Ruteng, Vox NTT – Tim kuasa hukum calon bupati Manggarai Maksimus Ngkeros akan melaporkan Charisma Gaga Arisatya, hakim Pengadilan Negeri Ruteng ke Komisi Yudisial (KY).
Langkah ini sebagai buntut atas keputusan
Charisma sebagai hakim tunggal dalam sidang prapradilan kasus tuduhan kampanye hitam Maksimus Ngkeros, Jumat, 15 November 2024.
Charisma dalam putusannya mengabaikan permintaan kuasa hukum pemohon. Sebagai bentuk protes, tim kuasa hukum Maksimus Ngkeros tidak hadir dalam agenda putusan perkara.
Salah satu kuasa hukum Maksi Ngkeros, Robertus Antara dalam keterangan yang diterima awak media mengatakan, Charisma diduga tidak profesional menangani perkara tersebut.
Hak-hak dari pihak pemohon praperadilan, kata Robertus, diabaikan Charisma.
“Pendapat kami selalu ditepisnya,” tegasnya.
Robertus mengatakan, sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelsaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum yang pada pokoknya menyatakan; pengadilan negeri memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilihan paling lama 7 hari setelah pelimpahan berkas perkara.
Perkara yang dimohonkan Robertus dan kawan-kawan mulai disidangkan Senin, 11 November 2024. Itu berarti perkara a quo diputuskan pada Selasa, 19 November 2024.
Ia menjelaskan, dari awal para kuasa hukum pemohon meminta agar putusannya jatuh pada hari Selasa, 19 November 2024. Namun hakim tunggal Charisma menetapkan Senin, 18 November 2024.
“Penetapan Senin kami ikuti, eh ternyata hari ini Jumat (15/11/2024) saat kami menyampaikan kesimpulan, sang hakim dengan kuasanya menetapkan putusan atas perkara a quo dibacakan sore ini juga. Kami semua kaget. Kami mau bicara dia sudah ketuk palu dan meninggalkan ruangan sidang,” kata anggota tim kuasa hukum lain, Melkhior Yudiwan.
Menurut Melkhior, hakim patut diduga sudah membuat materi putusan tanpa membaca argumentasi pemohon dalam permohonan, dalam replik serta kesimpulan dari pemohonan.
Ia juga menduga hakim tidak melihat bukti-bukti serta keterangan ahli yang dihadirkan pemohon.
“Kami sangat kecewa dengan hakim Charisma ini,” kata Melkhior, mantan hakim ad-hock Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri kelas 1A Kupang itu.
Menurut Melkhior, karena sikap hakim yang arogan seperti itu pihaknya sebagai kuasa pemohon tidak hadir dalam agenda putusan.
“Kami sudah tahu ketika pendapat kami selalu ditepis bahwa permohonan kami ditolak, makanya kami sampaikan bentuk protes dengan tidak hadir dalam agenda putusan. Kami akan segera melapornya ke KY,” kata dia.
Edi Hardum, kuasa hukum Maksi lainnya, menegaskan, hakim tunggal itu layak diperiksa oleh KY dan bagian pengawasan Mahkamah Agung (MA).
“Hakim seperti ini jangan salahkan kita menduga bekerja bukan menegakan kebenaran dan keadilan tapi lebih kepada kepentingan tertentu,” kata dia. [VoN]