Ruteng, Vox NTT – Edi Hardum, kuasa hukum pasangan Maksi Ngkeros dan Ronald Susilo (Maksi-Ronald) menduga kliennya sengaja diadang dengan tuduhan kampanye hitam (black campaign).
Dugaan pengadangan ini dilakukan agar calon bupati dan wakil bupati Manggarai nomor urut satu itu batal maju Pilkada atau tidak menang dalam Pilkada Manggarai 2024.
Edi juga menduga dalam kasus ini dengan sengaja mengkriminalisasi Maksi Ngkeros dengan tuduhan kampanye hitam (black campaign) agar pasangan ini batal maju Pilkada atau tidak menang dalam Pilkada Manggarai 2024.
Sebab, paslon ini bertekad kalau menang akan menegakkan hukum termasuk mendorong kuat agar kasus “Ratu Kemiri” dituntaskan.
“Kita semua tahu kasus ‘Ratu Kemiri’ merupakan kasus sebagai gunung es tindakan penyuapan terhadap pejabat di Manggarai. Ini salah satu kasus yang memalukan, merusak bahkan menghancurkan Manggarai,” tegas Edi, Sabtu, 2 November 2024.
Ia mengatakan, lawan mencari-cari kesalahan paslon Maksi-Ronald karena pasangan ini bertekad memajukan Manggarai terutama dalam menegakkan asas-asas pemerintahan yang baik, di mana salah satu di dalamnya adalah menegakan hukum.
“Yang diucapkan Pak Maksi masuk dalam kampanye negatif, bukan kampanye hitam. Kampanye hitam kan mengungkapkan kebobrokan penguasa, dalam arti yang berkaitan dengan kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi atau keluarga si penguasa,” kata dia.
Ia menegaskan, penetapan tersangka kepada Maksi Ngkeros bukan karena kasus korupsi atau kasus penyuapan kepada masyarakat dan sebagainya tetapi kasus remeh temeh.
Edi mengatakan, kasus remeh temeh ini tidak membuat pasangan Maksi Ngkeros – Ronald Susilo batal untuk maju Pilkada Manggarai 2024.
Selain itu, keduanya tidak bisa dibatalkan untuk dilantik menjadi bupati dan wakil bupati Manggarai kalau terpilih pada Pilkada 28 November mendatang.
Pasalnya, kata Edi, ancaman hukuman untuk peserta Pilkada yang terbukti melakukan kampanye hitam sebagaimana dipaksakan dituduhkan kepada Maksi Ngkeros adalah minimal tiga bulan penjara, maksimal 18 bulan penjara dan atau denda Rp600.000,00 – Rp6.000.000,00.
Hal ini diatur dalam Pasal 187 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi Undang-undang.
Edi mengatakan, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati dan atau calon wali kota dan wakil wali kota dibatalkan pencalonannya kalau, antara lain, pertama, pasangan calon dan/atau tim kampanye terbukti menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum hari pemungutan suara.
Kedua, pasangan calon terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum hari pemungutan suara.
Ketiga, pasangan calon terbukti menerima dan/atau memberikan imbalan dalam proses pencalonan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tiga hal tersebut diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Jadi berdasarkan itu, tidak perlu khawatir dengan tuduhan kampanye hitam kepada Maksi Ngkeros. Ini kasus remeh temeh. Tidak bisa membatalkan Paslon Maron untuk meraih kemenangan,” kata dia. [VoN]