Oleh: Christo Maria Sultan Tuzagugu
Mahasiswa Nagekeo Jakarta
Tahun 2024 adalah tahun politik, setelah melewati Pemilihan Umum Presiden dan DPR RI, kita semua masuk dalam fase Pemilihan Kepala Daerah secara serentak.
Semua orang berpartisipasi dengan terlibat dalam momen politik (pemilu) secara aktif, pro aktif, dan bahkan ada yang pasif (Artinya dia hanya memilih).
Semua orang berusaha mencari partisipan untuk mendukung salah satu pasangan pemimpin yang mereka kagum.
Dalam proses demokrasi tentu hal ini wajar terjadi, karena ini merupakan prinsip demokrasi, yang menang adalah suara terbanyak dan yang kalah adalah yang paling sedikit.
Pemilu dan pilkada merupakan mekanisme suksesi kekuasaan politik secara damai.
Legitimasi kekuasaan seorang pemimpin atau partai politik tertentu dengan cara kekerasan.
Figur-figur yang bakal menjadi pemimpin di framing media, dari latar belakang kelaurga, hingga rekam jejak jabatan yang pernah di emban dan prestasi apa dari jabartan tersebut yang sudah dilakukan.
Pemilihan umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai ruang demokrasi dalam perwujudan kedaulatan ditangan rakyat sebagaimana telah ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Dasar”. Selanjutnya Undang-undang Dasar mengaturnya dalam BAB VIIB tentang Pemilihan Umum yaitu pasal 22 E ayat (1-5).
Dalam konteks Pilkada, mencari pemimpin negarawan secara substansial tipikal sosok pemimpin yang negarawan dan sosok pemimpin politikus akan memiliki dampak yang jauh berbeda.
Tipikal sosok pemimpin negarawan adalah sifat mengayomi dan memikirkan bagaimana nasib masyarakat dari kebijakan yang dikeluarkan apakah berdampak lebih baik dari sebelumnya atau memperburuk dari keadaan yang sebelumnya.
Sifat pemimpin negarawan memiliki idealisme dan prinsip yang kuat kehadiranya seperti seoarang ayah yang merawat dan membesarkan demi masa depan anaknya.
Berbeda dengan tipikal sosok pemimpin yang politikus, pemimpin politikus yang mana hanya berorientasi pada kekuasaan itu sendiri, lebih mementingkan kelompoknya sendiri ketika berkuasa, dan mengeksploitasi masyarakat dengan keputusan ataupun kebijakan-kebijakannya dan yang lebih parahnya melihat masyarakat hanya sebatas komoditi suara dalam momentum politik.
Pandangan tipikal pemimpin berkarakter politikus hanya mengedepankan diri dan kolegial primordial. Oleh karena itu dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif tidak hanya sekedar mengisi kursi-kursi, tetapi dalam kacamata yang lebih luas dimaksud adalah menciptakan suatu peradaban baru.
Dari dua sifat pemimpin tadi kita dapat memilih mana yang demi kepentingan masyarakat atau yang kepentinganya untuk kelompoknya sendiri.
Pilkada 2024 di Indonesia dilaksanakan secara serentak bagi daerah dengan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022, 2023, 2024, dan 2025.
Sistem Pilkada serentak tahun 2024 ini adalah yang kelima kalinya diselenggarakan di Indonesia, sekaligus yang pertama kalinya melibatkan seluruh provinsi, kabupaten/kota di Indonesia.
Menurut laporan data dari KPU, total daerah yang mengikuti penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2024 di Indonesia adalah sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Dengan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak pada Rabu, 27 November 2024.
Kabupaten Nagekeo salah satu kabupaten yang terliabat dalam pilkada serentak. Dalam menyambut kontestasi politik pilkada pada bulan November mendatang, para bakal calon dari petahana maupun pendatang baru sudah bergerak untuk mencari pendukung.
Relawan pemenangan dibentuk untuk menyebarkan informasi tentang masing-masing figur calon pemimpin yang mereka dukung. Dari petahana dengan jargonnya “lanjutkan” dan yang pendatang baru “perubahan” tentu ada alasan dari jargon mereka para bakal calon.
Momen pilkada di Nagekeo kali ini, jangan sampai mengacu hanya pada kepentingan siapa yang memimpin tetapi juga harus mampu mengkonsolidasi isu sosial yang terjadi belum pernah terselesaikan oleh pemimpin sebelumnya.
Di sini peran aktif masyarakat harus nampak, memberikan masukan persoalan yang ada; kasus-kasus korupsi, penegakan hukum, infrastruktur pembangunan, pertanian, pendidikan, pariwisata.
Infrastruktur Pendidikan di beberapa kecamatan masih jauh dari kata layak yaitu fasilitas internet yang kurang dalam menunjang aktivitas siswa-siswi dalam proses belajar dan mengajar.
