Oleh: Theovilus Senfiardus Samu
Staf BPS Kabupaten Manggarai Timur
Sustainable Development Goals (SDG’s) atau tujuan pembangunan keberlanjutan merupakan sebuah kesepakatan yang dibentuk oleh PBB.
Kesepakatan ini dibentuk untuk mendorong pembangunan baru ke arah perubahan-perubahan yang berdasarkan pada hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup menjadi lebih baik (SDG’s Bappenas).
Pembentukan tujuan pembangunan keberlanjutan terjadi karena PBB menilai bahwa Milenial Development Goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan milenial tidak merepresentasikan masalah-masalah yang ada di dunia, tetapi hanya merepresentasikan pada masalah yang ada di negara terbelakang dan berkembang.
Tanpa disadari, negara maju juga memiliki masalah yang hampir-hampir sama dengan negara terbelakang dan berkembang.
Setelah dilakukan evaluasi, terbentuklah SDG’s sebagai representasi dari masalah-masalah dengan menerapkan prinsip-prinsip universal, integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa dengan adanya tujuan baru ini tidak akan ada lagi seorang pun dari belahan dunia mana pun akan terlewatkan. Tujuan inilah yang melatarbelakangi terbentuknya tagline SDG’s yakni No Left Behind.
Memiliki 17 tujuan dan 169 sasaran, SDG’s dirasa dapat memberikan dampak yang nyata. Tujuan pertama dan utama yang ingin dihapus dari masalah universal adalah No Poverty atau tidak ada kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah universal di setiap belahan dunia. Entah itu negara maju maupun negara berkembang. Kemiskinan selalu ada untuk membayang-bayangi negara dan pemerintahannya. Menuntaskan masalah kemiskinan merupakan penyelesaian dari hampir semua masalah dari 17 tujuan pembentukan SDG’s.
Masalah kemiskinan merupakan masalah yang sejak lama ingin dituntaskan oleh semua negara di belahan dunia mana pun, tidak terkecuali Indonesia. Menuntaskan atau bahkan menurunkan angka kemiskinan merupakan prestasi bagi sebuah negara.
Bagi Indonesia sendiri, upaya dalam hal penuntasan kemiskinan sudah lama dilakukan. Salah satu cara dalam hal penuntasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 dengan tujuan mempercepat pemberantasan kemiskinan ekstrem.
Pada Instruksi Presiden tersebut target yang ingin dicapai adalah penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2030. Target nol persen pada tahun 2030 ini juga sejalan dengan selesainya program universal tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s).
Target Instruksi Presiden yang mencanangkan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen. Keputusan ini menjadi sebuah target ambisius yang benar-benar harus diperhatikan oleh pemerintah kita.
Bagaimana tidak, BPS menyebutkan bahwa pada bulan maret 2023, persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,36 persen atau sekitar 25,90 juta jiwa. Angka ini mengalami penurunan 0,21 persen dibandingkan pada bulan September 2022.
Jika nilai penurunan yang terjadi pada bulan september 2022 ke bulan maret 2023 dipakai untuk mengukur penurunan angka kemiskinan tiap tahun pada bulan yang sama. Tentu saja nilai ini tidak akan dapat memberikan dampak yang besar dalam hal penuntasan kemiskinan sampai pada tahun 2030.
Penurunan yang akan dihasilkan ketika menggunakan nilai tersebut sampai pada tahun 2030 dimana program universal PBB yakni SDG’s telah berakhir, maka angka penurunan kemiskinan Indonesia yang tadinya 9,36 persen hanya akan menjadi 7,68 persen saja pada bulan maret 2030.
Tentu saja angka ini dipastikan tidak akan mencapai target dari Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2022.
Pencapaian target yang ditetapkan dengan Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2022 seharusnya sangat bisa tercapai. Hal ini didukung dengan fenomena yang sudah terjadi di Indonesia.
Sejak tahun 2015, Indonesia telah memasuki sebuah fase dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif.
Fenomena ini disebut dengan fenomena Bonus Demografi. Bonus demografi merupakan sebuah batu loncatan suatu negara khususnya Indonesia untuk dapat meningkatkan hampir semua kebutuhan untuk menjadi sebuah negara maju.
Dampak nyata akibat dari bonus demografi dapat terlihat dengan banyak dan maraknya lahirnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah yang mana di dominasi oleh anak muda usia produktif.
Lahirnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak dampak positif yang timbul akibat bonus demografi.
Bonus demografi juga memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan laju perekonomian yang tentunya dapat memberikan pengaruh besar terhadap kesejahteraan bangsa dan negara.
Selain itu, secara langsung bonus demografi meningkatkan roda perekonomian yang tumbuh pesat dan siap bersaing di kanca internasional.
Dengan begitu, bonus demografi dirasa cukup untuk dapat dikatakan sebagai fenomena positif bagi Indonesia untuk mencapai target-target yang ingin dicapai.
Dampak positif dan negatif bagaikan sepasang koin, yang dimana kedua kejadian tersebut tidak dapat terpisahkan.
Ketika sebuah kejadian memiliki dampak positif tentu saja pada saat yang sama juga memiliki dampak negatif. Sama hal nya dengan sebuah koin.
Dampak negatif fenomena bonus demografi tidak dapat dianggap remeh. Dengan dampak positif yang memberikan pengaruh besar terhadap pembangunan dan kemajuan negara, tentu saja dampak negatif dari bonus demografi juga dapat memberikan dampak perubahan ke arah berlawanan yang signifikan.
Fenomena bonus demografi yang mana menghasilkan jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif dapat menjadi pedang bermata dua.
Salah satu dampak negatif yang dapat memberikan perubahan ke arah yang berlawan adalah dengan meningkatnya pengangguran secara besar-besaran ketika fenomena bonus demografi tidak diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama dalam hal pendidikan.
Pengangguran yang disebabkan akibat kualitas sumber daya manusia yang rendah sangat dapat menghambat target dan tujuan pembentukan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022.
Dengan meningkatnya pengangguran akibat dampak negatif dari fenomena bonus demografi, peluang bagi Indonesia untuk menuntaskan atau bahkan menurunkan tingkat kemiskinan semakin sulit terlaksana dan wacana peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menuju Indonesia emas 2045 hanya akan tetap menjadi wacana.
Masalah kemiskinan merupakan akar dari setiap masalah lain di setiap negara. Dengan fenomena bonus demografi yang sedang berlangsung bagi Indonesia, pemerintah di tuntut agar dapat mengimbangi lonjakan penduduk usia produktif.
Lonjakan penduduk usia produktif dapat mengantarkan Indonesia ke arah perubahan yang lebih baik dengan cara meningkatkan akses dan infrastruktur pendidikan, kesehatan dan masih banyak lagi.
Tapi juga dapat mengakibatkan kemerosotan perekonomian dan meningkatkan angka kemiskinan. Hal inilah yang menjadi PR besar bagi pemerintah kita dalam mengakhiri fenomena bonus demografi dan menyambut Indonesia Emas 2045.