Kota Kupang, Vox NTT-Dalam kurun waktu dua bulan yakni Februari hingga awal April 2017, sebanyak 10 kasus kekerasan seksual terjadi di wilayah Kabupaten Ngada dan Nagekeo.
Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di dua kabupaten ini mendapat sorotan dari pengamat sosial-budaya NTT, Balkis Soraya Tanof.
Dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana ini menegaskan pelecehan seksual bukan hanya perilaku kriminalitas semata tetapi merupakan salah satu bentuk ketidakadilan jender.
BACA:Februari-April 2017, Terdapat 10 Kasus Pencabulan di Ngada dan Nagekeo
Salah satu penyebabnya kata Balkis adalah kultur mainstream patriarki dan sistem yang kapitalis dimana menempatkan kaum perempuan sebagai kaum nomor dua dalam masyarakat.
“Pada umunya perempuan dan anak yang menjadi korban karena mempunyai status yang tersubordinat, inferior dalam masyarkat. Sedangkan laki laki lebih superior” kata Balkis saat dihubungi VoxNtt.com, Sabtu (08/04/2017).
Hal ini urai dia, berdampak pada dominasi relasi kuasa dalam masyarakat. Tindakan pidana pelecehan dan kekerasan seksual terjadi bukan hanya sebagai ekspresi dari nafsu laki laki bejat, melainkan karena ada pihak yang merasa lebih kuat dan berkuasa.
Oleh karena itu, tegas Balkis, aparat penegak hukum harus menegakkan hukum yang adil dengan menghukum pelaku seberat-beratnya sesuai Regulasi Hukum Perlindungan Anak dan Tindak Pidana Perkosaan tanpa memandang status sosial.
Selain itu dia juga mengharapkan agar pemerintah Ngada dan Nagekeo, untuk lebih memperhatikan aspek pendampingan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan seksual.
“Anak korban pelecehan atau kekerasaan seksual dalam kehidupannya akan mengalami penderitaan rangkap tiga yaitu pada saat terjadi kekerasan, pada saat penyidikan dan saat diberitakan oleh media” katanya.
Karena itu, baik masyarakat, kepolisian dan media harus mempertimbangkan aspek psikologis korban sehingga tidak berdampak pada trauma dan penyakit psikis lainnya. (Andre/VoN).