*Tedy Ndarung
Indulgensia
1
Sekarang bulan Desember dan lonceng mengumandang dari gerak yang sunyi
sudah ¼ abad aku melukis diri
satu jam kaki kiri dan kanan yang melangkah ego
satu minggu tangan dan jemari lentik cerdik memangkas fakta
satu jam telinga bodoh menangkap tangisan rakyat
satu minggu mulut yang mengubar janji palsu
satu jam pantat yang meninggal bekas di lokasi pungli
satu minggu perut penampung nafsu liar
selebihnya waktu bergeming di dasar hati
2
Sekali lagi, selebihnya waktu bergeming di dasar hati
semua jaman larut dalam dosa yang dipeluk oleh lekukkan hati
semua macet di dasar hati yang hampir lapuk dicabik duka dan dengki
kutitipkan cahaya bulan di atas awan
mereka bilang, semuanya telah rampung kulukis. Tanya melayang di ujung fajar
“Atas apa hati suram serta redup untuk segenggam lukisan?” (mungkin ini pekerjaan rumah untuk kita)
3
Serentak lonceng menggelegar purba di ujung embun yang melepuh
seramah mungkin kulantunkan pengampunanku pada hening yang membersih
dari pintu sampai altar menyapa asmara ramah. Semuanya senyum sumringah
sedang bunga-bunga menari dengan hidung menjahit mati
karena bau busuk hatiku mengubur seluruh ubun-ubun dan tembok serta gembok gereja
tetapi aku bertapak di atas sakral ini, ingin membakar semua hasil lukisan dengan api keyakinan KATOLIK, biar semua telanjang bening dalam genggaman-MU
4
Tuhan…
inilah hatiku
hasil tumpukan batu-batu bebal
aku sadar kerlingan mataMU meng-eja seluruh gerakku
semua terlihat jelas. Aku bukan insan berakal
semua terbukti dari tumpukan pujianku yang selalu berawal dan berujung di tengah malam yang menyangsikan lihai kasihMU
inilah hatiku Tuhan, ada tiga halaman yang telahku sobek. Aku mohon, basahi halaman itu dengan dupa yang lupa di surga
5
Halaman pertama…
aku pernah membakar tubuh seksi seorang dara manis yang Tuhan lukis dengan susah payah dari kesepian yang lembut. Kala itu, aku menitipkan mataku pada mimpi yang menjulang di udara. Dari sanalah aku memperkosa tubuhnya dengan pikiranku yang dimabuk segenggam kabut di atas pundak.
maafkanlah untuk itu Tuhan, aku terlanjur membakar tubuhnya dalam doa yang kuamini kepadaMU.
6
Halaman kedua…
aku pernah berdoa. Memulang kembali seorang gadis yang Tuhan bawa lari dari kamarku saat aku dimampus seribu satu kali kecupan, agar hidupnya disempurnakan kembali lewat maaf dan cintaku yang dibaluti luka.
saat itu aku membenci Kau Tuhan, karena meninggalkan doaku dengan rintihan yang syahdu di pintu kabul yang kekal.
7
Halaman ketiga…
aku pernah menari di atas pundak kesusahan bunda.
bagian ini, lantaran kaum hawa yang telanjang bulat, mandi dalam pancuran darahku
menyesatkan pikiranku akan jalan pulang, gunung, lembah dan bau tanah yang sering iseng pada penapasan Bunda di rumah Tua.
Maumere, 2016 Masehi
Tedy Ndarung, lahir pada tanggal 27 september 1996, di Lambur – Manggarai barat. Kenali dia lewat facebook: Teddos Ndarung dan email: teddosndarung12@gmail.com. Visi menulis: “membuat orang tua, diri sendiri dan kita tersenyum, titik.