Saya ingin mengatakan sekali lagi dengan teman-teman yang bersebrangan pendapat, bahwa Indonesia ini adalah negara hukum, bukan negara teokrasi. Saya kira adalah salah kalau melihat Indonesia sebagai negara agama
Jakarta,VoxNtt.com-Apa yang terjadi dengan demonstrasi 4 November 2016 yang lalu, sebetulnya sudah selesai ketika penetapan tersangka terhadap gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah dilakukan oleh pihak aparat kepolisian.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Melbourne University, Todung Mulya Lubis, kepada VoxNtt.com, pada Senin (28/11) di Jakarta.
Menurut dia, kemajemukan, Pancasila dan negara hukum itu adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.
“Celakanya banyak yang komit terhadap kemajemukan, tapi perilakunya tidak mendukung kemajemukan. Banyak yang mengatakan Pancasilais, tapi kelakuannya tidak Pancasilais sama sekali. Banyak yang mengakui dan mengatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, tapi tidak mendukung negara hukum itu sendiri”, tegasnya.
Lebih lanjut Todung mengatakan, penegakan hukum dalam sebuah negara hukum tidak bisa didikte oleh demonstrasi, Berapa besar pun jumlah demonstran itu.
Penegakan hukum adalah otoritas yang diberikan undang-undang kepada pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Atas dasar itu, Todung berpendapat Aksi Massa yang direncanakan pada 2 Desember 2016 yang akan datang adalah sesuatu yang tidak perlu dilakukan, sebab urgensi dari tuntutan para demonstran saat ini sedang diproses secara hukum.
“Kalau kita mengakui Indonesia sebagai negara hukum, saya kira tidak perlu demonstrasi tanggal 2 desember 2016 yang akan datang. Karena proses hukum itu sedang berjalan”, tegas Guru Besar Melbourne University itu.
Dia menilai apa yang terjadi saat ini adalah adanya gelombang pelemahan negara hukum dan seolah-olah yang berlaku itu bukanlah ketentuan hukum positif yang kita miliki, juga yang kita sudah akui bersama.
Todung menjelaskan Indonesia adalah negara hukum bukan negara agama. Sehingga semua persoalan bangsa harus diselesaikan secara hukum.
“Saya ingin mengatakan sekali lagi dengan teman-teman yang bersebrangan pendapat, bahwa Indonesia ini adalah negara hukum, bukan negara teokrasi. Saya kira adalah salah kalau melihat Indonesia sebagai negara agama”, tegasnya.
Ujar dia, filosofi dan prinsip yang kita anut bersama adalah Indonesia negara hukum. Maka untuk menegakkan hukum, masyarakat diminta untuk mengormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Himbauan saya kepada kita semua, mari kita hormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak ada gunanya kita mendikte dan menekan dengan dalih apa pun, karena itu tidak membantu kita mencapai keadilan dalam konteks penegakan hukum yang kita inginkan”, tegas Todung.
Todung berharap kita mesti bersatu-padu, membulatkan tekad untuk menegakkan negara hukum. Kemudian, pemerintah mesti datang dengan satu bahasa, pemerintah jangan datang dengan suara berbeda satu dengan yang lain.
Menurut Todung, kita sedang berhadapan dengan satu momen kritis dalam sejarah bangsa Indonesia. Maka, langkah yang segera diambil adalah menyikapinya bersama dengan cara-cara yang benar dan sesuai hukum yang berlaku.
“Kalau bangsa ini ingin survive ke depan, ini momentumnya. Kalau kita tidak berhati-hati, maka kondisi bangsa sangat terganggu”, tegasnya.
Apalagi menurutnya, ada signyal yang diberitakan di beberapa media massa, bahwa ada ‘penumpang gelap’ yang bisa saja memanfaatkan kesempatan pada saat demonstrasi berjalan untuk kepentingan tertentu.
“Jika hal ini terjadi, maka kita akan kembali merasakan masa-masa sulit sebgai bangsa. Ini yang tidak kita inginkan. Saya berharap temaan-teman media, juga lebih selektif dalam menyiarkan berita yang membangun, bukan justru mempertentangkan perbedaan antara satu dengan yang lain. Itu yang tidak akan membantu sama sekali”, tutup tokoh HAM itu. (Ervan Tou/VoN)
Foto Feature: Todung Mulya Lubis