Sosial Gereja (ASG) dalam ensiklik ini dapat memberikan panduan dan inspirasi dalam upaya mencapai ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang lebih rendah.
Semangat untuk bertindak dan menghormati warga yang terpinggirkan harus menjadi pijakan bagi semua orang.