*Fitri Wolos
Gelisah
Janji dan waktu adalah gelisah
Ketika tutur menyayat damai
Menjadi tipisan yang melukai
Layaknya waktu yang mendorong berkelana
Masih dirimu yang lalu lalang di kepala dan hatiku
Namun itu dahulu,
Akhir-akhir ini aku lebih menyukai langit daripada kamu
Apalagi jika malam berbulan dan berbintang
Mereka ramai, diam tetapi indah
Kamu menjadi terlalu senyap
Aku pun semakin ragu
Ragu walau sekedar untuk menyapa
Kutitipkan saja sapaku pada langit
Lihatlah semoga kamu menemukan.
Cinta Lampau
Masih tanpa pelukan
Saat tengah malam semakin menyeramkan
Hanya burung hantu berdendang
Doa membuatku terlelap tegas
Masih tanpa dekapan
Saat pagi begitu malas beranjak
Hanya embun menjenuh dalam sejuk
Rupamu masih samar-samar
Masih tanpa kehangatan
Saat khilaf mencurimu dariku
Ketika resmi hampir terpilin
Sayangnya, takdir memang menjauh
Pergi melewati jendela
Mendaki pada jenang langit
Sampai berjumpa lagi.
Rindu
Jarak ditakdirkan untuk menebalkan rindu
Tetapi doa dilantunkan untuk menyatukan hati dalam iman
Agar setiap rindu terberkati oleh pertemuan
Dan pertemuan direstui dalam persandingan suci
Sebab jarak yang walau hanya sejengkal tak boleh di lapisi dengan curiga,
cukup balut saja dengan rindu dalammu berdoa***
*Fitri Wolos adalah anak tunggal dari pasangan Petrus Sais Wolos (Alm) dan Maria Wenefrida Lendo. Bagi Fitri, sangat penting memperkenalkan kedua orang tua, sebagai bentuk penghargaan atas jasa mereka. Pemilik nama lengkap Anastasia Safitri Wolos adalah lulusan Universitas Negeri Padang. Fitri lahir di kota, Ruteng pada 3 September 1993. Fitri menulis puisi karena puisi telah mengabadikan sebagian hidupnya. “Puisi adalah aku.”, begitulah Fitri menghayatinya. Fitri juga merupakan anggota Komunitas Sastra Hujan Ruteng.