Oleh: Yohanes Mau
Misionaris SVD Ruteng (IDR), Staf guru di SMA Katolik St. Josef Freinademetz- Tambolaka, Sumba Barat Daya
Wajah Nusa Tenggara Timur (NTT) kini sedang menangis oleh letusan erupsi Lewotobi di Kabupaten, Flores Timur.
Flores Timur adalah nama yang indah menyimpan aneka kekayaan alam indah yang tak terselami.
Flores Timur juga dikenal dengan makanan khas jagung titi yang menjadi ole-ole dari orang Nagi. Tarian dolo-dolo adalah kekhasan orang Flores Timur.
Gerangan siapakah yang bisa bertahan di kursi undangan kalau sudah mendengar musik dolo-dolo? Pasti langsung saling pegang tangan, melingkar berdolo bersama dengan sentakan kaki yang menghibur.
Namun segala label keunikan itu dirubah menjadi tangis dan air mata yang memiluhkan.
Erupsi Lewotobi laki-laki mengamuk dan mengeluarkan lahar panas di seluruh kampung Hokeng dan sekitarnya yang mengakibatkan korban harta dan korban termahal adalah nyawa manusia.
Hati siapakah yang tidak menangis menyaksikan reaksi alam ini? Ah Tuhan mungkinkah Engkau sudah bosan melihat kami manusia? Demikian tanya yang mengalir dalam inti terdalam hati manusia.
Duka Lewotobi adalah duka kita. Menangis Lewotobi adalah menangis kita. Kita menangis dan merasa sakit bersama saudara-saudari kita yang sedang kehilangan segala-galanya.
Namun hal terpenting yang mesti kita pegang adalah mereka adalah kita dan kita adalah mereka. Segala sedih dan menangis mereka adalah sedih dan menangis kita juga.
Seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke turut menyaksikan dan merasakan getaran sedih dan duka yang dialami oleh saudara- saudari kita di Lewotobi, Flores Timur.
Aneka rasa sedih dan belangsungkawa dari berbagai pihak, lembaga, sekolah, Gereja dan negara berpartisipasi secara aktif dalam aksi solidaritas kemanusiaan.
Lebih istimewa lagi Gibran Rakabuming, selaku Wakil Presiden Indonesia turun langsung di lokasi tenda pengungsian, dan menyapa korban secara langsung.
Ini bukti cinta nyata dari negara kepada warganya yang mengalami bencana.
Cinta mengalir deras dari dalam lubuk hati manusia dan turut menjamah setiap resah dan gelisah, duka dan lara yang terasa di dada saudara-saudari di Lewotobi dan sekitarnya.
Erupsi Lewotobi laki-laki ini mengamuk di awal bulan November menjelang hari Pilkada yang akan terjadi pada tanggal 27 akhir bulan ini.
Mungkin saja para Paslon Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten Flores Timur dan para Paslon Gubernur dan wakil Gubernur untuk NTT sudah sampai di wilayah bencana ini sebelumnya.
Aneka janji manis sudah diorasikan dengan indah dan menghipnotis warga sekitar.
Mungkin warga yang sempat dengar orasi dari para politisi musiman ini sudah menjadi korban dari erupsi gunung Lewotobi.
Segala aktivitas politik yang dilakukan menjelang pesta demokrasi selalu menyimpan makna terselubung di baliknya.
Artinya saya datang merayu masyarakat dengan program kerja yang melangit dan aneka bantuan langsung yang bersifat musiman dengan tujuan akhir, jangan lupa memilih saya untuk menjadi pemimpinmu.
Walaupun datang tunjuk muka selanjutnya hilang selamanya bersama musim- musim yang berlalu tanpa jejak.
Seluruh Indonesia tahu jelas bahwa NTT ini memiliki banyak persoalan yang tidak tuntas- tuntas.
NTT masih setia dengan label Nanti Tuhan Tolong), dan berbagai macam label lainnya karena kemiskinan di daerah ini tidak pernah diatasi secara tuntas oleh Gubernur dari periode pertama terbentuknya provinsi NTT hingga saat ini.
Ini artinya kualitas figur- figur pemimpin yang dimiliki di NTT ini berintelektual bagus tetapi tidak memiliki integritas, dan mengabdi pada kebenaran secara total.
Pemimpin yang pernah terpilih mengabdi NTT tidak dengan hati tetapi lebih pada otak sehingga mencari popularitas diri di tengah jeritan masyarakat yang tak pernah berhenti atas pelbagai persoalan seperti; Human trafficking, musibah alam, dan aneka persoalan lainnya yang menjadi langganan tetap di NTT ini tidak diurus dengan baik walaupun tertulis jelas di dalam program-program Paslon Gubernur dan para Paslon Bupati dan Wakil bupati.
Kini Pilkada serentak untuk NTT dan Indonesia sudah di ambang pintu.
Masyarakat sedang menyiapkan diri untuk memilih figur-figur andalannya untuk menduduki tahta jabatan musiman itu.
Apakah para paslon Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati di seluruh daerah NTT ini sudah turut melebur dan mencair di dalam realitas menangis saudara-saudari kita di Lewotobi dan sekitarnya?
Semoga saja mereka sudah dan sedang meleburkan segala rasa hatinya dengan para korban erupsi Lewotobi.
Dan jangan merasa terpanggil oleh erupsi itu untuk mendapatkan kuasa tetapi mengasah hatimu untuk sadar bahwa duka dan tangis mereka adalah duka dan tangis kita bersama.
Kabar tentang erupsi Lewotobi tertanggal 3 November itu mengores duka terdalam NTT, Indonesia dan dunia.
Semua orang menggalang dana dan mengungkapkan rasa solidaritas kepada para korban di Lewotobi.
Para politisi pun tidak mau ketinggalan untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan ini.
Semoga saja tulus hati mereka dan kita bukan saja menjelang pesta demokrasi tetapi pristiwa alam lewotobi menjadi sarana untuk menggoreskan hati mereka menjadi pribadi berkualitas di segala waktu dan musim.
Kualitas otak tanpa kualitas hati adalah hampa. Maka jadilah politisi yang berotak dan berhati murni kepada siapa saja.
Mari buka mata, dan hati untuk melihat, dan mencintai dengan hati yang murni saudara-saudari kita di Lewotobi dan sekitarnya.