Ruteng, Vox NTT- Remigius Harum, salah seorang tokoh masyarakat asal Cireng Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) memberi pandangan tentang sosok Kornelis Dola yang beberapa tahun terakhir aktif mensosialisasikan diri untuk maju sebagai calon bupati Manggarai.
Menurutnya, sosok Kornelis Dola adalah gambaran pemimpin yang dibutuhkan zaman sekarang karena sangat merakyat dan akomodatif terhadap aspirasi dan perjuangan semua kalangan yang ada khususnya terkait hajat hidup orang banyak.
Sosok Kornelis Dola juga menurut Remigius adalah seorang birokrat yang telah rela pensiun dini dalam rangka membuktikan keseriuasannya kepada seluruh masyarakat Manggarai untuk maju menjadi Bupati Manggarai.
“Saya pikir patut dipertimbangkan orang ini (Kornelis Dola). Apa yang ada dalam diri dia itu adalah birokrasi lalu kemudian pensiun dini. Dan saya menilai bahwa itu tanda bahwa dia siap,” jelas mantan Camat Reo itu pada Sabtu, (23/11/2023).
Sosok Kornelis Dola juga dianggap mempunyai kemampuan mencari dan mengelola uang dengan baik karena merupakan seorang pebisnis sukses.
“Saya lama di pemerintahan. Yang sering diributkan adalah di belanjanya dan pendapatannya. Karena itu, menjadi pemimpin mesti punya kiat untuk bisa menghasilkan uang dengan cara apa saja. Bukan hanya pada kemampuan mengelola uang yang sudah ada. Dua kemampuan ini harus ada,” ujar mantan Kabag Humas Pemda Manggarai itu.
Bahkan, sosok Kornelis juga merupakan pribadi yang komunikatif dengan semua kalangan termasuk dengan tokoh-tokoh partai politik yang ada meskipun dirinya mendeklarasikan diri maju dengan jalur independen.
“Artinya dia tidak anti partai politik. Menurut saya itu sebuah poin penting karena ketika dia menjadi Bupati dia harus bekerja sama dengan legislatif. Dengan demikian, orang yang menjadi Bupati adalah orang yang mampu berkomunikasi dengan partai politik,” tambah mantan Kepala Bagian Organisasi Setda Kabupaten Manggarai itu.
Harapan Terhadap Kornelis Dola
Sebagai masyarakat, ia berharap agar Kornelis Dola menjadi pemimpin yang benar-benar bisa mengatur manajemen dan irama kerja birokrat agar perjalanan birokrasi di Manggarai tidak pincang oleh karena penempatan staf yang tidak sesuai dengan keahlian.
“Pengelolaan birokrasi kalau boleh berdasarkan asas base on regulasi, kelola pegawai itu pada tataran ikut aturan kepegawaian. Salah satu hal yang diatur dalam undang-undang kepegawaian juga yakni penetapan eselon dua sebagai pimpinan tertinggi di perangkat daerah. Tidak boleh karena pertimbangan politik melainkan harus pertimbangan profesionslitas,”katanya.
“Seperti misalnya dinas pendidikan, harus ditempatkan oleh orang pendidikan, dinas kesehatan harus ditempatkan oleh orang kesehatan, di PU harus ditempatkan oleh sarjana teknik. Itu namanya the right man on the right place yang tentu diperoleh melalui fit and ptoper test,” tambah dia.
Tidak hanya itu, harapan lain yang dia sampaikan juga yakni terkait realisasi pembangunan yang harus berdasarkan skala prioritas dan tidak boleh menghianati perencanaan dengan melakukan pembangunan yang asal-asalan dan tidak tuntas.
