Ini diperlukan agar tidak membingungkan generasi muda terutama anak-anak apabila nantinya dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan sebagai Muatan Lokal
Sikka, VoxNtt.com-Seperti Marilonga di Ende, Motang Rua di Manggarai dan Wonakaka di Sumba, masyarakat Sikka pun memiliki tokoh yang diyakini sebagai pahlawan yaitu Teka Iku.
Teka Iku memimpin perlawanan rakyat dari beberapa daerah di Sikka melawan Pousthoder Onderafdeeling (pejabat Belanda) di Maumere pada tahun 1904 yang terkenal dengan sebutan Nuhu Teka Iku atau Perang Teka Iku.
Penjajah Belanda saat itu dibantu oleh tiga kerajaan setempat yakni Sikka, Nita, dan Kangae.Perang tersebut dipicu oleh penetapan pajak buah kelapa sebanyak 4 buah per pohon yang dirasa sangat memberatkan petani dan masyarakat.
Oleh karenanya di bawah pimpinan Teka Iku dilakukanlah perlawanan dengan basis utamanya adalah masyarakat Hubing, Wolowude, Wetakara, dan Habi, Wetak, Weko, Kamet, serta beberapa daerah sekitar.
Salah satu taktik perangnya yang terkenal adalah taktik bumi hangus yang dilakukan pasukan terhadap kampung-kampung yang menjadi basis pertahan Belanda dan kerajaan-kerajaan pendukungnya.
Teka yang oleh Bruder Petrus Land disebut sebagai Jendral pemberani ditangkap serta dibuang ke Sawalunto, Sumatera.
Teka dan Iku
Meskipun demikian, beberapa pihak menilai ada banyak informasi yang simpang siur terutama berkaitan dengan riwayat hidup dan peran kedua tokoh ini.
Teka dan Iku adalah dua orang namun selama ini sering disatukan sehingga dianggap Teka Iku adalah satu orang saja.
Selain itu, ada sejarawan lokal yang menyebut Teka sebagai anak gelandangan yang dipilih di Pasar Geliting oleh Mo’an Mitan, ayah Mo’an Iku.
Namun, keluarga dan sejarahwan lokal lainnya meyakini bahwa Teka adalah anak dari Watuwitir yang “diambil” Mo’an Mitan saat bayi karena ditinggalkan orang tuanya di kebun.
Hal lain yang masih membingungkan adalah bagaimana peran masing-masing tokoh yakni Teka dan Iku dalam perjuangan tersebut.
Oleh karena itu, Camat Kangae, Yohanis Yanto Kaliwon, berharap ada ruang diskusi untuk menggali dan menyesuaikan informasi terkait kedua tokoh dan perjuangan mereka.
“Ini diperlukan agar tidak membingungkan generasi muda terutama anak-anak apabila nantinya dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan sebagai Muatan Lokal,” ujarnya kepada VoxNtt.com, Kamis, (10/11) di Hubing Klo’ang, Desa Teka Iku.
Menurutnya, Kesbangpol, Dinas Pariwisata, Dinas Sosial atau Dinas Pendidikan Kabupaten Sikka bisa memfasilitasi kesempatan tersebut.
Sejalan dengan Kaliwon, salah satu tokoh muda Desa Teka Iku, Wilfridus Woda menegaskan pentingnya peran Pemerintah Desa Teka Iku untuk menggali kembali informasi terkait Teka dan Iku.
“Masyarakat setempat dan keluarga harus juga menggali dan menemukan informasi yang baik terkait Teka dan Iku dan Pemerintah Desa Teka Iku dapat memfasilitasi upaya ini,” unarnya saat dihubungi Vox NTT pada Sabtu, (12/11).
“Ini penting agar informasi tentang perjuangan Teka dan Iku tidak membingungkan kami” lanjut Woda.