Bajawa, Vox NTT- Kepala Desa (Kades) Bowali kecamatan Bajawa kabupaten Ngada, Fransiskus Ana Meo merespon protes sejumlah warganya.
Sebelumnya, sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Bowali (FMPB) malayangkan surat protes ke Pemkab Ngada. Mareka protes karena Dana Desa (DD) dialokasikan untuk kontrak lapangan sepak bola.
Kades Frans ketika ditemui ditemui di kediamannya, Senin (22/5/2017), mengatakan prosesnya tidak ada yang salah. DD dialokasikan untuk kontrak lapangan sepak bola yakni dilaksanakan mulai dari penggalian gagasan (pagas), pra-musrengbangdes, review RPJMD, rancangan APBDes, asistensi, perbaikan asistensi dan musrengbang final.
“Semua warga mendukung dan ada berita acaranya. Lapangan bola juga atas kehendak bersama termasuk kontrak. Tunjukan aturan yang katakan tidak bisa kontrak,” kata Kades Frans.
Ia menjelsakan, hal tersebut pula berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2016. Bagian kedua UU ini yakni mengatur tentang aset desa. Pada poin C tertulis “kekayaan desa yang diperoleh dari perjanjian atau kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Selanjutnya, berdasar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa pada pasal 2 poin (d) juga mengatur tentang kontrak.
Pembangunan sarana olahraga tersebut dilakukan karena usulan pembukaan jalan Loka Kila-Were Lokafui-Lokangadaha dan Pau padhi-Wae untuk hibah lahan ada warga yang tidak mau membebaskan lahan. Sehingga dialihkan ke kontrak lapangan sepak bola.
Kontrak tersebut kata Frans, masuk melalui pagas. Lapangan merupakan lahan milik suku Gero yang iklas dikontrakkan oleh pemerintah desa.
Baca: Gunakan Dana Desa untuk Kontrak Lapangan Sepak Bola, Warga Bowali Protes
Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Bowali Kosmas Rani Geli saat ditemui awak media di Kantor Desa Bowali, Senin (22/5), mengakui laporan FMPB tersebut memang berpotensi menghambat proses pencairan DD.
Kosmas mengaku, Pemkab Ngada melalui Asisten II Setda Ngada Hironimus Reba dan Kepala Bidang Pemerintahan Desa dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pemberdayaan Perempuan telah turun ke desa guna menyelesaikan kasus tersebut. Namun hingga kini belum ada jalan keluarnya.
Menurut Kosmas, Forum tersebut bukan represntasi dari masyarakat desa Bowali. FMPB hanya beranggotakan 22 saja. Sedangkan yang lain masyarakat tanda tangan tanpa kop surat.
Sehingga tidak ada alasan DD tidak dicairkan hanya karena surat tersebut.
Kosmas menegaskan, prosesnya sudah selesai dan telah ada berita acara Musrengbangdes final untuk eksekusi DD tahun 2017. Itu dilakukan pada tanggal 5 Mei 2017. Sedangkan protes forum tersebut baru pada tanggal 15 Mei 2017.
Menurutnya, kontrak lapangan sepak bola tersebut telah 5 kali konsultasi dengan Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngada. Dua kali langsung dengan Kajari Ngada Raharjo Budi Kisnanto dan 3 kali dengan Kasie Intel
Menurut Kejari Ngada kata Kosmas, hal itu tidak ada masalah hanya diminta perlu ada kontrak dengan batas waktu tertentu, walaupun suku Gero menyerahkan tanpa batas waktu.
Karena itu, pihak pemerintah desa dan suku Gero menyepakati kontrak selama 25 tahun.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Ngada Yohanes C.Watu Ngebu saat dihubungi awak media per-telepon mengatakan, pihaknya telah mendapat laporan dari forum tersebu
Dia mengatakan, memang benar bahwa aturan tidak mengatur soal sewa menyewa oleh pemerintah desa. Awalnya surat itu hibah bukan sewah menyewa.
Kata Yohanes, proses untuk sewa lapangan 25 tahun atau berapa pun tidak bisa kecuali tanah itu hibah ke pemerintah desa dan menjadi aset desa.
Sementara itu, Ketua FMPB, Agustinus M. Th. Bhae didampingi pembinanya Arnoldus Naru kepada awak media mengatakan, pihaknya menolak penggunaan DD untuk kontrak lapangan sepak bola.
“Kami dukung pembangunan yang berkelanjutan. Bukan sistem kontrak. Tetap kami tolak karena itu membodohi masyarakat,” tegasnya
Pihaknya telah mengirim surat tersebut ditembuskan juga kepada Bupati Ngada, Ketua DPRD Ngada, Kepala BPMD PP, Danramil 1625-01, Kapolres Ngada, Camat Bajawa, Babinsa Desa Bowali, Babinkam Desa Bowali, dan tokoh masyarakat desa Bowali.
Agustinus M. Th. Bhae mengatakan aspirasi penolakan pembangunan lapangan sepak bola dengan sistem kontrak tanah milik suku Gero yang berlokasi di RT 07, Dusun 04, Boba, Desa Bowali.
Kontrak dimaksud menggunakan DD tahun anggaran 2017 sungguh melanggar aturan. Menurut dia, Kades Bowali tidak membaca lengkap aturan dan penjelasan Permendagri itu. Di situ hanya pihak ketiga yang mengontrak aset desa bukan sebaliknya.
FMPB menduga ada ketidakberesan dalam rencana kontrak lapangan tersebut. Karena, ketika pramusrembangdes, program yang diprioritaskan pertama adalah pembangunan infrastruktur jalan yang menghubungkan beberapa kampung dan ke kantong-kantong ekonomi desa, pembangunan deker, pendidikan dan kesehatan.
Namun anehnya ketika penetapan malah yang jadi P1 (prioritas satu) kontrak lahan untuk lapangan sepak bola.
Menurut Agustinus, kontrak lahan untuk lapangan sepak bola yang sudah ditetapkan dengan memakan biaya Rp 320 juta. (Arkadius Togo/VoN)