Oleh: Eryc Benu
Pagi yang ramai sembari kampung diselimuti kabut, Mama Rita duduk di dapur menikmati kopi sambil menunggu jagung bose yang sedang dimasaknya di tungku.
Di tengah keheningan sembari menikmati pahitnya kopi Ruteng yang dikirim anaknya, mama Rita duduk dengan tenang, matanya menatap jauh ke dalam kenangan.
Tiba-tiba, raut wajahnya berubah, senyumnya memudar, digantikan oleh bayang-bayang kesedihan. Air mata mulai mengalir, menandakan beban yang tak terlihat, seolah setiap tetesnya adalah cerita yang terpendam.
Bapak Nial yang baru bangun dari tidurnya langsung bertanya kepada mama Rita. “Kenapa mama menangis?” ujar bapak Nial. Mama Rita yang tak mau bapak Nial mengatahui kesedihannya langsung cepat-cepat membersihkan air matanya.
Lalu berkata, “tidak mama punya mata hanya kena asap saja makanya keluar air mata”.
Bapak Nial yang tidak begitu kepo, langsung mengambil kopi yang telah dibuat mama Rita lalu duduk diatas kursi kayu yang tidak biasa diduduki orang lain selain bapak Nial. Lalu menikmati kopi buatan mama Rita itu ditambah rokok saliti.
“Kapan yang Man kirim ini kopi mama”, tanya bapak Nial. Mama Rita yang sedang membolak-balik kayu api di tungku itu menjawab dengan pelan, “itu kopi Man kirim dua minggu lalu, dia bilang ini kopi dari mama angkatnya saat dia live in di Ruteng”.
“Pantas ini kopi enak betul”, kata bapak Nial. “Memang namanya kopi Ruteng pasti enak, biar tidak pakai gula ju tetap enak”, jawab mama Rita sambil membetulkan kayu api agar jagung bose cepat masak.
***
Suasana kampung begitu ramai. Orang-orang pada menghiasi depan rumah dengan lampu natal. Para muda mudi berlomba-lomba membuat pohon natal dan kandang natal di tengah perkampungan.
Bocil-bocil juga beramai-ramai merancang meriam kaleng yang dibuat dari bekas kaleng susu yang dibuang di belakang rumah Pak Kades.
Aroma kue kering buatan mama-mama juga mulai terasa di hidung. Begitu juga bau spiritus dan minyak tanah hasil meriam kaleng buatan bocil- bocil juga mulai menandingi aroma mentega dari kue buatan mama- mama.
Suasana desember di kampung tak kalah menarik indah dan ramainya seperti di Eropa. Desember di Eropa dihiasi oleh salju yang begitu indah, tetapi desember di Kampung kecil yang terletak di pinggir danau itu di hiasi oleh rintik hujan yang tak henti.
Begitu pun dengan kekreatifan pemuda-muda yang membuat pohon natal dari hau ayo dan beb noah menjadi indah seperti pohon natal di Eropa. Memang seperti inilah suasana di kampung kecil yang disebut Supul setiap menjelang natal.
Namun, ramainya kampung tak seramai hati mama Rita. Rintiknya hujan di bulan Desember membuat hati mama Rita kembali mengingat suasana natal tahun-tahun sebelumnya di kampung.
Bagi mama Rita, natal tahun ini tak seindah natal tahun lalu. Memang benar hujan itu dirindukan tapi hujan itu buat rindu. Yah seperti yang di rasakan mama Rita saat ini.
Mama Rita merindukan suasana natal tahun-tahun sebelumnya. Dimana mama Rita bisa merayakan natal bersama kedua anaknya.
Tradisi setiap tahun yang dilakukan mama Rita bersama kedua anaknya, Man dan Jen adalah membuat kue kering ala-ala mama Rita.
Membuat Kue kering memang sudah menjadi tradisi bagi keluarga kecil yang harmonis inil. Namun kini tradisi ini menjadi tanta tanya.
Karena kedua anak mama Rita kini berada di tana rantau. Man masuk biara tahun lalu dan sekarang sedang menjalani hidup membiara di Maumere, sedangkan Jen sedang beradu nasib di Bali.
***
Mama Rita teruslah bersedih, merindukan kedua anaknya di rantau. Natal kali ini memang berat bagi mama Rita. Yah begitulah cinta seorang ibu pada anak-anaknya.
Saat suasana kampung semakin ramai, mama Rita memilih duduk di teras rumah, sambil menonton anak-anak yang main meriam kaleng di depan rumah. Tiba- tiba suara tangisan pecah dari teras rumah.
Bapak Nial yang berada di dapur langsung meninggalkan racikan pakan babi yang sedang dimasaknya lalu berlari ke depan rumah. Suara tangisan itu berasal dari mama Rita. Bapak Nial Memeluk mama Rita lalu menenangkannya.
“ Mama menangis karna apa” ujar bapak Nial dengan raut wajah yang begitu panik. “Man dengan Jen” kata mama Rita.
“Man dengan Jen kenapa mama” tanya bapak Nial. “Mama ingat mereka, mama sayang mereka, mama tidak bisa natal tanpa mereka”, Kata mama Rita.
Bapak Nial yang mendengar itu lalu terdiam lalu memeluk erat mama Rita lalu berkata “ mama jangan menangis, kita doa saja buat mereka, semoga Tuhan melindungi mereka memberkati mereka, mereka juga pasti baik baik di tanah rantau”. Ujar seorang suami yang sangat menyayangi keluarganya. Walaupun dia juga sangat merindukan hal itu, yakni natal bersama kedua anaknya.
***
Pada saat malam natal mama Rita telah menyediakan kue buatannya. Lalu memanggil bapak Nial untuk sama- sama menikmati kue natal buatan mama Rita. Sebelum menikmati kue buatan mama Rita, bapak Nial berkata “sebelum kita makan ini kue kita berdoa dulu buat Man dengan Jen”
Mereka berdua berdiri di hadapan patung bunda maria lalu mulai melantunkan doa buat kedua anak tercinta mereka yang berada di tanah rantau.
“Ya Tuhan engkau adalah sumber cinta, cintailah kami dan juga kedua anak kami. Tuhan jagalah dia yang telah kami persembahkan buatMu, kuatkanlah dia agar jubah putih yang telah melekat padanya tak menjadi longgar atau tidak sesak karena godaan duniawi.
Panggilannya menjadi misteri, tetapi kami yakin Engkau pasti selalu bersama dia. Begitupun dengan dia yang sedang beradu nasib demi menafkahi kami, jaga dan lindungilah dia agar dia selalu sehat.
Ya Tuhan, kesehatan mereka adalah kado natal bagi kami. Tuhan sampaikan pada anak kami yang berada di rantau, bahwa kami rindu”.
Tentang penulis:
Eryc Benu lahir di Niki-niki pada tahun 2004. Ia adalah pecinta sastra dan filsafat yang giat menghidupi kata-kata, tapi sayang ia lepas begitu saja. Saat ini ia memilih berstatus Joker (jomblo keren) dan sedang menjalani pendidikan sebagai calon imam Katolik di Maumere.