“Bahwa kebutuhan kita banyak sekali tetapi harus berdasarkan skala prioritas. Pembangunan yang substaniable. Harus berkelanjutan. Karena itu perencaanaanya harus matang. Tidak boleh berhenti di tengah jalan. Seperti misalnya pembangunan jalan raya hotmix dari Langke Majok menuju Nteer yang belum selesai. Saya tunggu pembangunan itu dilanjutkan tahun depan. Karena kalau tidak dilanjutkan, itu namanya mengkhianati perencanaan,” tegas mantan Kepala BKP SDMD itu.
Untuk bisa mencapai semua itu, ia juga berharap agar masyarakat Manggarai yang saat ini belum menyerahkan KTP sebagai bentuk dukungan terhadap Kornelis Dola maju melalui jalur independen bisa diserahkan dan bersedia mendukung dia di kemudian hari.
“Satu harapan saya adalah agar masyarakat yang telah mengumpulkan KTP kepada pak Kornelis itu juga bisa menjadi pilihannya mereka,” tutup pensiunan ASN yang kini berdomisili di Perumnas itu.
Kondisi Manggarai Terkini di Mata Remigius
Tidak hanya memberi pandangan tentang sosok yang mampu memimpin Manggarai, Remigius juga mengulas tentang potret kondisi terkini Manggarai di aspek pembangunan dan birokrasi.
Menurutnya, penempatan Plt di beberapa dinas yang ada berpengaruh pada perjalanan roda birokrasi yang pincang dan berdampak langsung pada agenda kerja yang tidak terealisasi dengan baik.
Plt menurut Remigius tidak bisa mengeksekuasi keputusan-keputusan strategis di sebuah dinas baik itu urusan keuangan, kepagawaian maupun hal-hal strategis lainnya.
Dampak lain terhadap lamanya penempatan Plt sampai bertahun-tahun di Manggarai juga teletak pada sikap staf terhadap seorang PLT yang berbeda jauh dengan seorang kepala dinas.
“Karena Plt itu adalah orang yang ada di situ juga. Biasanya Plt itu yang selevel atau satu tingkat di bawahnya. Tidak bisa ke atas. Dengan demikian ada 8 atau 9 dinas di Manggarai yang irama kerjanya tidak signifikan seperti dinas dinas lain. Implikasinya adalah tentu pada pelayanan publik,” tambahnya.
Hal lain juga yang disoroti adalah terkait penempatan pegawai dan pemenuhan hak-hak pegawai. Itu semua harus dikelola dengan baik supaya staf di level tatalaksana bisa menjalankan roda pemerintahan itu sesuai dengan keinginan dari seorang pemimpin.
“Saya ambil contoh misalnya tentang tunjangan kinerja yang saya dengar selama ini, di level eselon 2 tunjangan itu adalah satu juta dua ratus. Hari ini tunjangan kinerja itu dipangkas. Bagi saya, setiap pegawai pasti ingin agar ada peningkatan gajinya maka ketika harapan itu tidak tercapai. Apalagi ketika itu dipangkas maka pasti ada kekecewaan,” jelasnya.
“Kondisi kekecewaan itu pasti akan mengganggu irama kerja. Kalau Irama kerjanya terganggu maka capaian visi misi kepala daerah juga pasti ikut terganggu. Untuk sementara, itu gambaran birokrasi di Manggarai saat ini,” tambahnya.
Di aspek pembangunan, harus ada pertimbangan skala prioritas dalam perencanaan supaya pembangunan yang berlangsung bisa berdampak langsung kepada masyarakat dan sesuai dengan pertimbangan kondisi nyata di masyarakat.
“Pembangunan itu harus berdasarkan kebutuhan. Yang kedua baru kita bicara tentang kualitas. Yang ketiga adalah setiap output pembangunan fisik harus bisa menghasilkan sesuatu. Seperti misalnya kita bangun jalan raya supaya bisa dilewati, begitu juga dengan pembangunan gedung harus bisa dimanfaatkan. Dengan kata lain, tidak boleh pembangunan tidak menghasilkan apa-apa,” tutupnya.
Penulis: Igen Padur