VoxNtt.com-Sudah lima tahun terakhir ini Wai Humba disepakati sebagai gerakan inspirasi penyatu keempat kabupaten di Pulau Sumba, yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.
Wai atau wee berarti air, sedangkan Humba adalah Sumba. Wai Humba terinspirasi dari nama-nama tempat di seluruh Sumba yang berawal dengan Wai atau Wee, misalnya Waingapu, Waikabubak, Waibakul, Weetabula.
Pengakuan adanya persamaan entitas sebagai TAU HUMBA (orang Sumba) mendorong terbentuknya sebuah komunitas yang dinamakan “Komunitas Wai Humba”.
Dalam tour festival yang terima VoxNtt.com, dijelaskan melalui komunitas ini, masyarakat dari empat kabupaten dapat melakukan pertukaran informasi seputar potensi dan masalah yang dihadapi di wilayah masing-masing.
Selain itu, festival ini juga sebagai wadah untuk melawan lupa terhadap tradisi turun temurun orang Humba dalam melestarikan alam.
Spiritualitas Orang Sumba
Adapun orang Humba (Sumba) memiliki kepercayaan asli Marapu, mereka melakukan kegiatan ritual-ritual adat, seperti; Kalarat Wai (diambil dari bahasa Humba Kambera).
Kalarat Wai merupakan aktivitas religius aliran kepercayaan Marapu dengan melakukan persembahan di sumber mata air, bahkan hingga saat ini masih terus dijalankan oleh masyarakat penganut Marapu di Pulau Sumba.
Selain merupakan ibadah ucapan syukur,kegiatan ini juga sekaligus sebagai ibadah permohonan kepada sang pencipta agar senantiasa melimpahkan karunia air buat orang Humba.
Sampai saat ini, masyarakat adat di kawasan tempat persembayangan masih mengkramatkan/melarang aktivitas pengrusakan di tempat mata air.
Air dipercaya bersumber dari keberadaan hutan yang terbentang luas membungkus gunung-gunung di Sumba. Oleh karenanya, keempat kabupaten yang menyatu dalam satu wadah yang bernama Wai Humba, memiliki misi yang sama, yakni melindungi gunung-gunung di Humba sebagai penyuplai air bagi makhluk hidup di dalamnya.
Dengan demikian, dicetuslah sebuah kegiatan rutin tahunan yang dinamakan “Festival Wai Humba” yang saat ini akan terselenggara yang ke-5 di Kecamatan Haharu – Kabupaten Sumba Timur. Dari sejarah diyakini bahwa peradaban nenek moyang Humba bermula dari Tanjung Sasar di Kecamatan Haharu.
Festival ini dihadiri oleh warga empat gunung di Sumba, yakni Wanggameti di Kabupaten Sumba Timur, Tana Daru di Sumba Tengah, Poronombu di Sumba Barat dan Yawilla di Sumba Barat Daya.
Keempat gunung ini, selain berfungsi sebagai penyuplai utama air penghidupan bagi penduduk, keberadaan gunung-gunung ini juga sebagai sumber pangan lokal, tanaman obat-obatan dan kayu, yang dapat mendukung keberlangsungan hidup manusia.
Kampanye Tolak Tambang
Festival ini juga sebagai wujud komitmen untuk menolak ekspansi pertambangan Minerba di Sumba. Masyarakat di wilayah empat gunung menyadari bahwa mereka tidak bisa berjuang sendiri pada masing-masing wilayah untuk menjaga asetnya dari upaya pengrusakan oleh pihak lain, tetapi perlu untuk merapatkan barisan dengan kesamaan kepentingan, satu suara “tolak eksploitasi pertambangan di Tana Humba”.
Tema festival kali ini adalah “Tapanuangu” diambil dari bahasa Humba Kambera, yang berarti ‘Kita Terhubung’. KITA di sini berarti warga yang berasal dari dari empat kabupaten, dari empat gunung, terhubung dalam satu wadah “Wai Humba”.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam festival adalah pentas seni budaya, pameran pangan dan kerajinan lokal, musyawarah masyarakat empat gunung, kegiatan pengkeramatan sumber daya air (Kalarat Wai) hingga deklarasi persatuan masyarakat Humba.
Selain itu juga ada permainan tradisional lokal, diskusi kampung tentang perlindungan dan penguatan daya dukung alam bagi masyarakat di Sumba serta napak tilas perjalanan nenek moyang di Tanjung Haharu.
Kegiatan ini akan tetap dan terus dilakukan pada setiap tahunnya sebagai wujud cinta terhadap tanah leluhur, bukti persatuan masyarakat Humba untuk menolak eksploitasi tambang di Tana Humba.
Lebih daripada itu adalah sebagai upaya mewariskan nilai-nilai persatuan kepada generasi Humba berikutnya, bahwa masyarakat adat Sumba hanya terpisah secara administratif wilayah pemerintahan, tetapi tetap dalam satu entitas Humba yang terhubung serta berdaulat secara adat dan budaya. Termasuk berdaulat dan terhubung untuk bahu membahu memastikan tidak ada tempat untuk investasi penghancur alam di Sumba.(UW/VoN)