Selain itu aparat penegakan hukum dalam membangun rasa nyaman di tengah masyarakat ada beberapa kasus yang belum terselesaikan yaitu pada tahun 2020 seorang mahasiswa di Nagekeo ditemukan tewas di parit dengan wajah penuh luka yang diduga korban pembunuhan dan pelaku masih belum ditemukan. Artinya, jika benar itu adalah pembunuhan maka masyarakat sedang berdampingan hidup bersama pelaku pembunuhan.
Semua masalah ini perlu disampaikan bahwa ada yang perlu kita fokus dan targetkan ketika pemimpin yang baru terpilih.
Masalah yang lain adalah pertanian, Kabupaten Nagekeo menjadi salah satu pertanian yang luas di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Persawahan Mbay menghampar dengan luas sekitar 5.800 hektare sedikit lebih luas dari wilayah kota administrasi Jakarta Pusat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Ngakeo Luas panen padi pada 2021 diperkirakan sebesar 176,39 ribu hektare, mengalami penurunan sebanyak 5,30 ribu hektare atau 2,92 persen dibandingkan 2020 yang sebesar 181,69 ribu hektare.
Produksi padi pada 2021 diperkirakan sebesar 730,93 ribu ton GKG, mengalami kenaikan sebanyak 5,91 ribu ton GKG atau 0,81 persen dibandingkan 2020 yang sebesar 725,02 ribu ton GKG.
Jika potensi produksi padi pada 2021 dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi beras pada 2021 diperkirakan sebesar 425,91 ribu ton, mengalami kenaikan sebanyak 3,44 ribu ton atau 0,81 persen dibandingkan 2020 yang sebesar 422,47 ribu ton.
Infrastruktur penunjang dalam sektor pertanian masih menjadi masalah dalam peningkatan produktivitas hasil panen dan kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar para petani.
Persoalan yang lain adalah sistem birokrasi, masih membawa sistem kultural feodalisme, primordialisme kedalam pemerintahan sehingga mempengaruh kinerja-kinerja pemerintahan bahkan dalam pengambilan keputusan.
Jika hal ini terjadi koodinasi birokrasi maupun antar lembaga akan menurun dan mempengaruh pada persoalan substansi Nagekeo. Hal ini mempengaruhi meningkatanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Semua persoalan-persoalan yang belum terselesaikan ini adalah pekerjaan rumah untuk pemimpin baru dan juga masyarakat.
Cita-cita untuk memajukan Kabupaten Nagekeo ke arah lebih baik harus benar-benar mampu melihat situasi akar rumput. Persoalan-persoalan mendasar masyarakat harus diselesaikan.
Hemat saya, masyarakat Nagekeo sudah saatnya untuk menentukan pemimpin baru yang mampu menjawab semua kepentingan umum.
Pada momentum pilkada ini, masyarakat sangat diharapakn untuk masuk pada setiap ruang-ruang kampanye guna untuk memberi kritikan serta masukan jika nantinya pemimpin baru tersebut terpilih.
Selain itu, dari sisi integritas, serta rekam jejak perlu untuk ditelisik lebih jauh agar calon pemimpin yang nantinya kita pilih benar-benar dekat dengan kepentingan masyarakat umum.
Dukungan untuk pemimpin baru sebaiknya tidak hanya berdasarkan retorika kampanye, tetapi juga rekam jejak dan komitmen nyata dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.
Masalah seperti kasus-kasus hukum yang belum terselesaikan, infrastruktur pendidikan yang perlu ditingkatkan, serta pembangunan dalam sektor pertanian harus menjadi fokus utama bagi calon pemimpin baru.
Program-program yang konkret dan solutif perlu digarap untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penting untuk melakukan reformasi birokrasi guna mengurangi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sistem birokrasi yang lebih transparan dan akuntabel akan mendukung efisiensi dalam pelayanan publik dan pengambilan keputusan.
Calon pemimpin perlu memprioritaskan peningkatan infrastruktur pendidikan, termasuk akses internet yang memadai di semua kecamatan, untuk mendukung proses pembelajaran yang lebih efektif.
Diperlukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan produktivitas pertanian, seperti pengembangan infrastruktur penunjang dan pemenuhan kebutuhan dasar petani.
Pemimpin yang baru harus mampu membangun konsensus sosial di antara berbagai elemen masyarakat Nagekeo untuk merumuskan solusi yang inklusif dan berkelanjutan.
Masyarakat diimbau untuk memilih calon pemimpin berdasarkan kualitas, komitmen nyata terhadap perubahan, dan integritas pribadi, bukan hanya berdasarkan janji-janji kampanye atau afiliasi politik semata.