VoxNtt.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memerika Gubernur NTT selama kurang lebih 10 jam atas terperiksa dalam dugaan kasus korupsi penjualan lahan aset pemprov NTT kepada salah satu perusahaan swasta di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat. Tanah seluas tiga hektar yang sekarang berdiri Hotel New Bajo Beach, diduga tersandung kasus korupsi dimana melibatkan seorang pengusaha yang bernama Hendrik Chandra.
“Ada apa namanya, buku tanah nomor satu itu terkait antara pemerintah propinsi dan Pak Hendrik Chandra. Hendrik Chandra itu pengusaha di NTT” ungkap Lebu Raya seperti diberitakan Metro TV, Rabu (05/10/2016).
Menurut Lebu Raya, lahan seluas tiga hektar yang kini di atasnya sudah berdiri Hotel New Bajo Beach itu, semula adalah milik Pemprov NTT yang dikerjasamakan pengelolaannya dengan pihak swasta yakni Hendrik Chandra.
Namun belakangan, Hendrik Chandra bersama dua orang kerabatnya yakni Hadi Chandra dan Muliadi Chandra, mendirikan sebuah perusahaan berbadan hukum PT dan mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik mereka. Ketiga orang itu adalah saudara kandung.
Pemrov NTT dan Pemkab Manggarai Barat kemudian meminta pihak swasta itu untuk keluar dari lokasi itu namun pihak Chandra mengajukan gugatan. Di tingkat pengadilan negeri pihak tergugat dalam hal ini pemerintah memenangkan gugatan. Namun, pihak keluarga Chandra mengajukan banding di pengadilan tinggi dan keputusannya memenangkan pihak Chandra. Sengketa ini kemudian naik ke tingkat MA dan keputusannya pun sama seperti di tingkat PT.
“Jadi kemarin di KPK, saya ditanya kenal atau tidak dengan sekretaris MA yang sekarang sedang bermasalah hukum itu, dan saya jawab tidak kenal. Apakah saya pernah bertemu dengan dia atau tidak, saya katakan bahwa saya belum pernah bertemu dengan dia,” ungkap Lebu Raya kepada Hendrik Hali dari FloresKita.com di Jakarta, hari ini Kamis (06/10/2016).
Akhir-akhir ini persoalan seputar Pantai Pede memang lagi hangat diperbincangkan publik di NTT. Di sebelah Hotel New Badjo Beach terdapat lahan kosong yang sekarang juga sedang menjadi pro-kontra antara pemerintah dan masyarakat setempat. Masyarakat menginginkan Pantai Pede menjadi ruang publik mengingat dari semua pantai yang berada di pesisir pantai Labuan Bajo, hanya pantai Pede yang masih tersisa. Sementara Pemprov NTT melalui nota kesepakatan bersama PT. Sarana Investama Manggabar telah sepakat untuk mendirikan sebuah hotel di lahan kosong tersebut.
Persoalan ini terus berlarut. Sejak beberapa tahun terakhir ini karut marut persoalan ini bahkan semakin tajam dan memicu konflik horisontal dan vertikal sekaligus.
Potensi konflik itu terjadi antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintah dan pemerintah Provinsi dengan pemerintah Manggarai Barat.
Aksi-aksi bentuk penolakan masyarakat dengan berbagai bentuknya terus terjadi secara spontan dan sporadis di berbagai tempat, baik di Labuan Bajo maupun di berbagai kota lain di Indonesia. (VoN)