Jakarta,VoxNtt.com-Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengingatkan Aparat Penegak Hukum agar lebih hati-hati dan cermat dalam menerapkan Pasal-Pasal pidana dalam Undang-Unddang Diskriminasi dan Undang-Undang ITE dalam kasus Buku Jokowi Undercover.
“Polri akhirnya menangkap Bambang Tri Mulyono, penulis buku Jokowi Undercover. Ia di tuduh melanggar Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan teehadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”, ujar Supriyadi di Jakarta, pada Selasa, (3/1).
Lebih lanjut Supriyadi, mengatakan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), sangat mendukung langkah langkah hukum terkait penyelesaian kasus-kasus Hate Speech yang berdimensi Rasial dan diskriminatif.
“ICJR juga mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan Polri terhadap kasus buku Jokowi Undercover, sebelumnya ICJR juga mendorong upaya penegakan hukum dalam kasus obor Rakyat, kasus yang hampir mirip dengan kasus buku Jokowi Undercover”, tegasnya.
Namun, kata Supriyadi, ICJR mengingatkan agar Polri dan Aparat Penegak hukum agar hati hati dan cermat dalam menerapkan Pasal-Pasal Pidana dalam kasus buku Jokowi Undercover.
Karena UU Pidana dalam UU dsikriminasi dan UU ITE yang akan digunakan dalam menetapkan tersangka memiliki karakater yang berbeda.
Supriyadi menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU Diskriminasi) khususnya di Pasal 4 dan Pasal 16 elemen utamanya adalah kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis atau kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.
Sedangkan, lanjut Supriyadi, jika menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) khususnya pasal 28 ayat (2) juga mememiliki unsur penting yakni menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
”Berbeda dengan UU Diskriminasi, UU ITE menggunakan unsur SARA yang diterjemahkan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan”. UU ITE ternyata lebih luas lingkupnya di banding UU Diskriminasi. Karena ada unsur kejahatan dalam frase ‘antar golongan’, yang tidak ada dalam UU Diskriminiasi”, ungkapnya.
Lebih lanjut Supriyadi mengatakan dalam Kasus buku Jokowi Undercover, penting melihat dasar Polri untuk menerapkan kedua UU tersebut.
Apakah subtansi yang dianggap sebagai perbuatan pidana dalam kalimat buku tersebut benar-benar masuk dalam rumusan diskriminasi berbasis ras dan etnis atau lebih spesifik memenuhi frase ‘antargolongan’ dalam UU ITE.
Supriyadi mencontohkan dalam kasus Obor Rakyat, pasal yang digunakan dalam dakwaan adalah Pasal 311 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-satu KUHP dan Pasal 310 ayat (2) KUHP juncto pasal 55.
Tuntutan, jelas Supriyadi justru masuk ke ranah perbuatan penghinaan pribadi terhadap Presiden Jokowi dalam Pemilu 2014.
Padahal awalnya obor rakyat dianggap memuat pemberitaan yang dianggap fitnah terkait isu SARA yang menyerang Jokowi pada Pemilu 2014.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan vonis delapan bulan penjara kepada Pemimpin Redaksi atau Pemred Obor Rakyat Setiyardi Budiono Dan penulis Obor Rakyat, Darmawan Sepriyosa.
“Dalam kasus Buku Jokowi Undercover penggunaan pasal di tingkat penyidikan memang lebih berat, namun kehati-hatian penyidik dalam menggunakan Pasal tersebut sangat diharapkan, Penyidik, Penuntut dan Pengadilan secara presisi mencermati penggunaan pasal pidana yang sesuai atau mencari bukti-bukti baru yang lebih relevan dalam kasus tersebut”, ungkapnya.(Ervan Tou/VoN)